Imunitas menjadi kata kunci untuk menjaga kesehatan di semasa pandemi COVID-19. Selain faktor konsumsi, olahraga menjadi aktivitas yang disarankan agar kita tetap bugar. Jalan kaki atau trekking, adalah salah satu olahraga yang baik untuk menjaga kesehatan, terutama dari sisi motorik.
Banyak pilihan untuk berjalan kaki, bisa di track atletik yang ada di lingkungan komplek. Kalau mau lebih menantang sambil menghirup udara segar, bisa dilakukan di alam bebas. Pilihan saya kali ini adalah Kebun Teh Sukawana di Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.
Akses ke Kebun Teh Sukawana
Menuju ke lokasi kebun teh ini, bisa ditempuh dari beberapa rute. Yang pertama melalui Curug Layung. Kamu bisa mulai trekking di Pertigaan Komando ke arah Dusun Bambu, kemudian masuk ke lokasi wisata Curug Layung. Dari Curug Layung lalu naik tebing di sisi utara untuk kemudian mengikuti jalan setapak yang akan menuntun sampai di Sukawana. Estimasi dari Pertigaan Komando sampai ke lokasi, dengan jalan santai, sekitar 120 menit.
Untuk rute kedua, kamu bisa masuk dari Curug Tilu Leuwi Opat. Dari lokasi Curug Putri, Curug paling ujung lokasi wisata Curug Tilu Leuwi Opat, lalu naik ke tebing utara untuk kemudian mengikuti jalur jalan setapak ke arah timur. Di ujung jalan yang menanjak, akan bertemu persimpangan jalan setapak. Bila belok ke kiri kamu akan menuju ke Curug Layung sementara ke kanan akan menuju Kebun Teh Sukawana. Estimasi waktu sekitar 120 menit berjalan kaki.
Rute ke tiga yakni dengan mengambil jalur Patrol. Dari Pertigaan Patrol di Pasar Parongpong, kamu bisa langsung menuju ke Kebun Teh Sukawana dengan estimasi waktu berjalan kaki sekitar 120 menit.
Ketiga rute ini semuanya menantang, tidak ada yang mudah. Namun, kondisi jalan naik turun dengan kontur jalan rata-rata berbatu membuat banyak pesepeda dan pegiat motor dan mobil offroad melalui rute Patrol.
Saat saya menuju ke Sukawana akhir tahun lalu, rute yang saya ambil adalah melalui Curug Layung. Lepas dari obyek wisata Curug Layung, untuk meneruskan ke Sukawana dikenakan tarif Rp10.000 per orang.
Jalannya lumayan sulit, berupa jalan setapak dengan kiri lereng bukit bertanaman keras, sementara di kanan jurang yang 30 meter di bawahnya mengalir sungai dari Curug Layung menuju Curug Tilu Leuwi Opat.
20 menit berjalan kaki kita akan menemukan turunan yang cukup curam. Harus ekstra hati-hati di musim hujan karena sangat licin. Setelah melewatinya, kita akan menemukan hutan pinus dengan papan petunjuk menuju Sukawana, Curug Tilu Leuwi Opat, Curug Layung dan Ciwangun Indah Camp.
Bikin betah
Sampai saat saya menulis, tidak diketahui secara pasti luas dari kebun teh yang berada di naungan PTPN VIII ini. Meski demikian, menelusuri kebun teh di sisi barat saja sampai menuju pabrik pengolahan tehnya perlu waktu dua jam lebih.
Kebun teh memanjang dari perbatasan Curug Tilu Leuwi Opat sampai lereng Burangrang di sebelah barat dan lereng Tangkuban Perahu di sebelah timur. Pengunjung umumnya menggelar tea walk sampai lereng Tangkuban Perahu atau Burangrang dan kemudian kembali ke bawah.
Di antara tanaman teh, di Sukawana, tampak banyak tanaman keras lainnya. Pinus dan cemara pun tumbuh di beberapa titik. Inilah yang membuat pengunjung betah berlama-lama di sini karena ketika panas, masih ada tempat berteduh untuk sekedar ngopi dan menikmati cemilan yang dibawa dari rumah. Selain itu, aroma daun teh dan sejumlah pohon besarnya bisa menjadi terapi yang menyegarkan saat kondisi mood sedang tidak baik.
Habis trekking bawa pulang teh sebagai oleh-oleh
Bila ambil dari jalur Curug Layung dan kembali ke kota melalui jalur Patrol, di beberapa titik yang kamu lewati kamu bisa beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Yang paling asyik adalah menikmati bala-bala hangat ditemani teh asli petikan para petani.
Rasanya pasti beda dengan teh kemasan. Terutama aromanya yang sangat pekat menusuk hidung. Terlepas dari teh hitam atau teh hijau, diminum manis atau tawar, teh olahan kooperasi perkebunan setempat sangat nikmat diminum di lokasi yang lumayan dingin.
Kamu juga bisa membeli teh olahan ini. Di sepanjang jalan, ada dua titik yang menjajakan teh olahan koperasi karyawan perkebunan. Tehnya per kemasan dibandrol dengan harga Rp20.000. Dalam kemasan tidak tertera berapa gram. Tapi dikonsumsi setiap hari pun, setengah bulan terakhir tehnya masih tersisa ¾ kemasan.
Yang saya beli pada akhir tahun lalu adalah teh hijau. Teh yang dipercaya banyak orang bisa merampingkan tubuh. Teh ini harus disimpan di tempat yang kering, agar tetap terjaga aromanya. Semakin lama di simpan di tempat yang kering dan tidak terkena matahari langsung, akan semakin tajam aromanya saat diseduh.
Teh memang dipercaya memiliki khasiat yang luar biasa. Sejumlah kandungannya, flavonoid, alkaloid, dan katekin dipercaya dapat mengikis kolesterol, kadar gula berlebih dan menurunkan resiko penyakit cardiovascular.
Saya yang sempat terkena serangan jantung ringan imbas penyumbatan pembuluh darah jantung oleh kolesterol pada tahun 2013, pernah disarankan mengkonsumsi teh hitam untuk meluruhkan penyumbatan tersebut. Terbukti 8 tahun terakhir mengkonsumsi teh secara rutin, kondisi Kesehatan jantung saya berangsur menjadi lebih baik. Bila tahun 2015, jalan 100 meter saja masih megap-megap, saat ini sudah tidak pernah mencari alasan untuk berkata tidak, saat diajak trekking, meski belasan kilometer sekalipun.