Kalau sudah beberapa kali ke Yogyakarta, kamu pasti ngeh dengan perubahan-perubahan yang terjadi di provinsi istimewa itu. Lalu lintas makin ramai dan jumlah hotel berbintang di Yogyakarta kian bertambah, terutama di sekitar Mangkubumi, Malioboro, dan Keraton.
Mengenai jumlah, menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DI Yogyakarta (PHRI DIY), sebagaimana dilansir dari Tribun Jogja, sampai tahun 2013 di wilayah DI Yogyakarta terdapat 1.160 hotel, yang terdiri dari 60 hotel berbintang (6.000-an kamar) dan 1.100 hotel melati (12.660 kamar).
Tahun 2017 angka itu melambung. Menurut Antaranews, hotel berbintang di Yogyakarta melonjak jumlahnya dari 57 pada tahun 2015 menjadi 166 pada 2017. Hotel nonbintang juga bertambah dari 1.010 menjadi 1.030.
Tentu saja menjamurnya hotel itu menimbulkan pro dan kontra. Bertambahnya hotel, sedikit atau banyak, pasti juga akan berdampak pada masyarakat, entah secara sosial, budaya, maupun ekonomi. Tak terkecuali bagi Yogyakarta yang dikenal sebagai wilayah yang berbudaya kental.
Namun, bagi para turis, pelancong, atau pejalan yang plesir ke Yogyakarta, ini adalah angin segar. Kompetisi yang makin ketat mestilah menuntut hotel-hotel itu untuk melakukan penyesuaikan harga sehingga lebih terjangkau. Sekarang pelancong yang singgah di Yogyakarta punya lebih banyak pilihan selain deretan hotel murah di tiga kawasan backpacker legendaris, yaitu Sosrowijayan, Dagen, dan Prawirotaman.
Hotel berbintang di Yogyakarta mulai jadi favorit pelancong dalam negeri?
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah tamu Indonesia pada hotel bintang dan nonbintang, termasuk di wilayah DI Yogyakarta. Tapi sayang sekali data yang tersedia di laman resmi hanya dari tahun 2003-2015.
Menurut BPS, dari 2003 sampai 2011, jumlah tamu Indonesia per tahun pada hotel berbintang di Yogyakarta berkisar antara 622,9 ribu sampai 710,8 ribu. Tahun 2012 angkanya meroket jadi 1,034 juta—dan terus meningkat sampai tahun 2015 (2,188 juta).
Peningkatan itu barangkali ada hubungannya dengan bertambahnya jumlah hotel berbintang di Yogyakarta tahun 2011. Budi Hermawan dalam “Tumbuh Semakin Rapat, Bersaing Semakin Ketat” di laman Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Yogyakarta menulis, “Pada tahun 2011 dibangun 14 hotel mulai dari bintang satu sampai bintang lima, dengan jumlah 890 kamar hotel.”
Lalu bagaimana dengan nasib hotel nonbintang? Antara 2003-2011, tamu domestik yang menginap di hotel nonbintang di Yogyakarta juga terus meningkat dari 1,59 juta (2003) menjadi 2,65 juta (2011). Hanya pada tahun 2005 dan 2006 tamu yang datang mengalami penurunan.
Menariknya, jika hotel bintang mengalami kenaikan pesat pada 2012, tamu hotel nonbintang justru menurun drastis tahun 2013. Jumlahnya terjun bebas dari 2,47 juta menjadi 1,2 juta orang saja, meskipun kembali naik pada 2014.
Apakah ini indikasi bahwa pelancong domestik yang ke Yogyakarta mulai naik kelas sehingga memilih tinggal di hotel berbintang ketimbang nonbintang? Atau ini malah lebih erat kaitannya dengan gaya “Travel 3.0” yang membuat para pelancong bisa dengan bebas mengatur sendiri perjalanannya, termasuk mencari guesthouse lewat aplikasi online-booking? Entahlah. Masih terlalu dini untuk menyimpulkan.
Menurut kamu sendiri bagaimana?