Bukan cerita baru dari saya. Ini tentang tahun 2018 saat saya menjelajah Pulau Timor dan singgah di Pasar Haumeniana (Haumeni’ana), Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT.
Pasar ini berada di garis batas dua negara, yakni Republik Indonesia (RI) dan Republik Demokratik Timor Leste (RDTL). Posisinya itu membuat Pasar Haumeniana jadi tempat jual-beli bagi warga dari dua negara.
Pasar Haumeniana memfasilitasi warga perbatasan RI dan RDTL. Warga Haumeniana, Oetulu, dan Oeolo bisa memperoleh pendapatan dengan berjualan di Pasar Haumeniana, sementara warga Timor Leste dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Setiap Sabtu, warga Oecusse, kota di Timor Leste, memenuhi Pasar Haumeniana untuk membeli segala macam kebutuhan. Di pasar, mereka berkomunikasi dengan para penjual, warga Indonesia, menggunakan bahasa Dawan. Meskipun tinggal di negara yang berbeda, komunitas Timor yang tinggal di sekitar Timor Tengah Utara dan Oecusse memang punya banyak persamaan dari segi budaya. Nyaris mirip, malah.
Sebelum masuk ke teritori Republik Indonesia, warga Timor Leste menitipkan kartu identitas ke petugas yang berwenang. Kemudian, karena transaksi di Pasar Haumeniana hanya dilakukan dalam mata uang rupiah, orang-orang Timor Leste mesti menukarkan uang dolar Amerika—RDTL belum menerbitkan uang kertas—menjadi rupiah.
Beraneka ragam barang yang diperjualbelikan di Pasar Haumeniana, seperti hasil pertanian dan perkebunan, perabotan rumah tangga, barang elektronik, dan obat-obatan.
Selain sebagai pusat perekonomian, pasar ini juga seakan menjadi “monumen perdamaian” bagi warga RI dan RDTL; sebagai pengingat bahwa, untuk terus bertahan hidup, mereka harus saling bantu dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Sejak lahir di Malang. Mendirikan PH Tivikelir dan berkarya di Ngalup.com. Hobi futsal dan traveling.