Ada perasaan ragu dan was-was tatkala harus memasuki lorong gua yang sempit dan gelap. Tapi, perasaan itu kemudian aku buang jauh-jauh. Sejurus kemudian, diriku telah berada di dalam perut bumi, tepatnya di Gua Buniayu.
Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan karst cukup luas. Dihitung dari ujung barat hingga ujung timur, luas kawasan karst di negeri ini mencapai sekitar 154 kilometer persegi.
Karst merupakan suatu daratan yang tersusun dari bebatuan gamping. Saat air hujan merembes ke bebatuan itu, perlahan mengikisnya dan kemudian membentuk sebuah bentang alam khas kawasan karst berupa gua-gua, aliran sungai bawah tanah maupun tebing-tebing berbatu curam.
Berkat kawasan karst yang cukup luas itulah, Indonesia kemudian dikaruniai jaringan gua yang sangat banyak. Ada yang menyebut jumlahnya gua yang ada di Indonesia melebihi jumlah sungai maupun gunung.
Lumayan tua
Salah satu gua yang berusia lumayan tua di negeri ini yaitu Gua Buniayu, terletak di Kampung Cipicung, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Ditaksir, usia Gua Buniayu telah mencapai sekitar 60 juta tahun. Kata ‘buniayu’ sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yakni ‘buni’ (bahasa Sunda) yang berarti ‘tersembunyi’ dan ‘ayu’ yang artinya ‘cantik’.
Karena lokasinya berada di Kampung Cipicung, oleh penduduk lokal, gua ini sering disebut pula sebagai Gua Cipicung.
Nah, beberapa waktu silam, aku dan tiga orang kawanku sempat menyambangi Gua Buniayu. Dipandu Iwan Guha, warga setempat yang memang spesialis memandu para wisatawan yang ingin menelusuri Gua Buniayu, kami pun diajak beberapa jenak melihat bagian dalam Gua Buniayu.
Ada perasaan ragu dan waswas tatkala kakiku harus melangkah memasuki lorong gua yang sempit dan gelap. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya aku masuk ke dalam gua. Sebelumnya, aku sudah pernah masuk ke sejumlah gua. Namun, semuanya merupakan gua yang berada di atas permukaan tanah.
Tatkala Iwan Guha dengan langkah mantap memasuki lorong Gua Buniayu, ragu dan waswas aku buang jauh-jauh. Dan sejurus kemudian, aku pun telah berada beberapa puluh meter di bawah permukaan Bumi.
Kondisi di dalam begitu lembab dan gulita. Lampu senter ponsel yang kami bawa dan headlamp yang dikenakan Iwan Guha menjadi sumber pencahayaan di dalam gua saat itu.
Menurut Iwan Guha, sejauh ini terdapat 83 lorong di kompleks Gua Buniayu ini. “Hanya sebagian kecil saja yang telah berhasil dieksplorasi,” jelasnya.
Iwan menerangkan, masing-masing lorong gua memiliki panjang yang bervariasi dengan tingkat kesulitan eksplorasi yang berbeda-beda pula.
“Lorong terpendek sekitar 200 meter, sementara yang terpanjang sekitar 3.300 meter dengan lama perjalanan sekitar 4-5 jam,” tuturnya.
Ahli speleologi
Adalah RKT Kho, George Robert, Arnoult Seveau serta Michael Chassier yang pertama kali memetakan kompleks Gua Buniayu, di tahun 1982. Keempatnya adalah ahli speleologi, ilmu yang khusus mempelajari pembentukan gua—mencangkup struktur, fisik, sejarah dan aspek biologisnya.
“Baru tahun 1994, kawasan ini terbuka untuk publik,” jelas Iwan, yang sejak 1997 mulai membantu dan memandu para pengunjung yang ingin menjelajahi Gua Buniayu.
Iwan menerangkan, kedalaman Gua Buniayu berkisar antara 20-30 meter di bawah permukaan bumi.
Ada dua cara untuk masuk dan melakukan petualangan di dalam kompleks Gua Buniayu. Pertama, melalui jalur horizontal dan kedua, melalui jalur vertikal. Mereka yang masih awam dalam aktivitas penelusuran gua (caving), sebaiknya memilih jalur horizontal, yang relatif lebih aman.
Selain dipenuhi stalagtit dan stalagmit dengan berbagai bentuk dan ukuran, di dalam Gua Buniayu kita juga bakal menemukan sejumlah aliran sungai bawah tanah dan air terjun bawah tanah.
Kita dapat pula menyaksikan kehidupan fauna bawah tanah di kompleks gua ini. Beberapa hewan memang hidup di dalam Gua Buniayu, antara lain ikan, jangkrik, kadal, kalajengking, katak, kelelawar, laba-laba, lipan, udang.
Uniknya, sebagian dari hewan tersebut tidak memiliki mata. Kemungkinan besar ini disebabkan karena binatang-binatang tersebut telah mengalami perubahan fungsi indera penglihatan mereka lantaran pengaruh lingkungan gua yang cukup gelap gulita.
Menurut Iwan, sebagian besar hewan itu bukanlah habitat asli Gua Buniayu. “Pada saat hujan sangat deras, biasanya air masuk ke dalam gua. Nah, hewan-hewan itu terbawa air hujan dari luar serta terjebak di dalam gua. Akhirnya, karena tidak bisa keluar, mereka lantas menjadi penghuni tetap gua,” terang Iwan.
Menuju Gua Buniayu
Untuk mencapai lokasi kompleks Gua Buniayu tidaklah sulit. Perjalanan dari pusat Kota Sukabumi ke Gua Buniayu dapat dicapai dalam tempo 45 menit. Jika tidak membawa kendaraan pribadi, kamu bisa naik angkutan kota jurusan Baros-Purabaya dari Terminal Jubleg Sukabumi dan minta turun di Jalan Raya Kampung Cipicung, Nyalindung. Ongkos angkotnya Rp15.000 per orang. Dari sini, kita kemudian bisa memilih apakah mau berjalan kaki atau menunggang ojek untuk sampai ke kompleks Gua Buniayu. Jarak dari Jalan Raya Kampung Cipicung ke kompleks Gua Buniayu sekitar 800 meter.
Kendati bagian dalam dalam Gua Buniayu sangat menantang untuk ditelusuri, namun karena kondisi gua ini yang umumnya cukup gelap, berbatu, berair dan berlumpur, dengan sebagian lorongnya yang sangat sempit, maka bagi kalian yang takut akan kegelapan (ligofilia), dan juga memiliki riwayat penyakit asma, epilepsi maupun penyakit jantung, disarankan untuk tidak memaksakan diri masuk dan menjelajah ke dalam gua.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu!