Getuk (bahasa Jawa: gethuk) merupakan kuliner tradisional khas Jawa berbahan ketela. Di pelbagai daerah di Jawa, utamanya Jawa Tengah, dijumpai sejumlah getuk dengan ciri khas masing-masing. Jika ada getuk trio Magelang, getuk goreng Banyumas, dan getuk kethek Salatiga, maka Kabupaten Grobogan punya getuk blondo.
Getuk blondo memang sudah populer di Grobogan sejak lama. Saat saya kecil sekitar tahun 1980-an, saya sudah mengenal getuk yang dinikmati dengan blondo itu. Seiring waktu, banyak penjual getuk blondo yang meninggal dan tidak ada generasi penerusnya. Jadilah sejak itu, saya tak lagi menjumpai kudapan lezat tersebut.
Namun, beruntung saat ini getuk blondo masih tetap eksis. Getuk blondo masih bisa dijumpai meski lumayan langka.
Salah satu penjual getuk blondo khas Grobogan yang saya temui bernama Sugeng Purnomo (43) atau akrab disapa Kang Sugeng. Bersama istrinya, Suparti (43), warga Dusun Jiret, RT 01 RW 03, Desa Jetak Sari, Kecamatan Pulokulon itu setiap hari memproduksi dan berjualan getuk blondo.
Dibuat dari Resep Warisan Nenek
Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan mengunjungi lapak Getuk Blondo Kang Sugeng yang berada di Jalan Ki Ageng Selo, Dusun Gatak, Desa Sembungharjo, Pulokulon. Saat saya datang, Kang Sugeng menyambut saya ramah.
Tak lama kemudian, dengan sigap ia meracikkan seporsi getuk blondo pada kertas minyak yang dialasi daun pisang. Irisan getuk berwarna kuning dan cokelat itu ditaburi kelapa parut dan blondo. Topping (pugas) blondo inilah yang membuat getuk ini populer dengan sebutan “getuk blondo”.
Getuk blondo Kang Sugeng bercita rasa enak, lezat, dan lembut saat dikunyah. Parutan kelapa dan blondonya membuat rasa legitnya autentik. Kang Sugeng mengaku memerhatikan kualitas pembuatan getuk maupun blondonya.
Salah satu rahasia getuk yang enak, menurut Kang Sugeng, berasal dari ketela yang berkualitas. Ia mengambil ketela dari para petani di pegunungan, yang ketelanya terkenal berkualitas dan segar. Lalu blondonya juga terbuat dari kelapa pilihan yang semanten alias tidak terlalu tua dan pas saat dibuat santan. Karena kalau kelapanya terlalu tua, rasa blondo tidak bisa manis aromatik. Begitu penjelasan Kang Sugeng kepada saya soal rahasia di balik cita rasa getuk blondonya.
Blondo memang terbuat dari santan yang dimasak dengan api besar di wajan. Setelah kadar air menyusut, api dikecilkan dan santan diaduk bila sudah mulai menggumpal. Gumpalan-gumpalan santan berwarna cokelat itulah yang disebut blondo. Rasanya legit. sehingga sangat nikmat dijadikan pelengkap makan getuk yang lembut.
Kang Sugeng sendiri mulai merintis usaha getuk sejak tahun 2016. Sebelumnya, ia sempat berjualan es dawet di Kudus. Kemudian memilih pulang dan membuka usaha getuk.
Pertimbangannya memilih getuk, karena getuk termasuk kudapan lintas musim, yang bisa dinikmati saat musim kemarau maupun musim hujan. Tidak seperti berjualan es dawet yang hanya laku keras waktu musim kemarau, tetapi sedikit pembeli di musim hujan. Selain itu, ia juga merasa memiliki kemahiran membuat getuk blondo, yang ia peroleh dari resep warisan neneknya dari jalur ibu. Dari resep warisan itulah, Kang Sugeng bisa membuat getuk blondo yang enak.
Dari Jualan Keliling hingga Mangkal
Saat awal-awal merintis usaha getuk, Kang Sugeng sempat berjualan keliling dari kampung ke kampung. Namun, hal itu hanya dilakoninya selama tiga bulan. Setelah itu, Kang Sugeng memilih berjualan mangkal di suatu tempat.
Saat ini, Kang Sugeng memiliki dua lapak. Lapak pertama berada di Jalan Raya Panunggalan, Desa Jetaksari, Pulokulon, tepatnya di sebelah Yogya Mart. Lapak kedua di Jalan Ki Ageng Selo, Gatak, Sembungharjo, Pulokulon, di sebelah utara Pasar Gatak. Jika di lapak pertama ditunggui istrinya, Kang Sugeng menjaga lapak kedua.
Kang Sugeng bersyukur bahwa getuk blondonya banyak yang menyukai, sehingga ia memiliki para pelanggan setia. Seperti saat saya berkunjung ke lapak Getuk Blondo Kang Sugeng di Gatak, ada seorang pelanggan bernama Widodo (45)—seorang pegawai koperasi. Kepada saya, Widodo mengaku sudah berlangganan getuk blondo Kang Sugeng sejak awal Kang Sugeng membuka lapak. Menurutnya, getuk buatan Kang Sugeng enak, termasuk juga blondonya.
Selain sehari-hari mangkal di kedua lapak tersebut, Kang Sugeng dan istri setiap hari Minggu menyempatkan khusus berjualan atau membuka lapak getuk blondo di arena Car Free Day (CFD) Jalan R. Soeprapto, kota Purwodadi. Di CFD, Kang Sugeng juga membuka dua lapak, yaitu di depan pintu masuk toko swalayan Luwes dan di sebelah utara perempatan Diskominfo.
Berkat keaktifan Kang Sugeng berjejaring dan sharing dengan para pelaku UMKM di Kabupaten Grobogan, omzet penjualan getuknya secara perlahan mengalami kenaikan. Kang Sugeng mengaku mengalami banyak kemajuan, utamanya pada kapasitas produksi getuknya. Bila sebelumnya ia hanya membuat getuk dari 25 hingga 30 kg ketela, kini setiap minggu ia bisa menghabiskan getuk dari 50 kg ketela.
Kang Sugeng berharap usahanya semakin maju. Kelak getuk blondonya bisa naik kelas dengan kemasan yang lebih menarik, sehingga bisa menjadi salah satu pilihan oleh-oleh khas Grobogan.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia