Ada perbedaan yang jelas antara jalan-jalan sendirian dan melancong bareng keluarga. Jalan sendirian, kamu bisa impulsif. Saat bersama keluarga, setiap keputusan mesti diambil dengan (lebih) penuh perhitungan, termasuk memilih tempat makan.

Mudik kemarin, keputusan penuh perhitungan itu mengantarkan saya dan keluarga ke sebuah tempat makan yang belakangan lagi hits di media sosial, yakni Geblek Pari Nanggulan, Kulon Progo.

geblek pari nanggulan
Suasana teduh Geblek Pari Nanggulan/Dewi Rachmanita Syiam

Dari Kota Yogyakarta, kami ikut GPS ke arah barat, lewat jalanan yang tak terlalu besar. Begitu melihat sawah terhampar di kanan-kiri, saya sempat ragu. Jangan-jangan ini jalan keliru. Masa di tempat begini ada tempat makan tenar? Namun akhirnya spanduk bertuliskan “Geblek Pari” muncul dalam zona pandang.

Kami mblusuk makin jauh.

Setiba di Geblek Pari Nanggulan, jalan setapak dikelilingi pepohonan menyambut. Mata saya mendapati beberapa bangunan rumah terbuka khas perdesaan—venue-nya Geblek Pari Nanggulan. Resto itu sedang lumayan ramai. Orang-orang cekikikan ngobrol ngalor-ngidul sambil menyantap makanan yang dimasak menggunakan tungku. Untung saja kami masih bisa dapat meja yang dari sana sawah kelihatan jelas.

geblek pari nanggulan
Dapur rumahan ala Geblek Pari/Dewi Rachmanita Syiam

Ambil sendiri di dapur, makan di luar

Untuk memesan dan mengambil makanan, saya mesti menyusuri jalan setapak menuju dapur. Di sekitar tungku, para bude sedang sibuk memasak sambil mengobrol dalam bahasa Jawa. Kombinasi suara obrolan itu, bunyi wajan sedang dipakai untuk menggoreng, dan “interior” dapur membuat saya berasa sedang di dapur rumah sendiri.

Asap yang mengepul dan panas yang menguar dari tungku lumayan terasa saat saya mengambil hidangan—satu centong nasi merah, brongkos, ayam kampung goreng, mendoan, pisang goreng, es sereh jeruk, dan es tape jeruk.

geblek pari nanggulan
Makanan di Geblek Pari disajikan di piring rumahan/Dewi Rachmanita Syiam

Kami menyantap makanan dan minuman itu ditemani hamparan sawah yang menghijau dan angin yang bertiup semilir

Hidangan-hidangan itu, overall, enak—meskipun belum bisa dapat adverb “banget.” Namun, yang jelas makanan dan minuman yang disajikan di Geblek Pari Nanggulan sudah bisa merepresentasikan masakan kampung. (Harganya pun tak bikin kantong jebol.)

geblek pari
Makan sambil menikmati hijaunya persawahan/Dewi Rachmanita Syiam

Setelah dipikir-pikir, tempat makan seperti Geblek Pari Nanggulan sepertinya memang tidak menjadikan menu makanan sebagai “komoditas” utama. Yang mereka “jual” adalah suasana—dapur rumahan dan pemandangan. Resto-resto seperti ini cocok sekali buat kaum urban yang ingin kembali jadi ndeso.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar