Produk seni dan budaya dapat menjadi wahana dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih menjaga sumber air dan sekaligus menggunakan air secara lebih bijaksana.

Menilik namanya, Cimahi, kota seluas 40,47 kilometer persegi yang terletak sekitar 16 kilometer sebelah barat Kota Bandung, mestinya tidak pernah kekurangan air. Dalam bahasa Sunda, kata ci, kependekan dari cai, bermakna air. Sedangkan mahi artinya cukup. Jadi Cimahi, secara harfiah berarti cukup air atau airnya cukup. Tidak lebih. Tidak kurang. 

Sekitar 30-40 tahun silam, masalah air di Kota Cimahi—yang kerap pula dijuluki sebagai Kota Militer karena menjadi markas sejumlah instansi dan pusat pendidikan militer—sama sekali tidak menjadi persoalan bagi segenap warga Cimahi. Sumber-sumber air permukaan bukan hanya melimpah, tetapi juga relatif bersih. Di sejumlah kawasan, sumber mata air dapat mudah kita temukan. Menggali sumur cukup berkedalaman 5-7 meter sudah mengeluarkan air. Itu dahulu.

Namun, seiring dengan pesatnya laju pembangunan yang dibarengi dengan alih fungsi lahan serta industrialisasi secara masif, sumber-sumber air permukaan di Cimahi mulai berkurang. Banyak sumber mata air hilang. Sekarang ini, mustahil untuk menggali sumur di Cimahi karena perlu kedalaman hingga puluhan meter barulah air mulai keluar.

Antri Air/Djoko Subinarto

Kini, seperti sejumlah kota lainnya di Indonesia, Kota Cimahi mulai mengalami defisit air. Lebih-lebih saat musim kemarau. Sebagian besar warga Cimahi selalu menjerit kekurangan air. Sementara tatkala musim penghujan tiba, banjir tak pernah absen menerjang beberapa kawasan kota ini gara-gara air lebih banyak tidak segera terserap ke dalam tanah.

Nah, dalam upaya menggugah kesadaran warga ihwal pentingnya menjaga, merawat dan melindungi sumber-sumber air, Komunitas Budaya Bandoengmooi dan Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC) menggelar acara “Ngalokat Cai Cimahi” yang merupakan bagian dari Festival Air yang melibatkan seluruh kelurahan se-Kota Cimahi.  

Acara ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Kebudayaan Pariwisata Kepemudaan dan Olahraga (Disbudparpora), Dinas Lingkungan Hidup Kota Cimahi serta Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

“Ngalokat Cai merupakan sebuah prosesi penyatuan air dari tiap-tiap kelurahan di Kota Cimahi. Jadi, air dari masing-masing kelurahan di seluruh Cimahi disatukan dalam sebuah tempayan. Ini sebagai lambang bahwa kita harus tetap menjaga satu tanah dan satu air,” beber Hermana HMT, Ketua Komunitas Budaya Bandoengmooi. Lebih jauh, Hermana menjelaskan bahwa acara “Ngalokat Cai Cimahi” merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Festival Air 2020, yang pelaksanaannya sudah dilakukan sejak tanggal 26 September 2020 silam. 

Kegiatan Festival Air 2020 Kota Cimahi ini diawali dengan menyuguhkan seni pertunjukan teater, tari kreasi baru, musik kolaborasi etnik, reog Sunda, permainan tradisional, visualisasi manuskrip, pencak silat dan dongeng bertema air. Untuk tahun ini, sebagian kegiatan  dilakukan secara daring (online). Selain itu, tambah Hermana, digelar pula kegiatan melukis bersama.

Sebanyak sepuluh perupa Kota Cimahi menuangkan gagasan bersama tentang air ke kanvas. Acara ini pun dilakukan secara daring. Tak ketinggalan digelar pula kompetisi kirab budaya Ngarak Cai dengan peserta seluruh kelurahan yang ada di Kota Cimahi serta gabungan beberapa komunitas budaya di Cimahi. Acara Ngarak Cai dilangsungkan pada Sabtu (24/10/2020) di tiap-tiap kelurahan.

Kirab Budaya/Djoko Subinarto

Awalnya, kirab budaya Ngarak Cai akan digelar di arena Car Free Day (CFD) Kota Cimahi, di depan kompleks kantor Walikota Cimahi, di kawasan Jati, Cihanjuang, Cimahi. Namun, untuk meminamilisir kerumunan demi menjaga kesehatan masyarakat dari ancaman virus Corona (COVID-19), maka kegiatan kirab budaya Ngarak Cai dilaksanakan di masing-masing kelurahan tempat peserta kirab. Hermana menyatakan bahwa tujuan utama Festival Air adalah berkampanye lewat seni dan budaya untuk senantiasa menjaga air dan lingkungan hidup.

Peduli lingkungan

Kita tentu saja perlu mengapresiasi apa yang dilakukan Komunitas Budaya Bandoengmooi dan Dewan Kebudayaan Kota Cimahi, yang telah menjadikan seni dan budaya sebagai sarana untuk menggelorakan kesadaran masyarakat agar peduli lingkungan, khususnya dalam hal menjaga sumber air.

Jujur harus kita akui, sumber-sumber air di sekitar kita sekarang ini kian banyak yang terdegradasi. Pada saat yang sama, tak sedikit dari kita yang dengan mudahnya pula menghambur-hamburkan air untuk sejumlah aktivitas yang kurang begitu penting. Air adalah kebutuhan vital bagi kita semua—di mana pun dan sampai kapan pun. Hidup kita bergantung sepenuhnya kepada air.

Kita dapat bertahan hidup tanpa makanan selama beberapa hari atau bahkan lebih lama lagi. Tapi tanpa air, mustahil kita mampu bertahan cukup lama. Jika dirata-rata, setiap orang membutuhkan air antara 20-50 liter setiap hari untuk aneka keperluan, seperti untuk minum, memasak, mandi, mencuci pakaian dan keperluan lainnya. 

Para seniman dan budayawan, lewat berbagai produk seni dan budaya yang diciptakannya, dapat ikut berkontribusi dalam ikhtiar meningkatkan kesadaran masyarakat ihwal perlunya menjaga sumber air dan menggunakan air secara lebih bijaksana.

Tinggalkan Komentar