ItineraryPerjalanan Lestari

Q&A: Extinction Rebellion Indonesia tentang Ancaman Krisis Iklim

Gerakan Extinction Rebellion (XR) cukup sering berkampanye damai mengenai krisis iklim. Melalui akun sosial medianya di Instagram @extinctionrebellion.id mereka mengabarkan berbagai kejadian di Indonesia yang berkaitan dengan kerusakan alam, mengkritik para pemangku kebijakan, hingga poster-poster satir tentang keadaan alam kita yang sudah tidak bisa ditoleransi.

Baru-baru ini TelusuRI berkesempatan untuk berbincang-bincang dengan XR mengenai bagaimana krisis iklim dalam pandangan masyarakat Indonesia dan lebih jauh mengenal XR sebagai gerakan global penentang krisis iklim.

XR Indonesia
Contoh poster kegiatan oleh XR Indonesia/XR Indonesia

Apakah kesadaran masyarakat Indonesia akan krisis iklim sudah mencukupi untuk membuka mata mereka bahwa lingkungan di Indonesia diambang ancaman besar?

Memang ada banyak orang di Indonesia yang tidak percaya bahwa krisis iklim disebabkan oleh aktivitas manusia (faktor antropogenik), bahkan hasil survei YouGov menempatkan kita di peringkat pertama sebagai negara dengan climate deniers terbanyak. Namun kesadaran anak muda (khususnya Gen Z dan Millennials) justru tinggi. Hasil survei dari Yayasan Indonesia Cerah dan Indikator Politik menemukan bahwa anak muda akan lebih memilih partai politik yang memiliki standing position yang kuat terhadap isu lingkungan.

Namun memang orang yang sudah tahu akan krisis iklim belum semuanya mengetahui akan bahaya dan dampaknya yang parah. Apalagi mengenai solusi yang perlu diterapkan.

Sebagai salah satu gerakan, bagaimana cara Extinction Rebellion mengambil langkah untuk protes dan kemudian menarik animo masyarakat Indonesia?

Kami percaya hal ini bisa dilakukan dalam aksi langsung nirkekerasan (non violent direct action). Dengan demikian, kita bisa menarik perhatian lebih banyak orang tanpa menyakiti siapapun. Kami selalu mengupayakan agar aksi yang dilakukan bisa dipublikasikan, baik melalui media sosial kami maupun media lain seperti koran.

Secara paralel, kami pun turut melakukan edukasi kepada masyarakat melalui beragam wadah dan cara. Dari konten media sosial, menyelenggarakan webinar dan menjadi narasumber, hingga menyelenggarakan pameran seni.

Apakah kalian kerap menemui kendala saat berkampanye, atau saat menyosialisasikan mengenai ancaman krisis iklim kepada masyarakat? 

Hal ini merupakan tantangan yang seringkali dihadapi para aktivis, peneliti, hingga komunikator yang bergerak untuk isu krisis iklim. Banyaknya terminologi sains dalam menyuarakan isu krisis iklim cukup menjadi sekat. Hal ini turut disebabkan oleh belum optimalnya edukasi lingkungan di Indonesia, khususnya mengenai krisis iklim. Lebih sedihnya, informasi yang beredar dari lembaga pemantau cuaca dan media pun masih ada yang  belum mengakui krisis iklim sebagai faktor penyebab terjadinya cuaca ekstrim.

Sebagai contoh, hanya disebutkan tingginya curah hujan, tanpa menyebutkan bahwa hal ini merupakan implikasi dari krisis iklim. Bukan hanya dalam menyuarakan isu dan dampaknya, namun juga ketika membahas solusi: rendahnya literasi masyarakat akan transisi energi maupun energi terbarukan. Selain komunikasi, kita juga berhadapan status quo yang telah lama lekat pada masyarakat serta “keanekaragaman opini” dan misinformasi iklim.

Tidak hanya aksi, kami juga berperan dalam memecahkan mitos-mitos dalam konteks krisis iklim dan menyampaikan fakta [berdasarkan prinsip dan tuntutan XR, yakni Tell the Truth]. Sebagai contoh [narasi-narasi seperti] “krisis iklim merupakan fenomena alami, bukan disebabkan manusia,” “harusnya negara barat dan global north yang bertanggung jawab [terhadap krisis iklim],” hingga “kalau [kita] meninggalkan batubara, para pekerja di sektor tersebut akan terancam.” 

Tentunya, jika kita tidak melakukan aksi iklim serentak secara global, [hal ini] akan menaruh kita (terutama Indonesia) di posisi yang rentan. Padahal, transisi energi [batubara] ke energi terbarukan akan membuka lapangan pekerjaan hijau baru, mewujudkan perekonomian hijau yang lebih resilient, dan tentunya mengurangi risiko perubahan iklim.

tambang batu bara
Kerusakan lingkungan akibat mafia tambang batubara di Kalimantan Selatan(TEMPO/Arif Zulkifli)

Bagaimana koordinasi antargerakan Extinction Rebellion dari negara lain, apakah kerap kali melakukan kerja sama untuk mengusung suatu program?

Karena kita menyuarakan sebuah isu yang bersifat global, tentu ada komunikasi dengan tim internasional, baik sesama Extinction Rebellion maupun gerakan lainnya.

Ada banyak isu yang turut bersinggungan pula dengan negara lain, contohnya pinjaman untuk mendanai PLTU Indramayu dari pemerintah Jepang. Tentunya ketika dilakukan aksi bersamaan dari negara penerima donor sekaligus negara sponsor akan meningkatkan sense of urgency, sehingga lebih efektif dalam mendorong perubahan.

Bagaimana penerapan teori 3,5 persen? Apakah di Indonesia berjalan seperti yang diharapkan?

We’re getting there! Awalnya diinisiasi oleh segelintir orang di Jakarta, namun kini Extinction Rebellion sebagai gerakan sudah semakin berkembang. Bahkan kini sudah ada di berbagai daerah dan kota di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Makassar, Bali, Papua. Sehingga gerakan ini semakin besar, suara kita pun semakin keras. 

Pernahkah Extinction Rebellion “dimusuhi” karena dianggap sebagai pengganggu jalannya bisnis yang merusak alam?

Tidak perlu jauh-jauh, gerakan Extinction Rebellion di UK pernah dijuluki sebagai sekte di tahun 2019. Namun memang kami melakukan aksi atas fakta dan sains mengenai krisis iklim. Memang tidak semua orang menyukai kebenaran yang pahit, ya kan?

Dalam melaksanakan aksi langsung (turut ke jalan) tentu ada pihak yang bersinggungan dengan kami, seperti penegak hukum/keamanan (kepolisian, satpam, dst). Namun [dari situ] justru kita turut mengedukasi mereka akan apa yang menjadi keresahan dan alasan kami melakukan aksi.

Musuh sesungguhnya adalah mereka yang merusak dan mencemari lingkungan.

Juli lalu, bersama Jeda Untuk Iklim (koalisi keadilan iklim), kami menyertai pengaduan kepada Komnas HAM akan dampak krisis iklim. Dalam pengaduan tersebut, Komnas HAM turut mengakui bahwa pembiaran krisis iklim (inaction, hingga tindakan memperparah) merupakan tindakan pelanggaran HAM, karena akan mengancam pemenuhan hak hidup, hak atas pangan, hak mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan hak asasi lainnya.

XR Indonesia
Salah satu contoh kampanye nirkekerasan oleh XR Indonesia/XR Indonesia

Kerja sama apa yang sudah dilakukan Extinction Rebellion dengan organisasi lainnya yang mengusung tema sejenis?

Kami bukan NGO, melainkan gerakan. Sehingga hal ini memperluas kemungkinan untuk berkolaborasi dengan organisasi, pergerakan, bahkan individu apa saja, selama memiliki keresahan yang sama. 

Selain itu, isu ini merupakan isu yang besar dan akan memberi dampak pada semua orang. Sehingga, bukan hanya dengan mereka yang perlu bergerak dalam isu krisis iklim dan lingkungan saja. Beberapa aktivis, seniman, gerakan seni, hingga organisasi transpuan pernah berkolaborasi bersama kami seperti Wanggi Hoed, Oscar Lolang, dan Sanggar Seroja.

Harapan Extinction Rebellion untuk lingkungan Indonesia kedepannya seperti apa?

Kebijakan iklim Indonesia masih jauh dari serius. Hal ini bisa dilihat dari kesenjangan antara rekomendasi sains (IPCC) dengan kebijakan yang diadopsi dan diterapkan di Indonesia. Target penurunan emisi Indonesia saja belum sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Bahkan target jangka panjang atau Long Term Solution (LTS) Indonesia (yang merupakan bagian dari Paris Agreement) adalah mencapai Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060, padahal IPCC merekomendasikan untuk mencapai NZE di tahun 2050.

Dalam mengatasi krisis iklim, kami harap pemerintah menerapkan kebijakan yang serius; sektor industri bisa serius peduli pada lingkungan dan menghentikan tindakan yang merusak lingkungan; sektor finansial seperti bank dan asuransi bisa meninggalkan proyek kotor dan investasi ke proyek yang mendorong kelestarian lingkungan; dan [tentunya] bukan sekedar iming-iming hijau alias greenwashing semata karena untuk menghadapi krisis iklim dan melestarikan lingkungan, dibutuhkan keselarasan banyak pihak, dari yang lingkup individu hingga lingkup nasional.

meme
Selain kegiatan serius, kadang juga XR Indonesia menyindir dengan meme/XR Indonesia

Saat ini kami sedang mendorong deklarasi darurat iklim melalui petisi di Change.org. Dengan deklarasi ini, harapannya semua kebijakan yang mengancam dan merusak lingkungan dan kehidupan bisa dicabut. Petisi ini telah diserahkan melalui Kantor Staf Presiden kepada Presiden Joko Widodo pada Rabu, 10 Agustus 2022. Namun hingga kini belum ada tanggapan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *