Tulisan ini kolaborasi antara WWF-Indonesia dan TelusuRI
Namaku Annisa Wandha Sari dan biasa dipanggil Wandha. Aku adalah dokter hewan di Kamp Elephant Flying Squad (Tim Patroli Gajah) WWF. Kamp WWF ini terletak di Taman Nasional Tesso Nilo, Provinsi Riau.
Elephant Flying Squad adalah sebuah tim yang terdiri dari pawang (mahout) dan gajah terlatih.
Tim yang pertama kali diperkenalkan oleh WWF-Indonesia dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo pada 2004 ini bertugas melakukan penggiringan gajah liar yang memasuki kebun masyarakat untuk kembali ke habitatnya di Taman Nasional Tesso Nilo sehingga dapat mengurangi konflik antara gajah dan manusia.
Sehari-hari, tugasku adalah melakukan tindakan medis, mulai dari perawatan, pengobatan, hingga pencegahan penyakit, terhadap gajah jinak di sana.
Intinya, aku mesti memastikan bahwa gajah-gajah jinak di Taman Nasional Tesso Nilo dalam keadaan sehat dan sejahtera. Namun, jika ada gajah liar yang sakit, bersama-sama Tim Medis BKSDA aku juga ikut membantu mengobati.
Demi kelestarian gajah sumatera
Mendiagnosis penyakit pada gajah tidak semudah mendiagnosis penyakit pada hewan lainnya. Pada gajah, gejala baru akan muncul saat kondisi sudah parah. (Sedihnya, obat-obatan untuk gajah susah didapatkan di Riau.)
Selain itu, kesehatan seekor gajah tidak semata tergantung pada gajahnya saja, melainkan juga pada lingkungannya. Semakin berkurang (atau mengecil) habitatnya, nutrisi yang tersedia akan semakin sedikit. Alhasil, gajah harus disuplai dengan suplemen buatan manusia.
Ada satu peristiwa yang cukup berkesan saat aku mendampingi gajah, mulai dari ia hamil, diperiksa menggunakan USG, hingga melahirkan anaknya. Itu adalah pengalaman yang sangat menakjubkan. Aku terharu melihat gajah itu meneteskan air mata ketika kami menyemangatinya agar kuat untuk melahirkan.
Saya pun kemudian paham bahwa gajah hanya akan bertahan selama kita, bersama-sama, mampu menjaga mereka dari kepunahan. Kita harus belajar berbagi ruang dan hidup berdampingan dengan gajah agar tercipta sebuah keseimbangan. Konsep berbagi ruang itulah yang selalu kami kampanyekan demi kelestarian gajah sumatera.
Mereka pun sama seperti kita: punya keluarga, perlu tempat tinggal yang nyaman, dan butuh makanan yang cukup.
Siapa lagi yang akan menjaga gajah sumatera jika bukan kita
Jalan yang kutelusuri sekarang berawal dari keberanian mengambil profesi yang berbeda dari teman-teman lainnya. Namun, terus terang, aku sempat takut juga ketika melihat berita-berita soal kematian manusia akibat gajah. Bahkan, ketika akhirnya terjun ke lapangan, sempat terpikir untuk pergi.
Tapi, melihat tatapanmu yang penuh arti dan berlinang air mata, aku tak bisa pergi. Engkau menyentuh hati ini, seakan berkata: “Jangan pergi lagi. Tinggallah bersama.”
Selain gajah sumatera di Taman Nasional Tesso Nilo, yang membuatku bertahan adalah dukungan orang tua, sahabat, dan rekan kerja. Mereka tak pernah putus memberikan semangat dan motivasi. Aku harus bisa. Aku harus bertahan untuk mereka.
Sekarang, aku merasa bahwa ini bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan wujud rasa cintaku pada mereka—si teman besar. Lagipula, jika bukan kita, siapa lagi yang mau membantu mereka?
Sehat selalu, teman besarku. Semoga kelak anak cucuku dan generasi masa depan juga dapat merasakan hangatnya pelukmu dan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa engkau masih ada untuk keseimbangan Bumi ini.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
2 komentar
Sangat terpesona dan terharu melihat keakraban dokter Wandha sebagai dokter hewan dg pasien dan sekaligus teman yg dijuluki teman besarnya.
Smg dokter wandha sll dilindungi Allah dan semangat terus utk berbagi pengalamannya …
Maju terus wwf membantu makhluk hidup lainnya
Salam hangat dari kami di jakarta….
Salam Wwf
Iya, Kak. Mari kita dukung usaha dr. Wandha untuk terus merawat gajah sumatera. 🙂