Sejujurnya saya agak malas kalau disuruh mengantre bubur krecek untuk sarapan orang rumah. Alasannya sederhana, saya jarang mendapati sayur krecek yang enak versi lidah saya. Sebagian besar bubur krecek yang pernah saya cicipi rasanya cenderung hambar. Plus kuahnya terbilang agak encer.

Apalagi kalau ketambahan bungkus yang digunakan untuk mengemas bubur tidak diberi tambahan daun pisang yang agak layu. Lha wong diberi tambahan pelapis daun pisang saja kuah kreceknya bisa tembus sampai ke kertas makan, kok. Terlebih jika buburnya cuma dibungkus dengan kertas minyak  berwarna cokelat itu. Selain bubur akan langsung terkena lapisan plastik pada bungkus, bisa-bisa rembesan kuah kreceknya jadi lebih banyak. Kalau sudah begini, sesampainya di rumah, ada kemungkinan kuah sayur kreceknya bisa menyusut sampai habis. 

Meski terkesan sepele, tetapi hal-hal yang demikian membuat saya cukup malas untuk membeli bubur krecek sebagai menu sarapan. Apalagi kalau orang rumah maunya bubur yang masih panas. Mau makan di tempat, kok, kasihan sama simbah yang sudah pakai alat bantu jalan. Mau dibawa pulang harus sabar dengan antrean yang selalu mengular. Karena sering merasa sayang akan kuah krecek yang kerap merembes, biasanya saya membawa rantang empat tingkat.

Selain mengurangi produksi sampah harian, minimal kuah kreceknya tidak ada yang bocor. Namun, karena saya bisanya bawa sepeda motor, jadinya kalau beli bubur dengan rantang harus dibantu ibu. Sayangnya, ketidaksukaan saya untuk mengantre bubur terbentur pada kondisi nenek dan ibu yang kini tengah sakit. Jadi, perkara beli bubur untuk sarapan harus saya lakukan sendiri. dan belinya harus yang agak jauh dari rumah.

Mengapa demikian? Soalnya ibu dan nenek saya lebih menyukai bubur buatan Mbah Reso. Lebih tepatnya, ibu hanya berselera makan kalau buburnya didapat dari warung yang beralamatkan di di Jalan Bantul Km. 7,5, Sewon, Bantul, Yogyakarta itu. Mbah Reso sendiri merupakan nama pemilik kedai gudeg dengan menu andalan berupa bubur dan mangut lele tersebut.

  • Demi Sebungkus Bubur Gudeg Mbah Reso
  • Demi Sebungkus Bubur Gudeg Mbah Reso

Gudeg Mbah Reso, Andalan Warga Bantul

Ada yang penasaran kenapa namanya Gudeg Mbah Reso, tetapi menu utamanya malah bubur dan mangut lele? Nah, di sinilah letak keunikannya. Ternyata bubur buatan Mbah Reso ini menyediakan gudeg basah sebagai salah satu tambahan menu pendampingnya. Jadi, dalam seporsi bubur di kedai ini, selain diberi sayur krecek juga bisa minta tambahan gudeg basah. 

Awalnya saya merasa sedikit aneh, kok, bisa-bisanya bubur dikasih tambahan gudeg. “Apa enggak enek?” gumam saya ke ibu suatu pagi. Ternyata setelah dicoba, ya, enak-enak saja. Rasanya jadi seimbang antara gurihnya bubur, asin pedasnya sayur krecek, dan manisnya gudeg krecek. Selain tipikal bubur yang kental dan gurih, cita rasa sayur krecek di sini memang enak. Cocok buat pencinta cita rasa asin dan pedas yang agak kuat.

Menariknya lagi, seporsi bubur di sini hanya dibanderol dengan harga Rp5.000 saja. Memang agak mahal kalau dibandingkan bubur krecek di dekat rumah, yang seporsinya bisa dibawa pulang dengan tiga lembar uang seribuan saja. Akan tetapi, kalau sudah membandingkan rasanya, niscaya selisih dua ribu tak lagi jadi pertimbangan untuk memilih bubur yang terletak di kawasan Monggang ini.

Setelah beberapa kali mencicipi bubur kreceknya, ternyata perut saya lebih memilih untuk sarapan dengan nasi. Kalau cuma sarapan bubur, selang dua atau tiga jam ternyata rasa lapar sudah kembali mendera. Alhasil sebelum jam makan siang saya harus kembali memasak. Karena rasa malas kadang datang secara tiba-tiba, itulah sebabnya saat kembali ke Mbah Reso saya lebih memilih untuk membawa pulang sekalian mangut lelenya.

Sejak pertama kali berkenalan, mangut lele Mbah Reso menjadi favorit saya. Kalau teman-teman penggemar mangut lele pedas, kemungkinan besar akan cocok dengan mangut lele dari warung yang bangunannya bercat putih tersebut. Bumbu lele yang medok dan meresap, ditambah aroma smokey yang menguar pada lele membuat mangut buatan Mbah Reso terasa begitu nglawuhi. Bahkan, sisa kuahnya saja terasa enak. Tapi memang, cocoknya buat “teman” makan besar. Kalau hanya sekadar digado rasanya masih keasinan.

Menu Pelengkap Lainnya yang Harus Dicoba

Selain bubur krecek dan mangut lele, saya juga suka beli tambahan sayur untuk pelengkap bubur krecek. Biasanya saya memesan sayur krecek, gudeg basah, mi goreng, gorengan, dan kudapan baceman, seperti tahu bacem dan koro bacem. Kalau ibu saya lebih suka menyantap bubur dengan tambahan mi goreng, sedangkan bapak saya senang dengan tambahan gudeg dan baceman koronya.  

Sementara saya pribadi lebih menyukai tambahan kuah dan tahu plempung (tahu pong) yang terdapat dalam sayur kreceknya. Menyantap bubur hangat dengan kuah pedas menjadi kombinasi enak versi lidah saya. Apalagi kalau makannya ditambah dengan mendoan, maka bubur krecek akan jadi sarapan yang paripurna. Namun,kalau disuruh memilih, ya, saya tetap tim sarapan pakai nasi. 

Kalau teman-teman penasaran dengan bubur Mbah Reso, saran saya jangan datang lebih dari pukul tujuh pagi. Soalnya waktu segitu biasanya buburnya sudah habis. Saya pribadi kalau dapat titah untuk antre bubur, pukul 06.00 kurang sudah keluar dari rumah. Minimal biar masih kebagian semua incaran olahan tangan Mbah Reso. 

Oh, ya. Warung Gudeg Mbah Reso juga menyediakan tempat untuk ngiras, loh. Sebutan untuk langsung makan di sana. Bagaimana, ada yang tertarik mencicipinya juga?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar