Sejak dulu sungai telah memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada masa lalu, sungai bukan hanya memiliki peran vital sebagai sumber air untuk kehidupan manusia sehari-hari, melainkan juga sebagai jalur perdagangan dan transportasi. Kini peran sungai menjadi bertambah menjadi tempat olahraga dan rekreasi yang menarik. 

Wisata olahraga dan rekreasi di sungai telah memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat modern. Penggabungan antara menikmati keindahan alam dengan aktivitas olahraga yang seru, dapat membangun hubungan yang lebih dekat antara manusia dan sungai. Arung jeram merupakan salah satu aktivitas olahraga sekaligus rekreasi dengan memanfaatkan aliran sungai, yang saat ini cukup populer.

Di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, salah satu sungai yang dimanfaatkan sebagai destinasi wisata arung jeram adalah Sungai Klawing. Sungai terbesar di Purbalingga ini berhulu di Gunung Slamet dan Pegunungan Serayu Utara. Sungai ini mengalir di sepanjang Kabupaten Purbalingga dan bermuara di Sungai Serayu, Kabupaten Banyumas. Pada April 2021 lalu, sebuah kesempatan menarik bagiku bisa mengarungi sungai ini beserta sungai muaranya.

Menuju Basecamp Sungai Klawing

Suatu siang, sebuah mobil bak yang diberi rangka bambu dengan terpal menutupi sisi-sisinya sudah bertengger di depan basecamp kami. Kendaraan inilah yang akan kami gunakan menuju Purbalingga. Di dalam mobil, gulungan perahu karet serta peralatan lainnya sudah tertata rapi. Sekarang tinggal menunggu beberapa personel tim yang baru selesai salat Jumat dan juga sebagian lainnya yang mengambil barang bawaan di kos.

Tepat pukul 16.00 WIB, saat tim sudah lengkap barulah kami bisa berangkat. Perjalanan kali ini terasa sangat lama dan membosankan. Selama perjalanan kami harus berada di mobil yang tertutup terpal dan berdesak-desakan. Suasana yang pengap dan tak bisa melihat pemandangan sekitar, membuat kami tidak bisa melakukan apa pun selain tidur. Pukul 21.00 akhirnya penderitaan di dalam mobil itu selesai. Kami telah sampai di basecamp Klawing.

Basecamp Klawing terletak di sebelah utara kota Purbalingga. Tepatnya di Desa Onje RT 02 RW 03, Kecamatan Mrebet, Purbalingga. Begitu turun dari mobil, sebuah perkampungan sepi adalah pemandangan pertama yang kami jumpai. Beberapa hari sebelumnya, kami telah mengabari pihak basecamp Klawing bahwa personel pengarungan kali ini jumlahnya banyak. Kami direkomendasikan untuk menyewa salah satu rumah warga sebagai tempat menginap. 

Setelah bertegur sapa sebentar dengan pemilik rumah, sebagian dari kami berangkat menuju Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Banyumas untuk mengambil perahu. Kami bersyukur, berkat bantuan kenalan kami dari mahasiswa pecinta alam (mapala) di Purwokerto, kami bisa mendapat pinjaman perahu. Tentu hal ini sangat menguntungkan karena menghemat anggaran biaya sewa perahu. 

Sungai Klawing yang Surut

Esok hari, waktu pengarungan tiba. Aku sudah tidak sabar ingin merasakan sensasi mendebarkan tatkala perahu melewati jeram. Namun, sayangnya aku mengarung pada kloter kedua, yang merupakan pengarungan dengan pemetaan sungai. Sedangkan pengarungan pertama hanyalah survei saja. Ya, sudahlah. Sepertinya melanjutkan tidur lagi sembari menunggu giliran juga tak masalah.

Sekitar pukul 10.00 pengarungan pertama baru selesai. Meski begitu, kami tidak bisa langsung mengarung kembali. Karena pengarungan kedua targetnya pemetaan jeram Sungai Klawing, jadi kami harus melihat terlebih dahulu hasil survei yang telah didapat. Selanjutnya merapatkan rencana pemetaan yang akan dilakukan, seperti jeram mana saja yang akan dipetakan, titik-titik yang rentan bahaya, serta pembagian tugas masing-masing personel tim.

Tepat pukul 11.00 kami memulai pengarungan kedua. Kami berangkat menuju start pengarungan, yaitu Jembatan Jl. Raya Banjarsari. Kira-kira hanya 15 menit dari basecamp Klawing. Sewaktu tiba di sana, aku sedikit terkejut saat melihat sungai yang mengalir di bawah jembatan.

Lah, sungainya kok surut?” ucapku saat melihat banyak batu di sepanjang penampang sungai. Sewaktu briefing pemetaan tadi, aku hanya melihat titik-titik jeram di peta yang ditunjukkan oleh tim survei. Aku belum sempat melihat hasil foto pada pengarungan pertama, sehingga aku sedikit kecewa tatkala melihat Sungai Klawing pertama kali. Ah, mungkin nanti di pertengahan sungai arusnya makin deras. Aku mencoba menghibur diri sendiri.

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Kegiatan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut/Lya Munawaroh

Kelaparan saat Mengarung

Seperti biasa, sebelum pengarungan kami pemanasan dulu di tepi sungai. Usai pemanasan, kami tidak bisa langsung menaiki perahu. Kami harus melakukan lining lebih dulu, yaitu teknik membawa perahu dengan cara menuntun perahu saat medan di sungai tidak bisa diarungi. Cukup jauh kami melakukan lining, hingga mencapai bagian sungai yang tidak terdapat batu. Kami pun mulai mengarung dan berhenti saat sampai di jeram yang telah ditandai sebelumnya.

Beberapa personel berbagi tugas untuk mendapatkan data-data berupa lebar sungai, panjang jeram, jarak antarjeram, kedalaman jeram, gradien (kemiringan jeram), dan kuat arus jeram. Kegiatan pengambilan data ini berulang pada setiap jeram yang telah kami tandai. Kondisi sungai yang debitnya kecil memudahkan kami melakukan pemetaan. Namun, di sisi lain kami juga kesulitan dalam mengarung. 

Kondisi Sungai Klawing waktu itu memang sedang surut karena curah hujan yang menurun. Sepanjang sungai kami menemukan banyak stopper, penghalang atau penghambat dalam suatu pengarungan, biasanya berupa bebatuan besar yang muncul di tengah-tengah sungai. Namun, di Sungai Klawing ini tidak hanya batuan besar, tetapi juga banyak batu kecil juga muncul di permukaan akibat sungai yang surut. Tak jarang perahu kami mengalami wrap (tersangkut).

Waktu terus berjalan. Pukul 13.00 kami seharusnya sudah istirahat dan makan. Akan tetapi, saat itu kami masih memetakan jeram keempat dari total tujuh jeram. Lokasi kami juga masih jauh dari jembatan, tempat teman kami menunggu untuk menyerahkan makan siang kami. Kami semua sudah mulai kelelahan. Terik matahari dan perut yang kosong membuat kami tidak fokus. 

Kami sangat kelaparan, tetapi dalam kondisi seperti ini biar bagaimanapun pemetaan harus diselesaikan. Kami pun melanjutkan pemetaan setelah mengganjal perut dengan makan beberapa camilan yang ada di dry bag. Sore hari, kami baru saja sampai di jeram terakhir. Tak lama setelahnya kami akhirnya sampai di titik finish pengarungan, yaitu basecamp Sungai Klawing. 

Ada kejadian lucu saat di finish point. Salah satu perempuan dari kami terjatuh dari perahu. Ia terlihat agak kesusahan berenang menepi. Kemudian satu laki-laki dari kami turun ingin membantu, tetapi saat ingin berenang menghampiri ternyata air sungai hanya sepinggangnya saja. 

Ia berkata, “Ini loh cuma sepinggang airnya, nggak usah berenang. Sini jalan aja!” Kami semua pun tertawa. Ada-ada saja temanku itu, padahal arus airnya juga tidak terlalu deras.

Rencana Dadakan Mengarungi Sungai Serayu

Malam hari setelah mengolah data hasil pemetaan, kami merasa data yang kami peroleh sudah cukup sehingga tidak perlu melakukan pemetaan ulang. Oleh karena itu, esok hari kami memutuskan untuk mengarungi sungai lainnya yang dekat dengan Sungai Klawing. Ini benar-benar rencana yang sangat mendadak, tetapi kami tetap mempersiapkan kebutuhan pengarungan dengan baik. Kami mulai mencari tahu karakter sungai yang akan diarungi dan tak terkecuali mengecek prakiraan cuaca besok. 

Sungai terdekat dari Purbalingga tentunya adalah Serayu. Muara Sungai Klawing ini membentang dari timur laut ke barat daya sejauh 181 km. Hulu sungai ini berasal dari lereng Gunung Prau di wilayah Dieng, Wonosobo. Mata airnya dikenal sebagai Tuk Bima Lukar. Total daerah aliran sungai Serayu mencapai luas 4.375 km² dengan banyak anak sungai. 

Sekitar pukul 03.00 kami semua telah bangun dan bersiap-siap untuk berangkat menuju Sungai Serayu, Banjarnegara. Kami semua menaiki pick-up dan siap memulai perjalanan. Tidak lupa sebelumnya kami berpamitan lebih dulu kepada pemilik rumah, dan melakukan checking alat supaya tidak ada yang tertinggal. 

Perjalanan ke Serayu ternyata cukup jauh. Sepanjang perjalanan lebih banyak kami gunakan dengan gantian tidur. Melakukan pemetaan Sungai Klawing yang sedang surut cukup melelahkan bagi kami. Sesampainya di titik start Sungai Serayu, kami segera menurunkan perahu dan peralatan lalu melakukan pemanasan.

Setelah itu cukup lama kami menunggu guide yang akan mendampingi kami. Untuk bisa mengarungi Sungai Serayu, kami harus didampingi oleh satu guide dengan biaya jasa sebesar Rp150.000 dalam satu kali pengarungan. 

Begitu guide datang, kami briefing sebentar. Ternyata kami belum boleh mengarung, karena harus menunggu wisatawan lain agar bisa mengarung bersama. Sambil menunggu, guide sempat mengajari kami teknik menyeberangi sungai berarus. Beliau melatih kami mendayung melawan arus dengan memanfaatkan jeram yang tidak terlalu jauh dari start pengarungan.  

Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya perahu wisatawan yang amat banyak itu pun tiba. Kami segera menaiki perahu. Semua personel dibagi menjadi dua kelompok dan menempati dua perahu yang berbeda. Untuk perahu pertama harus bersama guide. Perahu kami sudah mulai memasuki arus utama (mainstream) sungai. Jeram pertama yang kami lalui adalah jeram standing waves yang cukup tinggi. 

Dari Sungai Klawing ke Serayu, Mengarung Tanpa Ragu
Jeram standing waves Sungai Serayu yang menantang/Lya Munawaroh

Kami harus tetap fokus agar tidak terjatuh dari perahu. Tak hanya jeram pertama, tetapi juga banyak jeram di sungai Serayu yang sangat menantang. Sudah setengah perjalanan, kami melihat jeram yang tidak boleh dilalui karena sangat bahaya dan di jeram tersebut terdapat undercut. Undercut merupakan cerukan yang relatif dalam pada suatu sungai akibat arus sungai yang menghantam dinding tebing atau batu.

Hampir setengah jam perjalanan dan jeram-jeram yang cukup deras telah kami lewati, akhirnya kami tiba di titik pemberhentian, yaitu “The Pikas”. Setelah itu kami segera menaikkan perahu kami dan bersiap menuju titik awal kembali. Sesampainya di lokasi awal, karena hari sudah mulai siang kami menyempatkan mengisi perut dengan membeli makan siang di sekitar titik start.

Selepas makan, kami hendak melakukan pengarungan untuk yang kedua kalinya. Namun, guide kami tidak bisa mendampingi. Sungguh disayangkan karena pengarungan Sungai Serayu ini sangat seru dan menantang. Debit sungai cukup besar dan berarus deras. Setiap jeramnya yang berjarak cukup dekat antar jeram begitu memacu adrenalin. Meskipun sangat singkat, pengarungan kali ini tetap memiliki kesan tersendiri bagi kami. 

Setiap pengarungan, baik di sungai yang sama ataupun berbeda, pasti menghadirkan cerita dan kesan masing-masing. Cerita dan kesan itulah yang memberikan pengalaman tak terlupakan. Entah di Sungai Klawing atau Sungai Serayu, kami akan terus mengarung tanpa ragu.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar