Travelog

Dari Sipon Menuju Dermaga Calingcing

Bagi para mancing mania, khususnya yang berada di Jawa Barat, perempatan Sipon bukanlah tempat asing. Perempatan ini berada persis di jalur utama Bandung—Cianjur. Jika dari arah Bandung, posisinya berada di sebelah barat Pasar Cipeyeum, kira-kira sekitar 3 kilometer.

Dari perempatan ini, ada jalan ke arah utara. Nama jalannya Jalan Simatupang. Ujung jalan ini adalah Dermaga Calingcing. Saban hari, puluhan hingga ratusan pemancing datang ke Dermaga Calingcing. Lebih-lebih pada akhir pekan, atau hari libur. Rata-rata, mereka menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat.

Begitu sampai dermaga, mereka memarkir kendaraan mereka lantas menyewa perahu menuju saung apung, yang menyesaki sebagian wilayah perairan Waduk Cirata. Di atas saung apung itulah mereka melampiaskan hasrat memancing mereka.

Lama mereka memancing bervariasi. Paling pendek setengah hari. Kebanyakan sampai sehari semalam. Namun, tak jarang ada yang sampai dua hari dua malam berada di saung apung, asyik memancing—di selang tentu saja dengan tidur beberapa jam, makan minum, salat (bagi mereka yang beragama Islam), dan buang hajat.

Dermaga Calingcing
Jalan Menuju Dermaga Calingcing/Djoko Subinarto

Dermaga Calingcing masuk ke dalam wilayah Desa Sindangjaya, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Desa ini merupakan desa hasil pemekaran Desa Gunung Halu. Data terakhir menyebut penduduk Desa Sindangjaya berjumlah 6.321 jiwa. Adapun luas wilayahnya sekitar 379.654 meter persegi.

Sudah sejak lama saya mendengar Dermaga Calingcing dari teman-teman saya yang hobi mancing. Namun, baru Sabtu (25/12/2021) pagi, saya berkesempatan melihat langsung dermaga ini dan sekaligus menikmati panoramanya selama beberapa puluh menit saja.

Sabtu pagi itu, sekitar pukul 07.39 WIB, saya sudah berada di perempatan Sipon sisi selatan. Udara cerah dan suhu ada di kisaran 21 derajat Celcius. Lumayan sejuk. Setelah menyeberang Jalan Raya Bandung—Cianjur, saya bergegas masuk ke Jalan Simatupang. Sisa-sisa hujan yang kemungkinan turun semalam tampak masih terlihat jelas di sebagian jalan yang berupa beton cor itu yang nampak basah.

Beberapa puluh meter, terlihat sawah membentang di sisi kiri jalan. Sementara di sisi kanan jalan, membentang irigasi yang airnya mengalir dari arah utara ke selatan. Di tepi sawah, di pinggir jalan, saya berhenti. Sekadar menikmati panorama persawahan.

Saat tengah berdiri menikmati panorama persawahan itu, tiga orang ibu berkerudung melintas.

Dermaga Calingcing
Hamparan sawah/Djoko Subinarto

Punten,” kata salah seorang ibu yang berjalan di paling depan. Yang lantas saya jawab dengan, “Mangga.”

Kata ‘punten’ (bahasa Sunda), selain bermakna ‘maaf’, juga dapat bermakna ‘permisi’. Adapun kata ‘mangga’ secara harfiah dapat berarti antara lain ‘silahkan’. 

Setelah beberapa jenak menikmati panorama persawahan, saya meneruskan perjalanan. Berselang beberapa saat kemudian, tampak beberapa buruh tani sedang duduk di bawah sebuah pohon rindang. Mereka terlihat tengah bersantap pagi sebelum memulai kembali bekerja di sawah.

Umumnya, para buruh tani ini bekerja hingga tengah hari (waktu Dzuhur). Namun, ada juga yang bekerja hingga sore menjelang (waktu Ashar). Dalam bahasa Sunda, diistilahkan dengan sabedug (untuk buruh tani yang bekerja hingga tengah hari) dan dua bedug (untuk yang bekerja hingga sore menjelang).

Berbicara soal lahan padi, Kabupaten Cianjur hingga saat ini masih menjadi sentra padi untuk Provinsi Jawa Barat. Merujuk pada data Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Kabupaten Cianjur merupakan wilayah sentra produksi padi ke-2 di Jawa Barat, dengan luas sawah mencapai 361.000 hektare. Terbagi ke dalam 32 Kecamatan dan 354 Desa. 

Jadi, tak perlu heran kalau kalian blusukan ke daerah Cianjur, masih dapat menemui banyak panorama persawahan, seperti halnya yang saya alami ketika menyusuri Jalan Simatupang untuk menuju Dermaga Calingcing pagi itu.

Relatif Dekat

Jarak dari perempatan Sipon ke Dermaga Calingcing sekitar 4,9 kilometer. Jalan sebagian sudah beton. Akan tetapi, di separuh jalan, ada beberapa segmen yang berupa jalan batu dan tanah. Jika hujan deras turun, jalan ini lebih mirip kubangan lumpur.

Namun, mendekati dermaga, jalan kembali berupa beton mulus. Agak menurun dan tak bisa dilewati sekaligus oleh dua mobil dari arah yang saling berlawanan. Ketika saya menuruni jalan ini, dua mobil odong-odong sedang melaju perlahan menuju arah dermaga. Penumpangnya anak-anak, yang sebagian didampingi oleh ibu mereka.

Mendekati dermaga, di kanan-kiri, terdapat sejumlah warung. Tak sedikit pemancing, sebelum menuju saung terapung, rehat terlebih dahulu dengan ngopi-ngopi sejenak atau menikmati makanan berat di warung.

Dermaga Calingcing
Lahan parkir/Djoko Subinarto

Lahan parkir di sekitar dermaga dibuat tiga tingkat. Pemilik kendaraan bebas memilih mau memarkir kendaraannya di parkiran sebelah atas, di parkiran paling bawah atau di tengah-tengah.

“Sekarang airnya sedang surut, jadi bisa parkir di lahan yang paling bawah,” kata salah seorang warga yang hari itu sedang bertugas sebagai juru parkir.

Tatkala saya sampai di dermaga, puluhan kendaraan sudah terparkir rapi. Para pemilik kendaraan tentu saja sedang asyik memancing di tengah waduk. Sebagian besar dari mereka boleh jadi datang pada malam sebelumnya, dan mungkin baru pulang menjelang petang.

Dermaga Calingcing
Waduk Cirata/Djoko Subinarto

Puluhan perahu terparkir di pinggir waduk. Perahu-perahu itu siap mengantarkan pemancing ke tengah waduk, juga mengantar pemilik warung nasi yang hendak mengantarkan nasi pesanan kepada para pemancing. Pun, mengantar para wisatawan yang hanya ingin berwisata perahu mengitari waduk.

Sekitar 200-an meter dari tempat saya berdiri, seorang pengemudi perahu sedang melakukan perbaikan di atas atap sebuah perahu berwarna biru. Terdengar suara yang menunjukkan ia sedang melakukan sesuatu.

Tak beberapa lama, sebuah angkot carteran memasuki parkiran dan berhenti. Para penumpangnya kemungkinan berasal dari sebuah keluarga. Tak lama berselang, sebuah mobil pick-up terbuka juga merapat ke parkiran. Jumlah penumpangnya terlihat jauh lebih banyak daripada jumlah penumpang angkot. 


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Menyantap Lotek di Warungkondang