Berada di Kepulauan Seram Bagian Timur ini membuat kita harus paham bagaimana menyiasati kegiatan saat cuaca tak menentu. Agenda untuk ke Pulau Amarsekaru yang awalnya dijadwalkan pagi hari harus ditunda karena hujan turun lebat di pulau itu. Padahal di Pulau Gorom tempat kami berada walaupun langit tertutup awan tapi belum ada tanda-tanda air akan turun dari langit. Langit yang abu-abu pucat tampak seperti payung raksasa, pertanda bahwa hujan turun hanya di Danau Soli Pulau Amarsekaru.
Baling-baling perahu-motor cepat Napoleon mulai berputar, mengeluarkan buih-buih dari dalam laut. Bang Rico sang juru mudi mulai menarik gas pelan-pelan. Gerimis mulai menyertai kami.
Awalnya saya mengira nama perahu ini merujuk pada pemimpin Perancis yang terkenal saat Perang Revolusi. Ternyata saya sok tahu. Napoleon yang dimaksud adalah ikan karang yang populasinya sudah mulai di ambang kepunahan seiring dengan banyaknya karang yang rusak.
“Setiba di pulau nanti, hujan akan menjauh. Lihat saja arah awannya yang sudah mulai keluar dari pulau,” Bang Rico meyakinkan saya seperti seorang pembaca berita cuaca meyakinkan pemirsa. Mesin perahu membuat kami mulai melaju kencang namun stabil. Haluan memecah ombak berkali-kali.
Sudah hampir sejam berlalu, entah sudah berapa “polisi tidur” kami lewati. Perahu kami mendarat mulus di tepi Pantai Amarsekaru di antara ombak-ombak yang naik turun. Tidak ada tanda petunjuk informasi, hanya sebuah gazebo beratap biru yang sudah mulai tertutup oleh semak belukar.
Walaupun begitu kami masih bisa melihat bahwa di sebelah gazebo itu terdapat jalan yang mengular. Jika tidak diberitahu bahwa itu adalah jalan masuknya, mungkin saya takkan pernah tahu kalau itu jalan menuju Danau Soli, tempat yang akan kami kunjungi siang ini. Kami pun mulai jalan masuk menyusuri setapak yang sudah dibuat permanen dengan semen ini.
Hanya butuh waktu kurang dari seperempat jam untuk sampai ke Danau Soli dari tepi pantai. Mungkin kalau jalan tak basah dan licin bisa lebih cepat. Yang memperlambat kami adalah air yang menggenang sepanjang jalan membuat jalur jadi licin dan berlumut. Jalan yang seharusnya mempermudah pejalan kaki malah sebaliknya membuat kami hampir terjatuh berkali-kali.
Danau Soli yang berada di Desa Amarsekaru sudah dikenal hingga mancanegara. Menurut kabar banyak turis asing yang sengaja mampir karena keunikannya sebagai danau air asin dan tempatnya yang masih alami. Sudah beberapa tahun ini banyak kapal pesiar yang mampir ke kawasan Pulau Gorom karena pesona bawah lautnya.
Danau biru mulai tampak. Tak berapa lama kami sampai. Ketika yang lain memilih bersantai di pendapa yang tersedia, saya memilih untuk menceburkan diri ke dalam danau. Saya sudah tak sabar lagi untuk memastikan keasinan Danau Soli. Saya lalu mencoba merasakan dengan lidah sendiri rasa air danau itu. Ternyata memang asin.
Bagi kita yang terbiasa bermain air asin di pantai, sensasi berenang di danau soli memang terasa berbeda. Apalagi sekeliling danau adalah hutan lebat. Walaupun saya tak membawa peralatan snorkeling, kejernihan airnya membuat saya dapat melihat ke dalam dari permukaan. Ikan-ikan kecil berenang ke sana kemari. Menurut cerita warga, dari danau ini ada aliran yang menembus ke laut. Jadi Danau Soli jika dilihat dari atas tampak seperti laguna di tengah pulau.
Belum letih saya bermain, teman-teman sudah memanggil untuk keluar dari dalam danau: “Kita ke atas, yuk? Selain ini ada lagi di atas sana. Tidak jauh, kok.”
Danau Soli terbagi dua, yakni Danau Soli Besar dan Danau Soli Kecil. Tempat saya berenang tadi adalah Soli Kecil. Dan teman-teman memanggil saya untuk ikut ke Danau Soli Besar. Berbeda dari Danau Soli kecil, Danau Soli besar seperti dikurung oleh dinding-dinding karang yang megah.
Hanya ada satu pendopo yang tersedia di sini. Berada di atas tebing, dengan Danau Soli di bawahnya, menjadikan tempat ini salah satu spot favorit untuk berfoto. Selain itu Danau Soli besar juga tempat yang cocok bagi penyuka cliff jumping. Tapi tenang saja, buat kamu yang takut ketinggian ada jalur setapak menuju danau.
Ternyata berenang dikelilingi tebing-tebing karang dan juga danau yang dalam adalah pengalaman yang bercampur aduk. Suasana sunyi, tebing tinggi yang misterius, dan juga kedalaman Danau Soli yang mendebarkan hati membuat saya merasakan pengalaman yang benar-benar berbeda.
Mendung memang sudah pergi, tapi sepertinya sore mulai menyergap. Tanpa komando kami mulai bergegas turun dan menuju pantai. Kaki sudah mulai terbiasa. Jalan licin yang sebelumnya menjadi rintangan terberat membuat kami terlatih untuk menjaga keseimbangan agar tak terjatuh.
Mendung mulai disusupi oleh warna-warna khas senja. Sejenak kami menikmati senja di tepi pantai. Abu-abu berkelahi dengan kuning keemasan. Tapi matahari sepertinya kalah. Ia tetap tak tampak sampai gelap datang.