Konsorsium CREATE (Creative Youth for Tolerance), menyelenggarakan ‘CREATE‘ Moments: Pameran Seni dan Budaya untuk Toleransi, serentak di tiga kota: Bandung, Surabaya, dan Makassar, pada 20-23 Januari 2022. Kegiatan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap karya anak muda khususnya siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat, serta perwujudan kolaborasi yang telah dibangun CREATE dengan mereka selama kurang lebih satu tahun ke belakang.
“Kita menghadapi ragam kasus intoleransi di berbagai daerah dengan varian isu yang kompleks. Pelarangan rumah ibadah dan menjalankan ibadah, bullying karena faktor identitas primordial maupun ekspresi gender, persekusi terhadap kelompok rentan tertentu dan yang lainnya. Kasus intoleransi terjadi sporadik dan persisten. Dari sisi organisasi masyarakat sipil, program yang terkait dengan perlindungan HAM, perdamaian dan toleransi juga terus digerakkan.” Ungkap Mohamad Miqdad, Project Manager, CREATE.
Miqdad melanjutkan, “Creative Youth for Tolerance (CREATE) atau Kreasi Anak Muda untuk Toleransi adalah program yang diharapkan berkontribusi dalam membangun lingkungan yang damai dan toleran. Daya kreasi anak muda dalam menyikapi isu intoleransi, yang diartikulasikan melalui pendekatan seni dan budaya selayaknya diapresiasi dan dirawat. Mereka berupaya membangun kesadaran dalam bahasa universal tentang kesetaraan dan persaudaraan. Karya-karya mereka adalah refleksi bahwa upaya untuk menjadikan Indonesia lebih toleran adalah juga upaya yang persisten. Dari mereka kita mendapatkan tambahan asa dan keyakinan tentang masa depan negara-bangsa yang kita cinta ini.”
‘CREATE‘ Moments mencoba untuk mengangkat dan menggaungkan isu-isu seputar toleransi, keberagaman, kesetaraan gender, dan inklusi sosial melalui kegiatan pameran dan ragam aktivitas berkesenian lainnya. Konsorsium CREATE mengadopsi pendekatan berbasis seni dan budaya yang inovatif sebagai titik masuk bagi upaya mempromosikan toleransi dan pluralisme di tingkat sekolah, serta meningkatkan peran guru dan orang tua dalam mendukung praktik-praktik toleransi.
Selain secara luring, lebih dari 50 karya seni berupa lukisan, instalasi, audio-visual, hingga performance art yang dibuat oleh para siswa yang tersebar di provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Banten, hingga DKI Jakarta, juga bisa dinikmati oleh publik selama ‘CREATE’ Moments berlangsung di kanal virtual www.telusuri.id/createmoments hingga 5 Februari 2022 mendatang.
Direktur Eksekutif Yayasan Humanis dan lnovasi Sosial, Tunggal Pawestri menjelaskan, daya kreasi anak muda dalam menyikapi isu intoleransi yang disalurkan melalui pendekatan seni dan budaya ini patut diapresiasi dan dirawat. Mereka berupaya membangun kesadaran dalam bahasa universal tentang kesetaraan dan persaudaraan. Karya-karya mereka adalah refleksi bahwa upaya untuk menjadikan Indonesia lebih toleran adalah juga upaya yang persisten.
“Melalui kegiatan ini kita berharap mampu memberikan kontribusi dalam membangun lingkungan yang damai dan toleran. Peran aktif anak muda sangatlah penting. Kita butuh kerjasama lebih banyak lagi antarpihak, untuk mendorong agar partisipasi anak muda ini tetap terjaga. Dari para siswa ini juga kita belajar untuk mendapatkan tambahan asa, dan keyakinan tentang masa depan negara-bangsa yang kita cintai ini,” tambah Tunggal.
“Keterlibatan untuk bina damai dan perdamaian, melalui seni atau lainnya, terutama dari anak muda dan kelompok rentan bukan hanya tokenisme atau check Dox yang perlu dicentang semata. Namun, harus diwujudkan dengan keterlibatan yang penuh kemaknaan.” demikian disampaikan oleh Nisrina Nadhifah, Project Officer CREATE pada pembukaan ‘CREATE’ Moments di Makassar.
Pameran ini juga dihadiri perwakilan Konjen Amerika di Surabaya. Dalam sambutannya, Dylan Hoey, Wakil Kepala Bagian Politik-Ekonomi, Konjen Amerika di Surabaya menjelaskan, pemerintah Amerika Serikat, memberikan penghargaan baik upaya-upaya seperti ini dalam mempromosikan nilai keberagaman di Indonesia.
“Anak muda memiliki peran penting dalam mencegah semakin tersebarnya berita-berita misinformasi dan disinformasi. Pemerintah Amerika terus mendukung peran siswa, guru, orang tua, dan komite sekolah untuk sama-sama mempromosikan nilai-nilai toleransi,” jelas Dylan Hoey.
Di Jawa Barat, tepatnya di Kota Bandung, Pameran Seni dan Budaya untuk Toleransi: ’CREATE’ Moments mengangkat semangat lokal dengan SAMPURASUN: Seniman Muda Peduli Toleransi, Inklusi dan Kesetaraan—yakni jajar karya yang dilakukan oleh seniman muda melalui program CREATE tahun kedua seperti CREATE Talks, Collaborative Workshop, Youth Challenge fase dua—dan juga PUNTEN: Pentas Seni untuk Toleransi dan Perdamaian. Ragam tema yang diangkat di ketiga program tersebut adalah toleransi, keberagaman, inklusivitas, kesetaraan gender, serta isu kekerasaan. Selain menampilkan karya dari para siswa SMA di Jawa Barat, pameran juga menampilkan orasi budaya, lokakarya tari jaipong, lokakarya komik strip, hingga diskusi bersama komunitas Masyarakat Adat Karuhun Urang.
Sedangkan di Jawa Timur, di Kota Surabaya, Setara: Sekolah (seharusnya) Tanpa Kekerasan menjadi tema utama kegiatan. Setara menekankan bahwa setiap orang harus diperlakukan sejajar dengan menghormati keberagaman dan menjunjung tinggi martabatnya sebagai manusia yang utuh. Agenda di Jawa Timur menampilkan pembukaan acara, talk show toleransi, workshop bahasa isyarat, talk show pemuda bicara toleransi, dan workshop watercolor, cukil, dan art therapy.
Pelaksanaan pameran di Makassar, digelar di Artmosphere Studio, sebuah ruang kolektif seni tempat para seniman sering menampilkan karya-karyanya. Karya seni berupa lukisan, instalasi, hingga kolase, dan audio-visual dengan tema kekerasan seksual, toleransi, dan keberagaman dibuat oleh para siswa. Selain menampilkan karya seni dari para siswa di kota Makassar dan sekitarnya, pameran di Makassar juga menghadirkan lokakarya Bahasa Lontara, lokakarya fotografi, hingga penampilan mini teater dari para siswa.
“Semua kegiatan pameran di tiga kota ini terbuka untuk umum dan bisa diikuti secara gratis tanpa dipungut biaya. Kami optimis, generasi muda saat ini mampu menghargai keberagaman antarsesama. Lebih dari itu, kami berharap akan lebih banyak lagi masyarakat yang semakin memahami makna toleransi, pluralisme, kesetaraan gender, inklusi sosial, hingga isu kemanusiaan lainnya,” tambah Tunggal Pawestri, Direktur Eksekutif Yayasan Hivos.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.