Cerita tidak biasa ini sudah saya dengar bertahun-tahun lalu, sebelum sang pemilik kisah membukukannya dalam Kembali ke Rumah: Catatan Lapangan Perjalanan Pulang (2021). Saya mengenal penulisnya, Abdul Masli, sebagai seorang mahasiswa bertopi yang senang bersepeda. Beritanya kala bersepeda jauh dari Makassar ke Majene, kampung halamannya, cukup diperbincangkan orang-orang.
Saya beberapa kali bertemu dengan sosok alumni jurusan antropologi tersebut. Seringkali kami berpapasan di dalam kampus Universitas Hasanuddin (UNHAS), atau kedai kopi nomor satu langganan mahasiswa di Jalan Pintu Nol.
Buku Kembali ke Rumah: Catatan Lapangan Perjalanan Pulang karya Abdul Masli bersampul monokrom. Hanya hitam dan putih. Terdapat sebuah rumah dengan satu jendela pada sampul depannya, lalu sebuah sepeda hitam di sampul belakang. Jika melihat lebih teliti, pada bagian hitam sampul buku ini terdapat garis kontur tipis yang memberi detail menarik. Sederhana, tetapi kombinasi elemen buku yang pas ini cukup menarik perhatian pembaca. Terutama orang-orang yang memperhitungkan desain sampul sebelum membeli buku.
Masli memulai buku ini dengan ide yang sederhana: menyusuri jalur sepanjang Kota Makassar menuju kampung halamannya. Lalu menulis segala sesuatu yang ia dapati sepanjang perjalanan, memotret satu-dua momen yang memberikan gambaran pada pembacanya.
Menyimpan Memori dengan Catatan Lapangan
Agustinus Wibowo, penulis Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan (2013), sekali waktu menuliskan tentang tiga jenis perjalanan, yaitu perjalanan fisik, perjalanan memori, dan perjalanan batin. Dalam catatan lapangannya, Masli menyajikan cerita perjalanan fisik dan memori. Ia menceritakan pengalaman melihat keluar dan mengalami dunia dengan bersepeda, lalu membawa kita menyusuri ingatannya. Ia juga menyajikan pembaca tentang hal-hal penting dari perjalanan itu, serta gambaran visual dengan satu-dua foto pendukung di setiap tulisan.
Sebagai orang yang senang menulis cerita perjalanan, saya sering kesulitan mengingat kembali hal-hal dari sebuah perjalanan yang penting. Maka betapa penting membuat catatan lapangan disertai foto-foto pada satu periode waktu tertentu, yang ternyata cukup efektif dalam memanggil kembali ingatan-ingatan selama perjalanan. Layaknya memasukkan kata kunci ke mesin pencarian.
Catatan lapangan mengabadikan setiap detail yang tertangkap oleh pejalan. Bisa saja berupa aroma tempat, keramaian, perasaan berada di momen tersebut, hal-hal menyenangkan, intensitas cahaya, atau hal-hal unik yang tertangkap melalui panca indra kita saat itu. Membaca buku Masli pada dasarnya sama dengan membaca catatan lapangan dan ikut merasakan perjalanan bersepeda dari Makassar ke Majene.
Cerita-cerita Menarik Masli
Buku ini terbagi ke dalam delapan tulisan yang saling berkaitan secara keseluruhan. Saat membuka halaman pertama yang berjudul ‘Alasan’, terpampang sebuah peta yang menunjukkan jalur berangkat mulai sepanjang Makassar di Sulawesi Selatan sampai ke Majene di Sulawesi Barat, titik akhir dari perjalanan bersepeda Masli.
Beberapa kali Masli menekankan reaksi orang-orang yang mendengar berita dirinya bersepeda sejauh 390-an kilometer. Mereka tak jarang menganggapnya gila, stres, atau sekadar diam tanpa tahu harus bereaksi seperti apa terhadap cerita tersebut. Banyak juga (termasuk saya) yang menyemangati dan kagum akan cara Masli menikmati perjalanannya.
Perjalanan dimulai dari sepeda yang bergerak santai keluar dari lingkungan kampus UNHAS, kemudian belok kiri ke arah Sudiang hingga melewati perbatasan Makassar–Maros. Masli membawa pembacanya pada perjalanan santai dengan beberapa kali persinggahan, terutama kala menemukan sesuatu yang menarik di jalan. Beberapa kali pula ia menceritakan kejadian terserempet atau nyaris jatuh dari sepeda dengan narasi eksploratif. Tujuannya menjelaskan perasaan dan pikirannya dalam momen itu.
Saya menemukan sejumlah momen menarik lainnya, salah satunya seperti saat perjalanan Masli dari Maros menuju Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Ia bertemu dengan mesin pappabereq berjalan (mesin penggiling padi), lalu memunculkan perbincangan spontan di antara keduanya.
Selain itu, saya melihat bagaimana Masli tidak hanya menjadikan rumahnya sebagai tujuan. Namun, ia juga menjadikan perjalanannya bersepeda tersebut sebagai momen bertemu, menginap, dan berbincang dengan berbagai kenalan baru yang ia temui.
Catatan Lainnya
Saya memberikan apresiasi terhadap Antropos Indonesia, penerbit yang baru lahir sekitar setahun yang lalu. Penerbit ini membawa keresahan dari beberapa orang yang ingin berkontribusi pada masyarakat dengan cara kecil dan sederhana. Terutama mereka yang memiliki latar belakang antropologi, yang percaya bahwa masalah-masalah rumit di masyarakat sulit dituntaskan sekaligus. Apalagi jika dipercayakan hanya pada segelintir orang. Masli merupakan salah satu yang tumbuh di dalamnya.
Penerbit ini juga meyakini perlunya inisiasi gerakan dari bawah, yaitu oleh orang-orang yang dekat dengan permasalahan. Tidak jadi soal bila dilakukan secara perlahan, tetapi tumbuh bertahap sembari belajar dan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait.
Pada akhirnya, buku Kembali ke Rumah: Catatan Lapangan Perjalanan Pulang ini terlahir setelah proses panjang ratusan kilometer. Buku yang membawa pembacanya menikmati perjalanan tersebut secara mentah, layaknya membaca jurnal harian seorang kawan.
Saya mendapati beberapa bagian terdapat kesalahan penulisan dan kekeliruan dalam menggunakan kata penghubung. Namun, secara keseluruhan buku ini bisa menjadi contoh sebuah catatan lapangan, khususnya bagi mereka yang menolak melupakan hal-hal detail dalam perjalanan. Mungkin saja setelah membaca buku ini, Anda akan mulai membawa buku catatan kecil ke mana pun Anda bepergian.
Judul Buku: Kembali Ke Rumah, Catatan Lapangan Perjalanan Pulang
Penulis: Abdul Masli
Penerbit: Antropos Indonesia
Cetakan: Pertama, Agustus 2022
Tebal Buku: 208 Halaman
ISBN: 978-623-09-0139-3
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.