Travelog

Perjalanan Melintasi Kawasan Terdampak Gempa Bumi Cianjur

Bagi saya sendiri, lokasi gempa bumi Cianjur, Jawa Barat bukanlah wilayah yang asing. Beberapa kampung dan desa yang terdampak gempa adalah kawasan pemukiman yang kerap saya lewati, khususnya saat saya menuju Cugenang dari arah Pasar Gekbrong maupun sebaliknya.

Dua pekan sebelum musibah terjadi, saya sempat melewati kampung-kampung dan desa-desa terdampak gempa. Saat itu, saya dalam perjalanan dari arah pusat kota Cianjur ke Pasar Gekbrong.

Seperti biasa, untuk menuju Pasar Gekbrong, saya memilih rute Cijedil—Mangunkerta—Talaga. Selama berkali-kali melewati rute ini, sama sekali tak terlintas di pikiran saya bahwa kampung-kampung dan desa-desa yang saya lewati di jalur tersebut adalah daerah rawan gempa.

Barulah setelah mendengar berita, lalu melihat video dan foto yang berseliweran di linimasa media sosial dan juga tayangan media-media mainstream, saya baru sadar rupanya daerah yang kerap saya lewati itu termasuk kawasan rawan gempa bumi.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa saat itu berada di 10 kilometer arah barat daya dari Kabupaten Cianjur. Titik gempanya berada di 6,84 Lintang Selatan dan 107,05 Bujur Timur. Gempa terjadi pada hari Senin (21/11/2022), pukul 13.21 WIB.

Fasilitas MCK darurat di kawasan Cugenang usai gempa Cianjur
Fasilitas MCK darurat di kawasan Cugenang usai gempa Cianjur/Djoko Subinarto

Dampak Gempa Bumi Cianjur

Saat gempa bumi terjadi, laporan sejumlah media menyebut terdapat sekurangnya 532 sekolah—dari berbagai tingkatan—yang rusak dan perlu perbaikan. Selain menimbulkan kerusakan pada infrastruktur, gempa bumi Cianjur juga merenggut korban hingga mencapai 600-an jiwa.

Meski hanya memiliki magnitudo kurang dari 6, gempa bumi Cianjur menyebabkan kerusakan yang cukup dahsyat, mengingat karakter gempanya yang dangkal sehingga sangat dekat dengan permukaan tanah. Guncangan gempa tak hanya dirasakan di kawasan Cianjur dan sekitarnya, tetapi juga hingga ke luar Kabupaten Cianjur.

Beberapa pakar menyimpulkan bahwa faktor penyebab parahnya dampak gempa bumi Cianjur adalah akibat dari pergerakan Sesar Cimandiri. Namun, ada juga sebagian pakar lain menyebut pergerakan Sesar Cugenang sebagai penyebab utama. Dalam ilmu geologi, yang dimaksud sesar adalah bidang rekahan yang disertai oleh adanya pergeseran relatif satu blok batuan terhadap blok batuan lainnya.

Di Mangunkerta dan Nyalindung, saya mendapati sejumlah bangunan rumah yang masih dibiarkan rusak dan terbengkalai oleh pemiliknya setelah gempa. Beberapa tenda pengungsian, masjid darurat, dan sarana mandi-cuci-kakus (MCK) darurat juga masih terlihat berdiri.

Ada juga sejumlah rumah, dengan kerusakan minimal, dibiarkan kosong dan kemudian ditawarkan untuk dijual. Saya mengetahui hal tersebut karena di tembok depan rumah terpampang keterangan tertulis tentang itu.

  • Perbaikan bangunan terdampak gempa di SDN Gintung, Mangunkerta
  • Pembangunan ruang kelas sekolah terdampak gempa Cianjur

Proses Rekonstruksi Pascagempa

Di Sabtu (6/5/2023) pagi nan dingin dan berawan kala itu, seorang ibu tengah mengasuh anak balitanya di pinggir jalan Kampung Lebak Sari, Cirumput. Tak jauh dari mereka, berdiri gapura SDN Talagasari yang masih terlihat utuh. Namun, secara keseluruhan fasilitas pendidikan itu masih belum bisa digunakan. Ruang-ruang kelas di SDN tersebut masih sedang dalam tahap pembangunan kembali.

Ada terpal besar warna biru yang menutupi beberapa bangunan yang belum selesai. Terlihat pula rangka aluminium untuk atap bangunan ruang kelas yang tampaknya belum lama terpasang. SDN Talagasari adalah salah satu fasilitas pendidikan yang ikut rusak akibat gempa bumi.

Selain di SDN Talagasari, saya mendapati rekonstruksi pascagempa juga tengah berlangsung di SDN Gintung, Mangunkerta. Terlihat ada dua petugas berompi hijau yang tengah bekerja.

Tidak jauh dari SDN Gintung, para pekerja lainnya sedang sibuk membangun kembali kantor Desa Mangunkerta. Begitu pun di Nyalindung, pekerja terlihat sedang mengerjakan pembangunan kantor desa di lokasi yang baru.

Rekonstruksi rumah warga, fasilitas sosial maupun fasilitas umum hingga kini masih terus berlangsung di kawasan terdampak gempa bumi di Cianjur. Pemandangan itulah yang setidaknya saya saksikan tatkala sedang melintasi sejumlah kampung dan desa di kawasan Cugenang.

Rekonstruksi pascabencana adalah momen untuk melakukan pembangunan infrastruktur kembali dengan lebih baik, mencakup perumahan, jalan, sekolah, rumah ibadah, pusat layanan kesehatan, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya. Tentu saja standar keamanan yang lebih tinggi untuk mengurangi risiko-risiko bencana alam di masa datang. Dan ini sangatlah penting. 

Seorang pengendara motor melintasi proyek pembangunan Kantor Desa Nyalindung, Cugenang, Cianjur/Djoko Subinarto
Seorang pengendara motor melintasi proyek pembangunan Kantor Desa Nyalindung, Cugenang, Cianjur/Djoko Subinarto

Harapan Warga yang Trauma

Menyusul peristiwa gempa bumi Cianjur, beberapa warga agaknya lebih memilih segera pindah tempat tinggal ke lokasi baru. Faktor trauma dan keamanan mungkin antara lain menjadi pertimbangan utama mereka untuk pindah rumah.

“Sampai sekarang, saya masih trauma kalau mengingat peristiwa gempa waktu itu,” kata seorang ibu pemilik warung, yang sempat saya ajak berbincang tatkala singgah ke warungnya untuk membeli air mineral kemasan.

Warung ibu itu berada tidak begitu jauh dari lokasi proyek pembangunan kantor Desa Nyalindung. Ia baru merintis warungnya selama tiga bulan. Ia mengaku sedang berada di dapur saat gempa terjadi. Beruntung, ia berhasil selamat walau rumahnya hancur.

“Rumah saya dan rumah keluarga saya, empat bangunan semuanya, hancur. Salah seorang kerabat saya bahkan cedera. Sampai sekarang, jalan pun masih sulit,” jelasnya.

Namun, berkat sejumlah bantuan yang ia terima, rumah milik sang ibu maupun saudaranya telah kembali berdiri dan bisa ditinggali. “Ada bantuan dari yayasan di Bandung. Terus dari tempat anak saya bekerja. Juga dari pemerintah,” terangnya.

Dari pemerintah ia memperoleh kucuran bantuan sebesar 60 juta rupiah. Meskipun demikian, ibu itu berharap bahwa gempa hebat yang ia alami adalah yang terakhir kalinya. 

Saya mengamini, sembari mendoakan agar dia selalu sehat. Saya lantas pamit usai menyerahkan uang untuk pembayaran air mineral kemasan. 

“Hati-hati di jalan. Semoga selamat,” ucapnya.“Aamiin. Aamiin,” balas saya lalu pergi meninggalkan warung.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Astana Anyar Bandung, Sentra Barang Bekas di Kota Kembang