Events

Catatan dari The World Press Photo Exhibition 2023 di Erasmus Huis Jakarta

Ada dua catatan menarik dari gelaran ajang pameran foto jurnalistik dunia paling bergengsi ini. Semua bermuara pada upaya mempererat konektivitas kebudayaan Indonesia dan Belanda.

Teks: Dwita Nugrahanti
Foto: Mardhatillah Ramadhan


Catatan dari The World Press Photo Exhibition 2023 di Erasmus Huis Jakarta
Foto-foto karya Mads Nissen, fotografer yang berbasis di Kopenhagen, Denmark, salah satu pemenang foto terbaik World Press Photo 2023 dengan judul “The Price of Peace in Afghanistan”. Tampak foto di sudut kiri atas, potret Khalil Ahmad (15), seorang anak di Herat, Afghanistan, yang ginjalnya dijual sebesar 3.500 Dollar Amerika oleh orang tuanya untuk membeli makanan keluarga. Setelah operasi, Khalil menderita sakit kronis dan tidak lagi memiliki kekutan kekuatan untuk bermain sepak bola dan kriket. Kurangnya lapangan kerja dan ancaman kelaparan telah menyebabkan peningkatan dramatis dalam perdagangan organ ilegal di sana.

Kamis sore menjelang Magrib menjadi waktu yang TelusuRI nantikan di akhir bulan lalu (31/08/2023). TelusuRI diundang oleh Erasmus Huis Jakarta untuk menghadiri sebuah pameran foto oleh World Press Photo, sebuah organisasi foto jurnalistik dunia yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Selain Jakarta (26 Agustus—22 September), pameran ini juga akan berlangsung di Yogyakarta pada 29 September—22 Oktober 2023. Erasmus Huis sendiri merupakan sebuah institusi di bawah kedutaan besar Kerajaan Belanda yang mewadahi pertemuan budaya antara Indonesia dan Belanda. 

Kegiatan-kegiatan seperti pertunjukan tari dan konser musik kerap kali menjadi program langganan mereka. Manajer Proyek Erasmus Huis, Pak Bob Wardhana menyampaikan, “Sejak 1970, kami melihat ada antusiasme masyarakat akibat hubungan sejarah antara Indonesia dan Belanda.” Hal inilah yang membuat Erasmus Huis ingin terus mengembangkan kegiatan-kegiatan yang menunjang pertemuan budaya Indonesia dan Belanda. 

Pak Bob bercerita bahwa kegiatan-kegiatan kebudayaan ini tidak hanya berlangsung di Jakarta, tetapi juga di kota-kota lain di luar pulau Jawa: Medan, Pontianak, Makassar, dan Ambon. Kegiatan Erasmus Huis di luar Jakarta yang akan datang adalah mengajak Tom van der Zaal Quartet, saksofonis dan komposer jazz untuk tampil di Prambanan Jazz Festival di Yogyakarta, lalu ke Jambi dan Ubud Music Festival. Erasmus Huis juga akan menyelenggarakan lokakarya (workshop) musik untuk kegiatan sharing knowledge di kampus-kampus lokal.

Catatan dari The World Press Photo Exhibition 2023 di Erasmus Huis Jakarta
Sesi wawancara dan makan malam bersama dengan Evi Mariani (baju kuning) dan Zeynep Özçelik (layar monitor), Exhibitions Coordinator, yang terhubung secara daring/Mardhatillah Ramadhan

Ada Perwakilan Juri Foto dari Indonesia

The World Press Photo Exhibition 2023 adalah pameran kontes ke-25 World Press Photo yang terselenggara di Indonesia bersama Erasmus Huis. Kontes World Press Photo diikuti oleh ribuan jurnalis dari seluruh dunia, yang mengumpulkan foto jurnalistik dan foto dokumenter dari cerita maupun peristiwa penting dunia. Pak Bob juga menyebutkan, pameran World Press Photo kali ini kita akan melihat dokumentasi peristiwa-peristiwa penting dari seluruh dunia selama satu tahun terakhir.

Tahun ini World Press Photo menunjuk Evi Mariani, Direktur Project Multatuli, untuk mengisi bangku penjurian wilayah Asia Tenggara dan Oseania. Evi adalah orang kedua dari Indonesia yang pernah duduk di bangku juri regional ajang kontes foto bergengsi dunia itu. Sebelumnya Yoppy Pieter, fotografer perjalanan, pernah menjadi juri World Press Photo tahun 2022. 

“Sebagai orang Indonesia, tentunya saya cukup sedih bahwa dari Indonesia tidak ada yang lolos. Namun, memang [peserta] dari Indonesia terbilang masih sangat sedikit,” katanya.

TelusuRI bertanya latar belakang Evi sebagai orang Indonesia yang memiliki pengaruh penilaian di panel penjurian World Press Photo. Ia menjelaskan bahwa posisinya sebagai orang Indonesia tidak berpengaruh, karena posisinya adalah untuk melihat dari perspektif regional (Asia Tenggara). Kemudian dari banyaknya foto yang bertemakan isu konflik dan bencana, ia mengakui beberapa foto dengan pendekatan yang lebih personal dan intim lebih menyentuh identitasnya sebagai seorang perempuan. 

Di upacara pembukaan pameran ini, Erasmus Huis mengundang beberapa tokoh untuk memberikan kata sambutan: Lambert Grijns (Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia), Nicolaas de Regt (Direktur Erasmus Huis Jakarta), Taufiq Rahman (pemimpin redaksi The Jakarta Post), dan Evi Mariani (Project Multatuli). 

Catatan dari The World Press Photo Exhibition 2023 di Erasmus Huis Jakarta
Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia, Lambert Grijns berfoto bersama Direktur Erasmus Huis Jakarta, Nicolaas de Regt (paling kanan), Taufiq Rahman (paling kiri), dan Evi Mariani (dua dari kiri)/Mardhatillah Ramadhan

Tentang Repatriasi Artefak Budaya Indonesia dari Belanda

Tim TelusuRI sempat bertemu dan mewawancarai Jaef de Boer, Director of Culture and Communication Erasmus Huis Jakarta. Menurut Jaef de Boer, Erasmus Huis awalnya merupakan perpustakaan dan pusat pelatihan bahasa. Kemudian berubah menjadi pusat budaya Indonesia—Belanda yang fokus pada literasi, budaya, pameran, dan seni pertunjukan. Tujuan utamanya adalah untuk selalu membangun koneksi budaya Indonesia dan Belanda.

Lebih lanjut ia menambahkan, keterkaitan kebudayaan Indonesia dan Belanda cukup erat. Selain karena persamaan sejarah di masa lampau, di Belanda, 1 dari 10 orang adalah keturunan Indonesia atau kakek neneknya pernah tinggal di Indonesia. Kedekatan koneksi kebudayaan Indonesia dan Belanda juga tercermin dalam pembahasan terkait pengembalian artefak Indonesia. Bisa dibilang ini merupakan isu yang sensitif, tetapi karena hubungannya baik jadi kita bisa membahas ini satu sama lain. 

Pemerintah Indonesia dan Belanda telah bekerja sama untuk membawa kembali warisan dan peninggalan Indonesia yang sebelumnya dipamerkan di museum-museum Belanda. Setelah pengembalian, selanjutnya pemerintah Belanda dan Indonesia memberikan pelatihan kapasitas kepada pengelola dan para ahli di museum.

Jaef de Boer menyebut tidak memiliki kekhawatiran terhadap upaya repatriasi tersebut. “Tidak ada sama sekali. Pemerintah Belanda tidak memberikan tuntutan atau permintaan (demands) saat mengembalikan artefak ini. Kami selalu ingin membangun kolaborasi yang baik dan setara. Oleh sebab itu tidak ada kekhawatiran sama sekali dari kami dan justru berkolaborasi untuk mengadakan sharing knowledge atau pelatihan tadi.”

Catatan dari The World Press Photo Exhibition 2023 di Erasmus Huis Jakarta
Jaef de Boer (tiga dari kiri) mendampingi Direktur Erasmus Huis Jakarta, Nicolaas de Regt, di ruang pameran foto kontes The World Press Photo 2023, Jakarta/Mardhatillah Ramadhan

Ke depan, Erasmus Huis belum bisa memberi kepastian mengenai rencana membuat seminar berkaitan dengan pengembalian artefak tersebut. Ia menyerahkan keputusan soal itu kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) Republik Indonesia. “Itu bukan keputusan kami, karena kami yakin mereka yang lebih tahu akan kebutuhannya. Namun, tentunya kami bersedia memberi dukungan,” tegasnya.

Untuk saat ini, Belanda sedang membentuk Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Sebuah langkah eksplorasi pertukaran kebudayaan Indonesia dan Belanda lebih jauh dari segi ekonomi kreatif. Erasmus Huis terbuka untuk bekerja sama dengan komunitas-komunitas lokal di provinsi lain di luar Jakarta dan Pulau Jawa. 

Jaef de Boer mengaku sungguh terkesan dengan keragaman budaya di Indonesia, setelah ia banyak menjelajahi kota-kota di Indonesia. Terutama pulau-pulau di luar Jawa, yang menurutnya memiliki kekhasan masing-masing. Khususnya keragaman musik tradisional yang benar-benar berbeda dari yang ada di Pulau Jawa.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Jika tidak dituliskan, bahkan cerita-cerita perjalanan paling dramatis sekali pun akhirnya akan hilang ditelan zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *