Itinerary

Belajar Sejarah Perkeretaapian di Museum Kereta Api Bondowoso

Kereta api dan stasiun, tentu merupakan dua hal yang tidak terpisahkan. Berbeda dengan kendaraan lain yang bisa bebas melaju ke manapun, kereta harus bergerak tepat mengikuti arah rel. Justru jika sampai kereta keluar rel malah justru akan menimbulkan bahaya. 

Bepergian menggunakan kereta api juga memberikan pengalaman yang berbeda. Rute rel kereta api yang seringkali melewati persawahan, ladang, atau bahkan hutan, akan menyajikan pemandangan khas perdesaan selama perjalanan. Melakukan perjalanan dengan kereta api menjadi pilihan terbaik bagi kalian yang lebih senang menikmati perjalanan daripada mengejar tempat tujuan.

Sejak Revolusi Industri, kereta api sudah menjadi bagian yang melekat dalam sejarah kehidupan manusia. Selain fungsinya, kereta juga memiliki bentuk yang menarik terutama pada era kereta uap. Karena bentuknya yang sangat klasik, maka tak heran jika sebagian orang sangat menyukai kereta api. 

Belajar Sejarah Perkeretaapian di Museum Kereta Api Bondowoso
Tampak depan bangunan museum/Sigit Candra Lesmana

Museum yang Berdiri di Bekas Stasiun

Buat kalian yang memiliki ketertarikan dengan kereta dan segala sesuatu yang menyertainya, baik itu mengenai sejarah kereta api, peralatan-peralatan, maupun diorama kereta, Museum Kereta Api Bondowoso bisa menjadi salah satu destinasi untuk dikunjungi.

Sesuai namanya, di museum ini terpajang aneka benda-benda yang berhubungan erat dengan kereta api. Bahkan bangunannya sendiri merupakan bekas stasiun kereta api Bondowoso. Stasiun Bondowoso dibangun pada tahun 1893, yang berarti saat ini usianya sudah mencapai 128 tahun. Fasadnya bergaya Eropa karena pembangunannya terjadi pada zaman kolonial Belanda.

Belajar Sejarah Perkeretaapian di Museum Kereta Api Bondowoso
Diorama kereta api/Sigit Candra Lesmana

Stasiun ini secara resmi tidak berfungsi lagi pada tahun 2004. Biaya operasional yang besar merupakan salah satu alasan stasiun ini berhenti beroperasi. Di samping kepemilikan kendaraan bermotor, seperti sepeda motor dan mobil yang semakin mudah, sehingga membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Untuk perjalanan jarak jauh, masyarakat lebih memilih menggunakan moda transportasi bus atau sekalian pergi ke Stasiun Jember jika ingin menggunakan kereta api.

Pada tahun 2016, pihak berwenang memutuskan stasiun ini kembali “beroperasi”. Bukan sebagai stasiun kereta api, melainkan beralih fungsi menjadi museum. Tentu keputusan ini merupakan langkah yang tepat agar bangunan stasiun yang indah tidak terbengkalai dan rusak dimakan zaman. Selain demi menjaga kelestarian bangunan yang kaya nilai sejarah, pembukaan museum ini juga dapat mengedukasi masyarakat untuk lebih tahu tentang sejarah kereta api. Terutama di wilayah Kabupaten Bondowoso.

Dari tampilan luarnya, gaya arsitektur yang khas jelas terlihat sangat kental dengan ciri khas pintu-pintu dan jendela yang menjulang tinggi. Begitu masuk ruangan pertama, interior ala Eropa pada masa kolonial Belanda akan menyambut. Pembuatan atap bangunan yang tinggi memungkinkan sirkulasi udara berjalan dengan lancar. Tujuannya menciptakan suhu ruang yang sejuk.

Belajar Sejarah Perkeretaapian di Museum Kereta Api Bondowoso
Gerbong dan kursi klasik di peron (Sigit Candra Lesmana)

Menyajikan Kisah Sejarah dan Pajangan Benda-benda Kuno

Saat berada di ruangan pertama setelah pintu masuk, pengunjung harus mengisi buku tamu terlebih dahulu. Kalian akan mendapati sejumlah informasi yang terpampang tentang sejarah kereta api di Indonesia. Terdapat pula penjelasan singkat sejarah Kabupaten Bondowoso. 

Pada ruangan selanjutnya kita akan disuguhkan pajangan benda-benda kuno, seperti lampu penerangan, mesin, stempel, mesin tik, mesin hitung, dan miniatur lokomotif kereta uap. Selain itu terdapat infografis yang menjelaskan tentang tragedi Gerbong Maut, yang berangkat dari Stasiun Bondowoso menuju Stasiun Wonokromo, Surabaya. 

Beranjak ke bagian berikutnya, terpampang foto-foto lawas Stasiun Bondowoso. Di ruang sisi sebelah, museum menunjukkan beberapa hasil pertanian andalan Bondowoso berupa tembakau dan biji kopi. Adapun aneka benda lainnya, seperti gembok, kunci, kunci inggris, dan dongkrak, tersaji di seberang ruang utama.

Belajar Sejarah Perkeretaapian di Museum Kereta Api Bondowoso
Peralatan stasiun di masa lampau/Sigit Candra Lesmana

Layaknya stasiun yang lain, museum ini masih mempertahankan peron yang biasa digunakan untuk menunggu kereta datang. Peron ini juga kental dengan gaya arsitektur Eropa. Kalian yang suka fotografi tentu akan sangat suka berada di peron ini, karena bisa menjadi latar atau bahkan objek foto itu sendiri. Terdapat beberapa kursi bergaya klasik yang bisa dipakai untuk beristirahat. Sebuah gerbong di atas rel yang sudah tidak berfungsi juga menjadi salah satu suguhan menarik di area ini.

Penataan ruang yang bersih dan menarik, serta sirkulasi udara yang baik menjadikan suasana di museum ini nyaman. Jauh dari kesan museum yang lembap dan tidak teratur. Pengunjung bakal betah berlama-lama di museum, sembari membaca informasi dari setiap benda yang terpajang atau sekadar menikmati suasana. 

Akses menuju museum ini cukup mudah karena berada di pusat kota. Kalian langsung saja meluncur ke daerah Kademangan, Kecamatan Bondowoso. Letaknya sekitar satu kilometer dari alun-alun Bondowoso. Museum buka mulai pukul 09.00 sampai dengan 16.00 WIB. Biaya masuk gratis dan terdapat fasilitas memadai, seperti musala serta toilet.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Sigit Candra Lesmana, kelahiran Jember, 12 Maret 1992. Penulis lepas, beberapa tulisannya tersebar di berbagai media cetak maupun digital. Aktif berkegiatan di FLP Jember dan Prosatujuh. Dapat dihubungi melalui [email protected]

Sigit Candra Lesmana, kelahiran Jember, 12 Maret 1992. Penulis lepas, beberapa tulisannya tersebar di berbagai media cetak maupun digital. Aktif berkegiatan di FLP Jember dan Prosatujuh. Dapat dihubungi melalui [email protected]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Kudo Bendi: Eksis Melintasi Zaman (2)