Rangkaian kelas Sekolah TelusuRI dan Hore Hutan masih berlanjut. Kali ini topik yang diusung yakni videografi. Melalui video kita bisa membuat momen yang direkam jadi lebih bermakna. Mulai dari kebutuhan personal hingga kebutuhan untuk ngonten di media sosial.  Video bisa jadi media yang tepat untuk menyampaikan sebuah cerita. Di kelas ini, Bram Aditya membagikan tips-tips nya dalam membuat sebuah video yang baik dan benar. 

Basic insight untuk pemula

Untuk dapat membuat konten dalam bentuk video, hal dasar yang harus kamu punya adalah kemampuan untuk mengatur kamera. Mungkin terdengar mudah, namun kebanyakan orang justru melewati hal penting ini.

Kamu bisa memulai dengan memperhatikan aperture atau jumlah cahaya yang masuk ke kamera. Sering kali orang berpikir, bukaan lensa yang besar seperti F1 berarti lebih bagus daripada F22, padahal belum tentu.

Shutter speed, yang mengatur seberapa banyak tiap frame akan terekspos dengan cahaya. Kamu bisa mempelajari shutter speed melalui kamera film 35mm. Standar shooting di Indonesia adalah dengan menggunakan 25 FPS, dimana artinya setiap 1 detik terdapat 25 frame/foto. Ketika shooting dengan 25 FPS, maka shutter yang digunakan adalah 1/50. Selanjutnya ketika shooting dengan 50 FPS, maka shutter yang digunakan adalah 1/100.

Teori ini disebut 180 degree rule yang banyak orang lewatkan ketika membuat video. Menerapkan 180 degree rule akan memberikan efek seperti mata manusia yang selalu dipakai oleh seorang profesional. Shooting dengan 50 FPS paling aman dilakukan, ketika kamu berniat untuk memberikan efek slow motion atau speed up.

Apakah wajib untuk selalu menerapkan 180 degree rule? Tentu tidak, kamu bisa melanggar 180 degree rule ketika kamu membutuhkan ketajaman gambar tanpa efek “blur.”

ISO, sensitivitas sensor kamera dengan cahaya. Setiap kamera seperti RED, CANON, SONY, APRI, dan yang lainnya; pada dasarnya punya rated ISO yang harus dipahami. Efeknya apa sih kalau misalkan kita tidak menggunakan ISO di kisaran rated ISO yang dimiliki kamera? Tentu, gambar yang muncul mungkin nanti akan banyak distorsi, seperti granny/bintik. Jadi gunakan rated ISO sesuai dengan jenis kamera agar kita bisa merasakan performers terbaik dari kamera tersebut. 

Kamera dengan harga Rp5 juta sampai yang harganya Rp500 juta memiliki setting yang sama. Jadi, ketika kamu bisa mengendalikan kamera harga Rp2,5 juta dengan mode manual, sudah pasti bisa menggunakan RED Scarlet dengan harga Rp500 juta. 

Lensa, mata dari kamera. Setiap lensa sendiri memiliki arti, karakter dan keperluan yang berbeda. Memahami karakter lensa dan focal lensa itu penting untuk menyampaikan apa yang akan kita tampilkan di film.

Menurut Bram, ada beberapa jenis lensa dan penggunanya. Berikut penjelasan singkatnya.

  1. Wide angle lens (11-34 mm). Dengan lensa lebar, foreground dan background akan terasa berjauhan. Jenis lensa ini cocok digunakan untuk landscape dan master shot atau wide shot, namun tidak cocok untuk shoot orang, karena akan menimbulkan efek ketarik di wajahnya. 
  2. Medium lens (35-85 mm). Lensa ini paling mirip dengan mata manusia. Berdasarkan penelitian mata manusia setara dengan lensa 50mm. 
  3. Telephoto (100-200mm). Cocok untuk close up. Ketika kamu menggunakan focal length makin besar maka akan mendapatkan efek “shallow depth of field” atau bokeh.

Ketika kamu ingin mengambil sebuah objek tapi lingkungannya banyak yang kotor dan nggak ingin kalian ambil, coba lah untuk mundur dan gunakan lensa yang lebih panjang, maka kamera akan lebih mengeliminasi kiri kanan tapi mendekatkan depan dan belakang.

Bram Aditya punya tips untuk memfoto orang sebaiknya jangan menggunakan lensa yang wide, karena mempunyai efek melebar sehingga terlihat lebih besar dan lebar manusianya. 

Syuting itu ada rumusnya

Bram Aditya membagikan teori untuk mempermudah kamu ketika ingin memulai shooting. Rumus E=mc² yang dimiliki Albert Einstein juga berlaku di dalam proses shooting. Apa sih artinya? E sendiri berarti establish, m adalah master, dan c adalah cover. Jadi ketika di lapangan, kamu cukup ingat rumus ini.  

Contoh establish dari suatu adegan yang berada di dalam gedung yakni, berupa gambar gedung dari lingkungan luar. Sedangkan master, yakni gambar 3 orang di dalam gedung yang sedang berdiskusi. Lalu, untuk cover; kita bisa mengambil gambar berupa ekspresi, wajah, dan tangan— yang di ambil secara close up

Kesimpulannya, establish yang diambil dengan cara wide shot ingin menjelaskan dimana adegan dalam sebuah film itu terjadi, dengan kata lain latar atau lingkungan. Master bisa di rekam dengan medium shoot untuk memperjelas objek atau situasi dari aktor. Sedangkan cover adalah pendukung yang lebih banyak untuk di zoom

Jenis-jenis angle

Ada beberapa jenis angle yang dipaparkan oleh Bram yakni high angle dan low angle. Pengalaman Bram Aditya mengerjakan proyek dari UNICEF, high angle sangat dihindari dalam merekam anak-anak.

Mengambil gambar dari atas kepada anak-anak akan menggambarkan bahwa anak itu tidak mempunyai power. Sebaliknya, ketika mengambil sebuah objek dari bawah atau low angle, akan membuat objek tersebut terlihat powerfull

Selanjutnya ada eye level, yaitu mengambil gambar sesuai dengan tinggi objek tersebut. Misal mengambil objek anak-anak, kamu bisa jongkok agar setara dengan mereka.

Belajar teori 180 degree rule

Ketika shooting, kamera tidak boleh berpindah lebih dari 180 derajat. Seperti halnya ketika mengambil gambar dua orang yang sedang mengobrol, maka eye contact akan tepat jika kamera tidak melebihi framing 180 derajat. 

Jangan memotong gambar dan audio secara bersamaan, ketika ingin lebih dinamis sebaiknya hindari menstimulasi indera pendengaran dan penglihatan dalam waktu yang sama. Tips nya adalah dengan menggunakan teknik L-Cut atau J-Cut. L-Cut adalah waktu dimana video sudah muncul, tapi audionya belum, dan J-Cut adalah sebaliknya. 

Hal yang nggak kalah penting lainnya adalah suara. Suara sendiri ada tiga bagian yaitu dialog, efek suara, dan musik. Kadang orang hanya fokus mengambil gambar saja dan mengabaikan suara, padahal ketika kita mau untuk memasukan audio asli ke dalam video, seseorang yang menonton video kita akan merasa hadir ke dalam video tersebut. 

Pentingnya tahap praproduksi

Cangkupan kerja seorang videografer sebenarnya sudah dimulai dari tahap praproduksi. Bahkan bisa dikatakan tahap praproduksi adalah 50 persen dari keseluruhan proses kerja. Sering kali orang tidak menganggap tahap ini secara serius. Padahal ketika seseorang bisa menyelesaikan tahap ini dengan baik dan benar, berarti sudah melakukan 50 persen pekerjaannya. Jadi nanti ketika sudah berada di lokasi, kamu hanya tinggal mengikuti alur yang sudah di siapkan di tahap praproduksi. 

Bisa dibilang melewatkan tahap praproduksi berarti melewatkan tahap desain dalam pembuatan rumah. Pastikan storyline sudah disetujui oleh klien pada tahap ini.

“Satu hal yang membuat storyline penting adalah ketika kamu malas untuk mengedit, tinggal ikutin aja tuh storyline, atau ketika kita berhalangan, kita bisa kasih kerjaan kepada teman karena kita sudah punya storyline.” Bram menjelaskan.

Berceritalah melalui video

Membuat video tanpa ada cerita, tanpa ada storytelling,  bisa dilakukan oleh semua orang. Padahal, yang membuat video kita hidup adalah cerita. Oleh karenanya, ada 3 layer dalam penyutradaraan yang harus diikuti.

Di layer pertama ada storytelling yaitu menceritakan seluruh kisah dalam bentuk gambar. Lalu experience, memberikan pengalaman menonton pada penonton. Dan yang terakhir adalah perspective, yaitu menawarkan sebuah sudut pandang baru pada penonton. 

“Bikin film itu kuncinya adalah ‘to makes people believe’ membuat orang jadi percaya, contohnya dalam film Avengers, nggak mungkin kan seseorang punya kekuatan untuk bisa terbang dll, tapi karena narasinya bagus, penceritaannya bagus, semua elemen bekerja dengan baik, akhirnya kita jadi percaya.” Kata Bram. 

Untuk membuat film, kamera tidak boleh menjadi masalah utama. Setiap tahun, kamu akan disuguhi oleh berbagai macam produk baru yang menawarkan berbagai kelebihan kamera yang paling terbaru. Padahal untuk membuat film kuncinya adalah kreativitas yang sudah kita buat di tahap praproduksi.

Bram Aditya sendiri tidak mempunyai background pendidikan perfilman, tapi bisa membangun karir di bidang ini. Jadi buat kamu yang baru ingin memulai untuk terjun ke dunia videografi dan membuat konten dengan bentuk video, bisa banget untuk memulai itu semua dari sekarang, karena tidak ada kata terlambat kalau kita mau belajar.

Tinggalkan Komentar