Perjalanan LestariTravelog

Astana Anyar Bandung, Sentra Barang Bekas di Kota Kembang

Di sela-sela deru mesin kendaraan bermotor, dengan penuh antusias dan semangat, tampak lelaki tua bertopi hitam berbicara kepada pria lain yang sama sepuhnya, Minggu pagi (16/4/2023), di kawasan Jalan Astana Anyar, Kota Bandung.

Lieur mikiran Persib mah. Maen terakhir kalah eleh deui. Geus nyaho back lawan jarangkung, hayoh we maen pepelentungan (Pusing mikirin Persib. Main terakhir malah kalah lagi. Sudah tahu back lawan berpostur tinggi, terus saja main dengan bola-bola lambung),” katanya kesal dan geregetan.

Mereka sedang membahas permainan Persib melawan Persikabo (15/4/2023), yang sekaligus menjadi laga pamungkas Persib di Liga 1 musim ini. Persib kalah telak dengan skor 1-4. Sebagian Bobotoh, suporter pendukung tuan rumah yang hadir di stadion pun marah. Suar meledak. Beberapa di antaranya menyerbu lapangan usai peluit akhir berbunyi.

Kedua orang itu termasuk di antara para pedagang kaki lima (PKL) yang mangkal di Jalan Astana Anyar. Sembari menunggu pembeli mendatangi jongkonya, kekalahan Persib jadi bahan obrolan pengisi waktu mereka.

Suasana Jalan Astana Anyar di Kota Bandung
Suasana Jalan Astana Anyar di Kota Bandung/Djoko Subinarto

Rute ke Astana Anyar Melalui Jalan Inggit Garnasih

Jalan Astana Anyar berada tak jauh dari Monumen Bandung Lautan Api dan Taman Tegallega. Di sepanjang jalan tersebut, kita dapat menjumpai para pedagang kaki lima. Sebagian besar menjual barang-barang bekas.

Salah satu akses untuk menuju Astana Anyar adalah melalui Jalan Inggit Garnasih (dulu bernama Ciateul).  Alasan penggantian tersebut adalah karena di jalan ini berdiri rumah yang jadi tempat tinggal Inggit Garnasih dan Bung Karno, yang ditempati sejak tahun 1926 sampai dengan pertengahan 1934.

Dari arah timur, rumah Inggit Garnasih berada di sisi kiri jalan. Dindingnya bercat putih dengan kusen pintu dan jendela berwarna coklat. Kini pemerintah menetapkan bangunan bersejarah itu sebagai bangunan cagar budaya.

Rumah tersebut dianggap memiliki nilai historis tinggi dan andil sangat besar bagi perjuangan Bung Karno membangun republik. Ketika Bung Karno harus mendekam di penjara Banceuy dan Sukamiskin, dari rumah itulah Inggit Garnasih berjuang sendirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan suaminya. Ia mengerjakan apa pun, seperti menjahit baju, menjual pakaian perempuan, bedak, rokok, sabun, hingga cangkul.

Rumah Inggit Garnasih
Seorang warga melewati depan rumah Inggit Garnasih/Djoko Subinarto

Tatkala saya melewati rumah Inggit Garnasih, beberapa sepeda motor tengah terparkir di depannya. Persis di halaman rumah, berdiri sebuah tiang bendera lengkap dengan sang dwi warna di pucuknya.

Adapun kata ateul sendiri dalam bahasa Sunda bermakna gatal. Jadi, secara harfiah Ciaetul berarti air yang gatal. Adapun Astana Anyar bermakna pemakaman baru. Konon, penamaan Astana Anyar muncul setelah pemerintah Belanda memutuskan membuat kompleks pemakaman baru untuk kaum pribumi di kawasan ini.

Pusat Penjualan Barang Bekas Buruan Kolektor

Saya berjalan beberapa langkah ke arah barat dari rumah Inggit Garnasih. Di ujung jalan yang memasuki kawasan Astana Anyar, terlihat salah satu pedagang barang-barang bekas menggelar dagangannya di bahu jalan. Tanpa tenda.

Di atas terpal, ia menggeletakkan barang-barang jualannya. Ada kompor gas, sepatu, jok motor, knalpot, rantang stainless, blender, headphone, helm, amplifier, boneka anak, hingga traffic cone.

Album kaset lawas
Album kaset lawas, salah satu buruan utama para kolektor/Djoko Subinarto

Bergerak sedikit ke selatan, saya melihat dua pria sedang memelototi kaset-kaset bekas yang tersimpan di dalam beberapa kotak kayu dan plastik. Para kolektor album kaset lawas memang kerap menjadikan kawasan Astana Anyar—selain Cihapit—sebagai area berburu. Jika sedang beruntung, mereka bisa saja mendapatkan koleksi album kaset langka dari penyanyi atau grup band tertentu, baik domestik maupun mancanegara.

Dahulu, sekitar pertengahan tahun 1990-an, hampir setiap akhir pekan saya menyambangi Astana Anyar hanya untuk membeli sejumlah kaset musik jazz. Saat itu ada salah seorang penjual kaset yang mangkal di pojokan Astana Anyar. Ia menjual khusus kaset-kaset jazz dalam kondisi NOS (new old stock).

Kaset-kaset itu diperoleh dari pemilik toko kaset yang terpaksa gulung tikar setelah kalah main judi. Akibatnya, ia terpaksa melelang semua kaset di tokonya. Dari tangan penjual kaset itulah saya memperoleh rekaman album-album jazz dari sejumlah musisi kenamaan. Sebut saja Miles Davis, Art Blakey, Dizzy Gillespie, Jimmy Smith, Woody Herman, Stan Getz, Max Roach, Thelonious Monk, Sonny Rollins, Paul Desmond sampai dengan John Coltrane.  

Jongko pedagang barang bekas Astana Anyar
Beberapa bentuk jongko atau kios milik pedagang barang bekas di Astana Anyar/Djoko Subinarto

Koleksi Barang Bekas untuk Menghindari Sampah

Hingga sekarang, boleh dibilang Astana Anyar masih menjadi rujukan utama para pencari barang-barang bekas. Tidak hanya album musik lawas. Barang bekas apa pun, seperti onderdil sepeda, motor, dan lain-lain dapat dengan mudah kita dapatkan di sini.

Tidak usah khawatir kalaupun barang yang kita cari masih belum tersedia. Titipkan saja nomor kontak kepada sejumlah penjual. Saat barang yang dicari sudah ada, ia akan segera menghubungi balik.

Bagi mereka yang memiliki banyak barang dan sudah tak terpakai, Astana Anyar bisa menjadi opsi terbaik. Daripada barang yang nganggur itu terbuang percuma, menjadi sampah dan mencemari lingkungan.

Akan lebih baik jika kita menawarkan atau menghibahkan ke pedagang di Astana Anyar. Barang-barang bekas masih tetap bernilai dan mampu bermanfaat bagi orang lain.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *