Boleh dibilang, sate merupakan kuliner ikonis Indonesia yang telah menempuh jejak perjalanan yang sangat panjang di negeri ini. Selain gaya penyajian satenya, juga tak sedikit dijumpai sate-sate legendaris yang telah melintas zaman.
Salah satunya di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Terdapat kuliner sate sapi yang telah melewati masa yang cukup panjang dan masih eksis menyapa penggemarnya hingga saat ini. Kuliner sate sapi itu adalah salah satu destinasi wisata kuliner favorit saya dan—saya kira—juga banyak orang lainnya, bila sedang menempuh perjalanan Purwodadi–Semarang atau sebaliknya.
Warung Sate Sapi Pak Beng, begitulah nama bagi tujuan kuliner favorit itu. Warung yang berada di pusat kota Kecamatan Gubug itu (memang) spesial menyuguhkan sate sapi.
Asal-usul Nama “Beng”
Bertahun-tahun lalu, sekitar 2016 saat saya mampir di Warung Sate Sapi Pak Beng, saya sempat bertemu langsung dengan Pak Beng. Kepada saya, dia bercerita bahwa resep sate sapinya berasal dari kakeknya yang bernama Sugiman, yang merintis usaha kuliner sate sapi sejak 1939.
Lalu pada tahun 1950-an, usaha kuliner itu diteruskan oleh ayahnya yang bernama Sumidi. “Dan sejak tahun 1994, usaha itu saya yang teruskan hingga sekarang,” tutur Pak Beng ketika itu.
Pak Beng juga bercerita bahwa “Beng” bukan nama sebenarnya. Nama aslinya adalah Jumadi. Beng adalah nama panggilan yang diberikan teman-temannya. Nama panggilan itu yang justru akhirnya disematkan menjadi jenama bagi warung satenya, yang kemudian malah membawa hoki alias keberuntungan baginya.
Sate Legendaris yang Melintas Zaman
Meski warungnya sederhana, Warung Sate Sapi Pak Beng boleh dikata tak pernah sepi pengunjung. Apalagi saat jam makan siang. Padahal tak mudah bertahan mengibarkan usaha kuliner tradisional di tengah serbuan kuliner modern yang menjamur bak cendawan di musim hujan.
Warung Sate Sapi Pak Beng telah membuktikan bisa tetap eksis melintasi zaman, diwariskan dari generasi ke generasi, bahkan masih memiliki banyak pelanggan setia. Menurut Pak Beng, pelanggan satenya tak hanya berasal dari Gubug saja, tetapi juga dari luar Gubug bahkan tetangga kabupaten Grobogan, seperti Blora, Kudus, dan Demak.
Sate sapi Pak Beng juga disukai sejumlah tokoh Kabupaten Grobogan. H. Bambang Pujiono dan H. Icek Baskoro (bupati dan wakil bupati Grobogan periode 2006–2016), dan H. Soepomo (mantan anggota DPRD Kabupaten Grobogan), termasuk di antara sejumlah pembesar yang tercatat pernah menyantap dan menggemari satenya.
Saat ini, pengelola Warung Sate Sapi Pak Beng sudah memasuki generasi keempat. Sejak 2010, Pak Beng menyerahkan tongkat estafet warung ke anaknya yang bernama Novi Aditya. Sebuah proses dengan masa tempuh perjalanan yang lumayan panjang.
Pindah Lokasi
Hari Senin, 8 Mei 2023, bisa dikatakan menjadi “hari bersejarah” bagi Warung Sate Sapi Pak Beng. Warung tersebut harus pindah dari lokasi lama yang sudah ditempati puluhan tahun. Warung yang ditempati selama ini memang berada di tanah milik pemerintah. Oleh karena itu, ketika pemerintah hendak menggunakannya, maka mau tidak mau harus pindah.
Kepindahan itu berhubungan dengan rencana pemerintah melakukan pelebaran ruas jalan Semarang–Purwodadi. Warung Sate Sapi Pak Beng dan sejumlah warung lainnya membongkar lapaknya sendiri secara sukarela.
Beruntung, Warung Sate Sapi Pak Beng tidak pindah terlampau jauh. Hanya pindah di ruko seberang jalan yang terletak di belakang warung sebelumnya. Lokasinya mudah ditemukan. Tak jauh dari bundaran Gubug di Jalan Raya Semarang–Purwodadi, ke arah Desa Pranten. Warung Sate Pak Beng yang baru lebih nyaman karena lebih luas dan bersih.
“Bedanya kalau yang dulu gratis, kalau yang sekarang bayar [uang sewa ruko],” tutur Novi Aditya, generasi keempat Warung Sate Sapi Pak Beng, saat saya mampir ke warungnya beberapa waktu lalu.
Cita Rasa Sate Sapi Pak Beng
Saat saya datang, Warung Sate Sapi Pak Beng lumayan ramai. Itu artinya, penggemar satenya masih banyak meski sudah berkali-kali alih generasi.
Sajian sate sapi Pak Beng begitu khas. Sebelum dibakar, daging sapi yang sudah dipotong-potong direndam ke dalam bumbu yang diformulasi khusus sampai bumbu meresap. Setelah itu ditusuk dengan tusuk sate, baru kemudian dibakar.
Cita rasa sate sapi Pak Beng cenderung manis-gurih. Mengingatkan saya pada sate sapi manis ala Pak Kempleng di Ungaran, Kabupaten Semarang, yang juga sangat populer.
Ada dua pilihan sambal sebagai pelengkap makan sate sapi di warung Pak Beng, yaitu sambal kecap atau sambal kacang. Tinggal pilih sesuai selera. Sebenarnya, dimakan tanpa sambal pelengkap pun, sate sapi Pak Beng sudah sangat enak karena bumbu yang memarinasi daging sangat terasa. Namun, tambahan sambal menjadikan sate sapi Pak Beng jauh lebih sedap, atau dalam istilah Jawa: nyamleng tenan.
Warung Sate Sapi Pak Beng buka setiap hari mulai pukul 09.00 hingga 21.00 WIB. Satu porsi sate sapi (10 tusuk) dibanderol Rp55.000 alias 5.500 rupiah per tusuk. Bila sedang dalam perjalanan melintasi jalanan Semarang–Purwodadi, silakan mampir ke warung ini. Cicipi lezatnya sate sapi manis Pak Beng yang legendaris.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Badiatul Muchlisin Asti Penulis lepas di media cetak dan online, menulis 60+ buku multitema, pendiri Rumah Pustaka BMA, dan penikmat (sejarah) kuliner tradisional Indonesia