Interval

Melihat Potensi Minyak Kelapa dan Blondo dari Bantul

Ada pemandangan tak biasa yang saya dapati sewaktu mengantar ibu membeli camilan di warung tetangga. Pasalnya di samping warung tersebut berserakan kulit kelapa, lengkap dengan tumpukan daging kelapa tua yang ditempatkan dalam baskom berukuran cukup besar. Saya juga sempat melihat beberapa buah kentos yang satu di antaranya berukuran lebih dua kepalan tangan. 

Kentos merupakan sebutan untuk cikal bakal tunas kelapa. Kentos kadang ditemukan dalam daging kelapa yang sudah tua. Namun, tidak semua kelapa tua selalu ada kentosnya. Biasanya kelapa yang memiliki kentos adalah kelapa yang sudah tua, tetapi tidak langsung digunakan untuk memasak. Sayangnya, kelapa yang sudah keluar kentosnya itu daging buahnya akan menyusut sehingga tidak akan setebal kelapa yang belum ada kentosnya. 

Dulu, sewaktu saya masih kecil, saya sempat beberapa kali mencicipi bagian kelapa berwarna kuning gading ini. Tekstur yang empuk ditambah cita rasa yang manis membuat saya jarang menolak saat ditawari kentos oleh orang rumah. Maklum, masa muda ibu saya sempat diwarnai dengan kegiatan membuat minyak goreng sendiri. Kegiatan ini masih berlanjut hingga saya duduk di bangku sekolah dasar. 

Produksi Minyak Kelapa di Rumah Warga

Di era 90-an, saya masih menemui banyak pohon kelapa di sekitar rumah. Biasanya di setiap kebun milik warga itu ada pohon kelapanya barang satu atau dua pohon, tidak terkecuali di kebun simbah saya. Kalau sekarang paling hanya menemukan satu dua pohon saja yang biasa ditanam di tepian jalan. Beda dengan pemandangan di area Bantul yang agak selatan, di mana pohon kelapa masih banyak menjadi “peliharaan” warga.

Dulu sekali panen, simbah saya bisa mengangkut kelapa hingga dua kol. Meski sekali panen jumlahnya nggak banyak-banyak amat, selain untuk masak dan dijual di warung tetangga, kadang simbah menyisihkan sebagian hasil panen untuk dibuat minyak kelapa. Permintaan air kelapa muda waktu itu belum semasif sekarang. Jadinya, sebagian besar kelapa memang dipanen saat sudah tua. 

Karena itulah saat melihat daging kelapa yang cukup banyak tadi, saya langsung berpikir, jangan-jangan mau dibuat jadi minyak kelapa. Sebab sampai sekarang kawasan Bantul masih dikenal sebagai salah satu sentra penghasil minyak kelapa. Ditambah lagi sebelah warung yang dituju ibu saya tadi juga menyediakan stok minyak literan yang ditempatkan di etalase kayu.

Melihat Potensi Minyak Kelapa dan Blondo dari Bantul
Proses pencungkilan daging kelapa/Retno Septyorini

Bedanya, warung yang menjual minyak menyediakan sayur dan buah-buahan segar, sementara satunya menyediakan aneka jajanan tradisional. Warung minyak tadi milik seorang simbah yang saya lupa namanya, sedangkan warung sebelahnya milik sang menantu.

Jujur saja, deretan botol minyak goreng tersebut cukup menarik perhatian saya. Pasalnya saya juga sempat melihat pemandangan ibu penjaga warung camilan yang sedang menimbang blondo. Blondo merupakan sebutan untuk ampas bercita rasa legit yang merupakan ampas dari proses pembuatan minyak kelapa. Blondo yang tanak itu warnanya cokelat. Karena itulah ada istilah blondo cokelat dan blondo putih. 

Kalau teman-teman masih bingung tentang asal usul blondo, mungkin bisa memakai analogi seperti ini. Mudahnya, produk akhir santan yang diolah menjadi minyak itu ada dua. Ampasnya yang mengambang itu namanya blondo, dan sisanya adalah minyak kelapa. Hasil sampingan pada pembuatan minyak kelapa inilah yang nantinya diolah menjadi areh pada gudeg.

Butuh Kesabaran Ekstra

Tebakan saya ternyata benar. Ibu yang tadi tengah memecah buah kelapa bercerita bahwa daging kelapa tua tersebut memang akan diolah menjadi minyak kelapa. Ia membantu simbah pemilik warung untuk membuat minyak kelapa. Hanya saja minyak buatan simbah dikemas dengan botol bekas minyak kelapa sawit pabrikan.

Karena penasaran, saya pun bertanya pada ibu terkait pembuatan minyak kelapa. Secara garis besar, pertama kelapa harus diparut untuk dibuat menjadi santan kental. Selanjutnya santan ini dipanaskan dalam kurun waktu tertentu sampai mengeluarkan minyak. 

Melihat Potensi Minyak Kelapa dan Blondo dari Bantul
Perbedaan warna minyak kelapa sawit (kiri) dan minyak kelapa/Retno Septyorini

Lantas apa perbedaan minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit? Kalau dilihat secara fisik, jika dibandingkan dengan minyak kelapa sawit, warna minyak kelapa cenderung lebih bening. Kalau minyak sawit berwarna lebih kekuningan. Meski demikian, dalam satu kali produksi, warna minyak kelapa juga tidak selalu sama. Biasanya tergantung pada suhu saat memasak santannya. Kalau masih pakai tungku berbahan dasar kayu, besar apinya bisa berbeda-beda. Karena itulah dalam satu kali pembuatan minyak, beda wajan bisa beda warna minyak.

Selain warna, aroma minyak kelapa dan minyak kelapa sawit juga berbeda. Pada minyak kelapa, aroma kelapanya terasa cukup kuat, sedangkan aroma pada minyak kelapa sawit cenderung netral.

Sebab minyak kelapa menghasilkan ampas berupa blondo, kadang blondo ini masih bisa terbawa meski minyak kelapa sudah melalui beberapa tahap penyaringan. Terkadang di dasar kemasan minyak kelapa terdapat endapan atau gumpalan berwarna cokelat. Beberapa kali beli minyak kelapa produksi simbah juga mendapati hal demikian. Namun, bagi saya pribadi tidak masalah karena tidak mengubah rasa minyak. 

  • Melihat Potensi Minyak Kelapa dan Blondo dari Bantul
  • Melihat Potensi Minyak Kelapa dan Blondo dari Bantul

Kembali Memasak dengan Minyak Kelapa

Di pasaran, harga minyak kelapa memang lebih mahal harga minyak kelapa sawit. Satu liter minyak kelapa biasanya masih berada di kisaran 30 ribuan rupiah, sedangkan seliter minyak kelapa sawit berkisar sepuluh ribu lebih murah. Kalau harga sedang turun, kadang malah bisa dapat di kisaran Rp19.000. Meski demikian, saya lebih suka memasak dengan minyak kelapa. Aroma yang keluar saat minyak kelapa mulai dipanaskan membuat saya lebih semangat untuk memasak.

Di lidah saya, hasil menggoreng dengan minyak kelapa juga terasa lebih gurih. Ibarat kata, pagi-pagi bikin telur dadar saja sudah bisa memperbaiki mood saya. Karena tidak hobi menggoreng makanan, biasanya satu liter minyak kelapa di rumah baru habis setelah satu bulan pemakaian. Paling banter cuma buat masak telur, ikan, atau sekedar menumis sayuran.

Kalaupun dipakai untuk menggoreng makanan, biasanya saya usahakan untuk tidak menyisakan terlalu banyak minyak. Sisa minyak yang ada biasanya saya gunakan untuk menumis sayur. Jadi, belum pernah ada cerita minyak kelapa di rumah sudah tengik sebelum digunakan.

Bagaimana dengan teman-teman, lebih suka memasak dengan minyak kelapa atau minyak kelapa sawit?


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Retno Septyorini

Penulis dari Bantul. Hobi jalan dan kulineran.

Penulis dari Bantul. Hobi jalan dan kulineran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Tak Ada Nasi, Growol pun Jadi