Matahari mulai agak condong ke sisi barat, Kamis (18/5/2023) siang. Sebuah sepeda motor berkelir hitam menepi dan berhenti, tak jauh dari tiga batu besar yang teronggok di pinggir perkebunan teh, di Jalan Raya Rancabali, Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Dua penunggangnya—pasangan pemuda dan pemudi—turun. Usai melepas dan menaruh helm mereka, keduanya mendekati salah satu batu. Sang pemudi segera memanjat dan berdiri di atas batu. Sementara sang pemuda berdiri di depannya, menenteng ponsel siap memotret.
“Gimana, kelihatan estetik, enggak?” seru sang pemudi sembari mengatur posisi berdirinya.
Sang pemudi tersebut tentu saja bukan satu-satunya orang yang berdiri di atas batu untuk berpose dengan latar belakang hamparan kebun teh di kawasan Rancabali. Sudah ratusan, bahkan ribuan orang yang berdiri, atau juga duduk, di atas batu tersebut untuk berpose seperti pemudi itu.
Jika mampu berbicara, barangkali pula batu tersebut bisa berkisah panjang lebar ihwal orang-orang yang menyempatkan berfoto di sana maupun orang-orang yang pernah lewat di depannya.
Selain di tepi jalan, batu-batu besar juga terlihat berada di sejumlah titik di tengah-tengah perkebunan teh Rancabali. Sudah barang tentu, yang mau berpose di atasnya perlu terlebih dahulu mblusuk ke tengah-tengah kebun teh.
Rancabali, yang merupakan salah satu kecamatan di Ciwidey, memang identik dengan teh. Tatkala kita melintasi Jalan Raya Rancabali, sepanjang mata memandang adalah hamparan kebun teh, yang menyejukkan mata dan membuat hati adem.
Rancabali sendiri merupakan pemekaran dari Kecamatan Ciwidey. Pemekaran dilakukan lantaran lima desa yang sekarang menjadi bagian Kecamatan Rancabali memiliki luas wilayah yang sangat luas.
Jarak Rancabali dari pusat Kota Bandung sekitar 48 kilometer, ke arah selatan. Sebelum mencapai Rancabali, kita harus melewati terlebih dahulu Soreang dan Ciwidey.
Lokasinya yang berada di kawasan pegunungan membuat temperatur di Rancabali benar-benar adem. Siang bolong melompong tengah hari, saat mentari persis berada tepat di ubun-ubun, suhu di Rancabali tak lebih dari 20 derajat Celcius. Beranjak ke petang atau pada pagi hari, suhu bisa lebih rendah lagi. Dan halimun masih kerap turun di Rancabali, membuat momen yang kita lakoni di kawasan ini menjadi lebih romantik.
Akhir pekan atau hari-hari libur lainnya, tak sedikit muda-mudi bermotor dari sejumlah pusat kota menyengaja dolan ke Rancabali untuk ngadem.
Begitu pula rombongan keluarga, baik yang bermobil maupun bermotor. Mereka datang ke Rancabali untuk menikmati panorama asri perkebunan teh dengan udara sejuk pegunungannya, melepaskan penat dan kejenuhan yang mungkin menelikung mereka buntut dari rutinitas yang saban hari mereka lakukan di kawasan urban.
Bandrek dan jagung bakar
Jika di lingkungan bersuhu hangat kita membutuhkan minuman yang segar dan dingin, maka di lingkungan bersuhu sejuk, cenderung dingin, seperti Rancabali, kita membutuhkan minuman yang mampu menghangatkan tubuh.
Itulah mengapa tak akan kamu jumpai penjaja es degan, cendol maupun minuman dingin lainnya di sekitar Rancabali. Minuman khas yang banyak ditawarkan di Rancabali adalah bandrek. Seperti yang mungkin kamu ketahui, ini adalah minuman tradisional khas Sunda, yang pas dinikmati di lingkungan bersuhu sejuk atau dingin, lantaran dapat menghangatkan tubuh.
Bahan utama bandrek yaitu jahe dan gula aren. Ada beberapa varian bandrek. Salah satunya yaitu yang dibubuhi serutan kelapa muda. Minum bandrek bisa ditemani dengan camilan pendamping. Nah, di Rancabali, camilan pendamping sebagai teman minum bandrek adalah jagung bakar.
Jadi, tak perlu heran saat melintas di tengah sejuk atau dinginnya udara Rancabali, kamu mendapati kepulan asap dari sejumlah warung tenda pinggir jalan yang sedang menyiapkan jagung bakar untuk para pengunjungnya.
Duduk menghadap hamparan hijau kebun teh, jauh dari kebisingan kota, sembari menikmati jagung bakar dan bandrek boleh jadi bakal memberi kesan dan kenikmatan tersendiri. Barangkali nuansa seperti inilah yang membuat tak sedikit orang kangen kembali ke Rancabali.
Akses ke Pantai Selatan
Saat ini, akses jalan utama satu-satunya menuju Rancabali dari arah Soreang yaitu melalui Jalan Raya Ciwidey. Di musim liburan, para wisatawan mesti bersabar-ria karena jalur ini senantiasa macet. Jarak Soreang—Rancabali yang cuma 19 kilometer, tak jarang harus ditempuh selama 2—3 jam. Namun, kekesalan akibat terjebak macet niscaya langsung terbayar lunas begitu kamu sampai di Rancabali.
Untuk mengatasi kemacetan yang kerap menyergap Jalan Raya Ciwidey, pemerintah Kabupaten Bandung berencana membangun fasilitas kereta gantung untuk para wisatawan. Diharapkan, dengan hadirnya kereta gantung ini dapat menjadi salah satu solusi kemacetan yang kerap merundung kawasan Ciwidey di musim puncak liburan. Saat ini, pemerintah Kabupaten Bandung, bekerja sama dengan pihak swasta, tengah melakukan studi kelayakan ihwal kemungkinan dibangunnya fasilitas kereta gantung ini.
Untuk sementara ini, bagi kamu yang hendak dolan ke Rancabali dan tak ingin terjebak kemacetan, maka sebaiknya datang lebih pagi atau datang di saat hari kerja biasa. Kalaupun memilih datang pada hari libur, pilihlah hari libur tunggal yang kebetulan jatuh di tengah pekan.
Bagi kamu yang doyan keluyuran, setelah menikmati panorama perkebunan teh di Rancabali, dapat saja meluncur lebih jauh lagi ke arah selatan buat mantai.
Sekitar 70 kilometer dari Rancabali, kamu bakal sampai ke kawasan Cidaun, Cianjur, di pesisir Pantai Selatan. Jalur Rancabali—Cidaun sudah beraspal mulus. Sepanjang jalur Rancabali—Cidaun, mata kamu bakal terus dimanjakan dengan panorama alam perdesaan khas Jawa Barat bagian selatan.
Jadi, pagi-pagi menikmati panorama kebun teh di Rancabali, Ciwidey, siangnya mantai menikmati pasir putih Pantai Selatan di Cidaun, Cianjur.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.