Menyusuri Alam dan Budaya Desa Wisata Tinalah

Dewasa ini, desa wisata semakin menjamur di Indonesia. Satu per satu masyarakat mulai mengelola potensi desa. Banyak ragam yang ditonjolkan oleh desa wisata sebagai jenama mereka; ada yang promosikan pesona alamnya, ada yang dengan hasil kerajinannya, ada yang dengan keunikan budayanya. Desa wisata di Jawa, khususnya Yogyakarta seakan tidak pernah kehabisan pesona untuk unjuk gigi. Salah satunya adalah Desa Wisata Tinalah.

Alam yang hijau dan udara dingin khas pegunungan, dikelilingi Pegunungan Menoreh dan Sungai Tinalah, desa ini berada di Kabupaten Kulon Progo, Kecamatan Samigaluh, Desa Purwoharjo. Desa ini secara resmi menjadi desa wisata pada 2013 dengan memakai jenama Dewi (Desa Wisata) Tinalah. Berdasarkan situs resmi Desa Tinalah, nama tersebut diberikan untuk menggambarkan sosok sahabat yang memberikan kenyaman dan ketenangan, yang akhirnya juga menjadi motto desa yakni pesona alam dan budaya.

Dewi Tinalah
Kawasan Dewi Tinalah/Galuh Fahmi

Secara resmi, desa ini menyediakan paket wisata yang bisa pengunjung pilih, sesuai dengan maksud dan keinginan pengunjung. Kalau mau santai-santai sambil menikmati semliwir angin dari Menoreh kamu bisa memesan Paket Camping Jogja. Kalau mau ada aktivitas fisik dan sedikit menantang kamu bisa memilih Paket Outbound Jogja. Kalau untuk ramai-ramai sambil berdiskusi dan makrab organisasi bisa dicoba Paket Makrab Jogja.

Salah satu wisata alam yang terkenal di Tinalah adalah Goa Sriti. Goa Sriti memang tidak seterkenal Goa Pindul, yang sudah lebih dahulu dikenal masyarakat banyak namun goa ini memiliki sejarah yang panjang. Konon saat Perang Diponegoro, goa ini digunakan sebagai tempat persembunyian pasukan Diponegoro, sekaligus tempat pelantikan Diponegoro sebagai sultan dengan nama Sultan Abdul Hamid. Goa Sriti punya ruang cukup luas untuk dimasuki beberapa orang, namun sedikit pengap dan gelap.

Untuk penyuka wisata sejarah, wisatawan bisa berkunjung ke salah satu tempat bersejarah yang ada di Desa Tinalah, yakni Rumah Sandi. Rumah Sandi merupakan salah satu saksi bisu perjuangan Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda ke-2 yang berperan dalam menyebarkan informasi perjuangan kepada luar negeri. Meskipun sempat mengalami kerusakan, rumah ini telah dipugar dan difungsikan sebagai museum untuk mengenang perjuangan bangsa. 

  • Dewi Tinalah
  • Dewi Tinalah
  • Dewi Tinalah

Matahari pagi memang terlihat menyenangkan untuk dilihat, apalagi dari daerah ketinggian. Gardu pandang di Desa Tinalah yakni Puncak Kleco. Puncak Kleco merupakan salah satu tempat favorit di Desa Tinalah untuk melihat matahari terbit. Kita bisa melihat pemandangan Wates, Jogja, dan Pegunungan Menoreh dari atas sini yang kadang masih diselimuti kabut tipis.

“Sebelum menjadi desa wisata, masyarakat kebanyakan menjadi petani, peternakan, pengrajin mebel kayu , atau berjualan,” ungkap Galuh Fahmi, salah seorang pengelola Desa Tinalah. 

“Setelah menjadi desa wisata, banyak masyarakat terlibat sebagai pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, seperti menjadi pemandu wisata, penyedia homestay, penyedia kuliner,” lanjutnya.

Menjadi desa wisata itu bukan hanya menjadikan desa sebagai tempat pertunjukkan, tetapi lebih dari itu dapat kita lihat perekonomian desa semakin maju, masyarakat menjadi tulang punggung pergerakan wisata desa. Desa menjadi lebih terbangun dengan label “desa wisata”, banyak pikiran yang menjadi terbuka akan pentingnya aktualisasi diri di tengah modernisasi. Maklum, kemajuan teknologi tidak bisa kita pungkiri turut andil menyebarkan dampak positif menjadi desa wisata.

Desa Tinalah, ungkap Fahmi, sudah menjadi ruang kolaborasi lintas generasi baik generasi muda maupun tua. Generasi muda yang energik diberikan ruang tampil, tantangan, serta tanggung jawab untuk keberlangsungan kegiatan desa wisata.  Para pemuda diberikan kesempatan untuk menjadi pemandu wisata, pemandu outbound, pelatihan desa wisata, dan pengembangan konten kreatif di berbagai media daring.

TelusuRI melihat Desa Tinalah keluar sebagai pemenang pada Anugerah Desa Wisata 2021 kategori desa digital. Program yang digagas Kemenparekraf ini berhasil memicu desa-desa untuk semakin kreatif menemukan ruang untuk melabeli diri mereka dengan label wisata. Dalam salah satu artikel di situs Kemenparekraf, ada empat tingkatan desa wisata yaitu: rintisan, berkembang, maju, dan mandiri. Desa Tinalah sendiri masuk pada kategori.

Galuh mengungkapkan apa yang ingin dicapai oleh desanya lima tahun kedepan. “Rencana pengembangan desa wisata lima tahun ke depan dengan semakin banyaknya partisipasi masyarakat di desa, akan disosialisasikan ke masyarakat dan melibatkan berbagai kelompok-kelompok masyarakat seperti seni budaya, PKK, Karang taruna dan UMKM.”

Kedepannya akan lebih banyak diadakan paket homestay yang ada di Desa Tinalah untuk memberikan kesempatan lebih kepada para masyarakat untuk bisa berpartisipasi lebih dalam kegiatan desa wisata. Perkembangan dan perencanaan ini patut kita syukuri, terlebih Indonesia berhasil melewati masa krisis akibat COVID-19 yang menghantam perekonomian negeri.

Desa Tinalah, berdasarkan penilaian dari Kemenparekraf merupakan desa wisata yang masih berkembang, yang artinya desa ini mempunyai potensi dan sudah mulai dikembangkan secara serius. Masih ada beberapa tahap yang harus dikembangkan guna mencapai desa wisata mandiri. Penambahan fasilitas, kegiatan, dan juga kelengkapan tentu akan menambah semarak wisata di desa ini, tetapi yang lebih penting adalah bisa tetap menjaga desa wisata yang berkelanjutan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu
!

Tinggalkan Komentar