Proyek pembangunan kawasan pariwisata di Taman Nasional Komodo menyita perhatian publik. Anggapan bahwa pembangunan itu dapat mengancam keberlangsungan hidup komodo menyeruak di masyarakat. Tersebarnya foto komodo menghadap truk proyek membuat pembangunan Taman Nasional Komodo dijuluki “Jurassic Park”. Nama itu muncul karena komodo sebagai satwa langka yang mengingatkan publik terhadap dinosaurus di film dengan judul yang sama.
Taman Nasional Komodo sebenarnya adalah gugusan pulau di Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan bagian dari taman nasional tersebut bersama Pulau Rinca, Pulau Padar, serta sejumlah pulau kecil lainnya. Dikenal sebagai habitat asli komodo, pulau-pulau ini dinobatkan menjadi situs warisan dunia UNESCO.
Komodo merupakan spesies kadal terbesar di dunia dengan panjang 2-3 meter dan berat tubuh rata-rata 90 kilogram. Kini komodo sendiri termasuk satwa langka yang dilindungi. Berdasarkan data 2019, ada sekitar 3.022 komodo di pulau-pulau bagian dari Taman Nasional Komodo. Selain komodo, laut di sekitar taman nasional adalah rumah bagi ratusan jenis biota laut. Sehingga, keindahan bawah lautnya juga tak perlu diragukan lagi.
Keindahan alam dan bawah laut yang memukau berhasil menarik perhatian wisatawan untuk melancong ke Taman Nasional Komodo. Di pulau yang berbatasan dengan Nusa Tenggara Barat itu, para wisatawan dapat melihat kehidupan komodo di alam liar. Pesona yang dimiliki rumah bagi ribuan komodo itu telah menjadikannya salah satu destinasi wisata unggulan Indonesia, bersanding dengan Bali dan Raja Ampat.
Proyek Pengembangan Pariwisata
Pemerintah pun berusaha melakukan pembangunan, sehingga taman nasional ini tampak semakin apik. Salah satunya proyek pembangunan yang menghebohkan publik akhir-akhir ini. Pemerintah berujar bahwa kali ini merupakan pembangunan tempat wisata premium di kawasan Taman Nasional Komodo, NTT. Khususnya di Pulau Rinca yang difokuskan sebagai tujuan pariwisata massal.
Proyek pembangunan Taman Nasional Komodo sejak tahun lalu memang sangat gencar dilakukan. Bertujuan untuk pengembangan pariwisata, salah satu daerah yang dibangun secara signifikan adalah Loh Buaya, Pulau Rinca. Bahkan, wilayah ini sempat ditutup guna percepatan pembangunan dan penataan sarana serta prasarana di Resor Loh Buaya. Pembangunan kawasan wisata di Loh Buaya, meliputi dermaga, penginapan ranger dan pemandu alam, serta bermacam sarana pendukung pariwisata, dilakukan selama pandemi.
Pemerintah mengklaim sudah menugaskan beberapa polisi hutan guna mengawasi agar tidak ada komodo yang menjadi korban proyek tersebut. Nantinya, Pulau Rinca akan jadi tempat wisata (mass tourism) di Taman Nasional Komodo. Sehingga, turis-turis akan diarahkan ke Pulau Rinca. Lalu, Pulau Komodo dijadikan wilayah pusat konservasi para komodo yang membuat kunjungan ke sana akan dibatasi.
Peringatan UNESCO
Pembangunan yang dianggap mengganggu kesejahteraan komodo ini disoroti oleh berbagai lembaga dan organisasi nasional dan internasional. Bahkan, proyek ini pun mendapat peringatan agar dihentikan oleh UNESCO. Permintaan penghentian seluruh proyek di kawasan Taman Nasional Komodo tertuang data dokumen yang terbit usai konvensi tanggal 16-31 Juli 2021.
Menurut UNESCO, pembangunan itu dapat mempengaruhi Outstanding Universal Value (OUV) sebelum adanya peninjauan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) oleh Uni Internasional Konservasi Alam (IUCN). Komite Warisan Dunia UNESCO juga dibuat cemas dengan adanya undang-undang yang mengizinkan pembangunan infrastruktur tanpa AMDAL (UU Cipta Kerja).
Meskipun sudah diminta untuk dihentikan, ternyata pemerintah masih keukeuh melanjutkan pembangunan di kawasan Taman Nasional Komodo. Pemerintah berdalih bahwa proyek ini tidak akan memberi dampak lingkungan. Selain itu, pembangunan ini sudah sesuai konsep berkelanjutan yang sejak awal diusung.
Pemerintah juga mengatakan bahwa pembangunan di Taman Nasional Komodo bertujuan renovasi sarana dan prasarana yang sudah ada, tetapi tidak layak. Sarana dan prasarana tersebut akan diganti dengan yang berstandar internasional. Oleh karena itu, pembangunan daerah pariwisata tersebut dianggap tidak akan membahayakan satwa, terutama komodo sebagai aset berharganya.
Janji Pemerintah
Dengan adanya pengembangan itu, pemerintah secara berani menargetkan target kunjungan sebanyak 500.000 orang per tahun. Tentu hal ini menjadi perhatian khusus, sebagaimana diketahui jumlah kunjungan tahunan Taman Nasional Komodo berkisar 250.000 orang sebelum pandemi. Namun, lagi dan lagi pemerintah meyakinkan bahwa mereka tetap berfokus pada pariwisata berkualitas di kawasan Taman Nasional Komodo. Pariwisata berkualitas itu juga akan tetap menjunjung asas keberlanjutan.
Bagi masyarakat sekitar, pemerintah menambahkan bahwa mereka akan memaksimalkan potensi budaya maupun konten lokal sebagai kekuatan utama wisata di taman nasional tersebut. Masyarakat setempat akan dilibatkan hingga kesejahteraan mereka akan meningkat seiring pembangunan kawasan Taman Nasional Komodo. Pernyataan itu seolah-olah jadi jawaban atas desakan masyarakat untuk melaksanakan pengembangan pariwisata berbasis kerakyatan.
Namun, berbagai respons pemerintah dianggap belum mampu meyakinkan masyarakat. Bahkan, masyarakat sempat membuat petisi ditujukan kepada Pak Jokowi dan kementerian terkait. Isi petisi itu agar pembangunan di Pulau Rinca dihentikan. Hal tersebut karena proyek pembangunan kawasan pariwisata premium di Pulau Rinca merupakan ancaman serius. Masyarakat lokal, aktivis lingkungan hidup, hingga pemerhati alam tetap berharap pembangunan ini tidak dilanjutkan. Karena dampaknya tidak hanya lingkungan, tetapi juga satwa dan masyarakat sekitar.
Banyak masyarakat berpegang teguh pada perspektif bahwa Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi, bukan ladang bisnis. Meskipun adanya perdebatan tentang proyek “Jurassic Park” di Taman Nasional Komodo, semua lapisan masyarakat tetap berharap yang terbaik dan pemerintah tak ingkar dengan janji-janji yang telah dibuat.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.