Seolah tak pernah kehabisan ide, konsep-konsep baru wisata perkotaan selalu bermunculan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakat ibu kota demi mengurangi kepenatan sebagai akibat dari tingginya tingkat aktivitas sehari-hari.
Bahkan saya yang merupakan seorang penggemar perjalanan sudah merasa puas dalam menikmati produk pengembangan wisata Jakarta. Sekian banyak museum dan galeri seni sudah saya kunjungi semenjak era revitalisasi museum-museum. Taman-taman kota nan elok juga sudah saya datangi sebagai tempat melepas lelah di akhir pekan semenjak program perluasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) digalakkan di ibu kota.
Taman-taman tematik seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII) ataupun Taman Impian Jaya Ancol bahkan telah menjadi langganan semenjak saya tinggal di Jakarta. Bahkan karena kehabisan agenda wisata, terkadang saya terlalu iseng berkeliling kota sembari menjajal Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT) atau mengikuti City Tour dengan menaiki double decker bus demi mengisi waktu liburan.
Berbagai tempat kuliner legendaris maupun kuliner musiman juga sudah sering saya kunjungi baik di saat weekend, di masa libur atau bahkan di dalam keseharian mengingat pekerjaan saya yang sangat memungkinkan untuk mampir kemanapun yang saya suka di waktu kerja.
Tetapi tetap saja, terdapat suatu saat dimana saya merasa kehabisan ide untuk mengisi waktu libur karena tidak adanya lagi tempat wisata baru yang bisa saya kunjungi.
Beruntung sekali bagi saya ketika kondisi itu terjadi, saya bisa mengikuti kelas bersama telusuRI dan Hutan Itu Indonesia. Begitu saya mengetahui informasi tersebut dari Instagram maka saya kemudian mendaftar untuk mengikuti kelasnya.
Mengikuti kelas TelusuRI dan Hutan Itu indonesia selama empat sesi telah mengenalkan kepada saya satu lagi jenis wisata yang bisa memperpanjang daftar destinasi wisata yang bisa saya kunjungi di masa-masa mendatang. Wisata tersebut adalah wana wisata yang sangat menarik perhatian saya. Konsep wana wisata telah mengenalkan saya terhadap hutan-hutan kota Jakarta secara lebih dekat.
Bahkan rasa ingin tahu yang tinggi telah memperkenalkan saya kepada hutan kota yang lokasinya hanya berjarak tiga kilometer dari rumah. Bahkan hutan kota tersebut belum pernah sekalipun saya kunjungi. Padahal mengunjungi hutan kota adalah kegiatan yang sangat menarik. Ketenangan dan hawa sejuk yang diberikan oleh hutan menjadi sebuah terapi untuk menghilangkan stres.
Ketika saya sudah larut dalam ketertarikan mengunjungi hutan kota, maka timbullah keinginan untuk mengunjungi hutan yang memiliki area yang lebih luas. Hutan-hutan seperti itu tentu hanya ada di luar kota Jakarta.
Wana Wisata Hutan Gunung Pancar
Beberapa hari lalu, keinginan saya untuk mengunjungi hutan di pinggiran ibu kota itu pun kesampaian. Menggunakan kendaraan pribadi aku menuju ke arah selatan. Menelusuri Jalan Tol Jagorawi (Jakarta-Bogor-Ciawi), saya menuju ke daerah Sentul yang berjarak 45 km dari rumah. Hanya membutuhkan waktu satu jam saja hingga akhirnya saya tiba di Wana Wisata Gunung Pancar.
Wana Wisata Gunung Pancar merupakan kompleks wisata kehutanan yang memiliki luas sekitar 447,5 hektar dengan vegetasi utama pohon pinus. Konsep Wana Wisata Gunung Pancar dimudahkan dengan keberadaan akses kendaraan yang membelah hutan dan bisa mengantarkan pengunjung dari satu spot wisata satu ke spot wisata lainnya.
Begitu tiba di pintu gerbang, saya diberhentikan oleh seorang petugas dan diberikan penjelasan mengenai Wana Wisata Gunung Pancar. Setelah memahami penjelasan petugas, saya akhirnya membeli tiket masuk perorangan seharga Rp7.500 dan tiket kendaraan roda empat senilai Rp. 15.000 untuk bisa menikmati kawasan wana wisata.
Sebelum memasuki area wana wisata lebih dalam, saya berhenti sejenak untuk mempelajari alur Wana Wisata Gunung Pancar pada sebuah papan denah yang dipasang di dekat pintu gerbang. Memperhatikan denah dengan seksama, Wana Wisata Gunung Pancar memiliki empat jenis wisata utama, yaitu camping ground, area publik, wisata curug dan pemandian air panas. Tetapi secara keseluruhan, area Wana Wisata Gunung Pancar didominasi oleh camping ground.
Camping Ground
Oleh karenanya, tempat pertama yang saya sambangi pertama kali adalah Camping Ground Lembah Pakis. Area ini menjadi camping ground yang terdekat dari pintu gerbang. Sangat unik, di tengah lebatnya hutan pinus, pengelola wana wisata membuat sebuah jalur tanah yang bisa dilalui oleh kendaraan pribadi untuk langsung menuju ke camping ground.
Setiba di Camping Ground Lembah Pakis, saya langsung disambut oleh petugas yang dengan sabar menjelaskan tentang prosedur berkemah. Petugas tersebut juga menjelaskan bahwa untuk berkemah selama dua hari satu malam maka para pengunjung membayar sebesar Rp100.000 sebagai sewa tempat. Untuk kebutuhan memasak dan tenda harus disiapkan secara mandiri oleh pengujung.
Selain Camping Ground Lembah Pakis, Wana Wisata Gunung Pancar juga menawarkan camping ground lainnya, yaitu Bukit Batu Hijau, Bukit Batu Gede, Bukit Batu Pandan, Bukit Batu Gajah dan Lembah Hijau.
Area Publik
Setelah puas menjelajah Camping Ground Lembah Pakis, saya bergegas menuju ke area publik. Hanya berjarak 200 meter dari Camping Ground Lembah Pakis, area publik ini memiliki suasana yang lebih ramai. Beberapa cafe sederhana tampak berdiri di area ini dengan desain yang sangat menarik.
Sementara beberapa pemandu wisata yang mayoritas adalah anak muda menawarkan jasa foto dengan spot-spot buatan yang cukup unik. Untuk mendapatkan foto dengan sepuluh spot berbeda hanya diperlukan biaya Rp35.000 per orang.
Pemandian Air Panas.
Selain sebagai tempat wisata pelepas penat, Wana Wisata Gunung Pancar juga menyediakan wisata kesehatan dengan menghadirkan kolam pemandian air panas. Tak sedikit pengunjung yang datang jauh dari luar kota demi melakukan terapi air panas. Banyak testimoni dari para pengunjung bahwa berendam di air panas bisa mengobati diabetes, menyehatkan jantung, menyembuhkan penyakit kulit dan sangat efektif menghilangkan lelah.
Wisata Curug
Wisata lain yang berada di Wana Wisata Gunung Pancar adalah keindahan beberapa curug (air terjun). Berendam di bawah air terjun sembari menikmati nyanyian alam telah menjadi wisata pilihan keluarga karena berendam di bawah air yang sejuk dan jernih menjadi sesuatu yang sangat langka ditemukan di ibu kota. Salah satu curug yang bisa dinikmati di Wana Wisata Gunung Pancar adalah Curug Putri.
Labih dari empat jam saya berpuas diri dalam menikmati keindahan Wana Wisata Gunung Pancar sebelum memutuskan untuk pulang. Dalam perjalanan pulang, saya memilih jalur berbeda dengan jalur saat berangkat. Sepanjang perjalanan pulang, saya disuguhi pemandangan perkampungan yang diselingi oleh persawahan nan hijau dan dipadu dengan gemericik air sungai yang sangat jernih.
Keberadaan Wana Wisata Gunung Pancar selain memfasilitasi wisata alternatif bagi warga ibu kota juga mempunyai peran penting dalam pemberdayaan ekonomi warga sekitar.
Tentu hal ini harus menjadi perhatian para stakeholder lingkungan, baik pemerintah kota, bisnis jasa pariwisata, organisasi penggiat lingkungan dan berbagai perusahaan yang berdiri di sekitar Wana Wisata Gunung Pancar.
Sangat diharapkan para stakeholder ini saling bekerjasama dan bersinergi untuk melestarikan dan mengembangkan Wana Wisata Gunung Pancar supaya mampu mendongkrak perekonomian warga sekitar.