Pada umumnya, sebuah desa dipimpin oleh seorang kepala desa. Namun lain halnya dengan sebuah desa yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara timur, desa tersebut dipimpin oleh seorang raja. Desa Boti, namanya.
Desa Boti didiami oleh suku Boti, salah satu suku tertua yang ada di Nusa Tenggara Timur. Suku Boti merupakan keturunan dari suku asli pulau Timor, yakni Atoni Metu. Kehidupan suku Boti sangat jarang terdengar oleh dunia luar, hal tersebut terjadi karena mereka hidup jauh dari perkotaan, lebih tepatnya mereka hidup di daerah pegunungan.
Lokasi Desa Boti
Desa Boti cukup terkenal di Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu destinasi wisata di kabupaten Timor Tengah Selatan yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan, baik dari dalam maupun dari luar provinsi Nusa Tenggara Timur. Desa Boti merupakan bagian dari kecamatan Kie yang terletak di kabupaten Timor Tengah Selatan, berjarak kurang lebih 40 kilometer dari kota Soe.
Rute Menuju Desa Boti
Meskipun terletak di daerah pegunungan, akses menuju desa Boti tidak begitu sulit. Hal itu terjadi karena pemerintah daerah melakukan banyak perbaikan di berbagai sektor, seperti akses jalan dan penerangan.
Sistem Pemerintahan Desa Boti
Desa Boti dipimpin oleh seorang usif atau raja yang bernama Namah Benu. Beliau menjadi raja menggantikan ayahnya yang wafat pada tahun 2005 silam. Meskipun memiliki jabatan sebagai raja, namun keseharian Namah Benu sangat sederhana layaknya masyarakat pada umumnya. Ketika berkunjung, kita tidak akan menemukan sosok raja yang memakai jubah kerajaan mewah yang selalu duduk di singgasana yang megah. Ketika tiba di desa Boti, kita akan berjumpa dengan sosok pria sederhana yang ramah dan memakai pakaian seperti masyarakat biasa. Namun demikian, orang-orang sangat menghormati beliau dan menganggap beliau sosok raja yang bersahaja.
Kepercayaan Masyarakat Desa Boti
Suku Boti sangat memegang erat kepercayaan mereka yang disebut Halaika. Mereka percaya akan dua kekuatan atau penguasa alam, yaitu Uis Pah dan Uis Neno. Uis Pah dipercaya sebagai ibu yang mengatur, mengawasi dan menjaga kehidupan alam semesta beserta isinya. Sedangkan Uis Neno dipercaya sebagai bapak yang merupakan penguasa alam baka yang akan menentukan seseorang bisa masuk ke surga atau ke dalam neraka yang didasarkan pada seluruh perbuatannya selama hidup di dunia.
Kehidupan Sosial Masyarakat Desa Boti
Dalam kehidupan sehari-hari, ada pembagian tugas yang sangat jelas antara pria dan wanita di kalangan masyarakat Boti. Para pria memiliki tugas mengurus permasalahan di luar rumah, seperti bercocok tanam dan berburu. Sementara itu, urusan di dalam rumah semua dikerjakan oleh para wanita. Masyarakat desa Boti menganut paham monogami atau memiliki satu pasangan saja. Dan yang unik adalah, setiap pria yang sudah menikah dilarang untuk memotong rambutnya. Jika rambut semakin panjang, makan mereka akan mengikat rambut tersebut seperti konde.
Apabila kepercayaan dan aturan adat Boti dilanggar, maka akan ada sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar tersebut. Sanksi yang diberikan adalah tidak akan diakui sebagai penganut kepercayaan Halaika, dan harus keluar dari komunitas desa Boti.
Kalender Harian Masyarakat Boti
Salah satu tradisi yang masih dipegang masyarakat desa Boti hingga saat ini adalah sistem penanggalan atau kalender harian, dimana dalam tradisi mereka dalam sepekan terdiri dari Sembilan hari. Setiap hari memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Boti, Sembilan hari tersebut adalah sebagai berikut :
- Hari Api (Neon Ai)
Hari yang dipercaya sebagai hari yang baik, cerah dan terang. Namun harus berhati-hati ketika menggunakan api, karena dapat menimbulkan malapetaka.
- Hari Air (Neon Oe)
Aktivitas di hari ini berorientasi kepada air. Setiap orang harus bertanggung jawab dengan baik saat menggunakan air dalam keseharian.
- Hari Besi (Neon Besi)
Hari dimana semua benda yang memiliki unsur besi dikeramatkan. Harus berhati-hati ketika menggunakan semua benda tajam seperti pisau, parang, pedang dan tombak.
- Hari Dewa Bumi dan Langit (Neon Uis PAH Ma Uis Neno)
Hari ini diperuntukan bagi semua makhluk hidup untuk memuliakan Pencipta dan Pemelihara hidup serta pemberi kesuburan.
- Hari Perselisihan (Neon Suli)
Hari yang dimanfaatkan untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang terjadi diantara masyarakat Boti.
- Hari Berebutan (Neon Masikat)
Hari yang dipergunakan untuk beraktivitas dan berkomunikasi dengan sesama maupun dengan lingkungan sekitar.
- Hari Besar (Neon Naek)
Hari yang dipenuhi nuansa kasih persaudaraan, hal-hal yang akan menimbulkan perselisihan harus dijauhi.
- Hari Anak-anak (Neon Liana)
Hari yang disediakan untuk anak-anak, Mereka dapat mengekspresikan kebahagiaan dengan bermain, dan setiap orang tua dilarang untuk membatasi atau melarang aktivitas anak-anak tersebut.
- Hari Istirahat (Neon Tokos)
Hari yang tenang dan teduh. DIdalam keheningan masyarakat Boti dapat merefleksikan hidupnya. Dan hari tersebut dijadikan kesempatan untuk mensyukuri setiap berkat yang diterima selama sepekan.
Masyarakat desa Boti memiliki prinsip hidup yang mandiri dan tidak serakah. Mereka sangat anti untuk merusak alam, bahkan mereka berusaha untuk menjaga kelestarian alam yang ada disekitarnya.
Hingga kini, desa Boti tetap memegang teguh adat dan kepercayaan nenek moyang secara turun-temurun. Meskipun modernisasi mulai mempengaruhi daerah sekitar, namun masyarakat Boti tetap hidup dalam kesederhanaan seperti yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.