Akhirnya libur semester tiba. Liburan ini kami gunakan untuk refreshing sekadar menenangkan pikiran dan jiwa. Sekian lama memikirkan tempat mana yang akan dikunjungi, akhirnya saya dan teman-teman memilih sepakat untuk pergi menikmati alam di tempat wisata terdekat dengan rumah kami. Kami pun pergi memilih tempat pemandian yang ada di Bah-Biak, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Alasan kami memilihnya selain karena dekat adalah tempat ini memiliki destinasi alam yang mampu memanjakan setiap mata pengunjung.

Tempat itu dikenal dengan Air Terjun Bah Biak, air terjun yang memiliki empat aliran jatuhnya air. Ada banyak jejak sejarah yang tertinggal di tempat itu. Mesin pompa air buatan Belanda untuk dialirkan ke rumah penduduk menjadi salah satu buktinya. Air yang langsung diperoleh dari akar pohon membuat tempat indah ini terlihat alami.

Mesin pemompa air buatan Belanda/Cici Silalahi

“Baik buruk itu selalu berdampingan” begitulah kata para warga sekitar jika mereka mendapati pengunjung yang mengeluh ketika hendak turun menuju air terjun. Ada 500 tangga yang harus dijalani untuk sampai ke bawah. “Menguras tenaga memang, itu buruknya tetapi baiknya adalah setiap 100 tangga terlewati, kita akan disuguhkan oleh keindahan alam yang sangat alami.” Begitulah ucap pemuda yang menjadi pemandu wisata tempat itu.

Pemandangan dari atas tangga dengan jumlah 300 anak tangga/Cici Silalahi

Ada banyak yang akan menyegarkan mata dan jiwa, dan didukung suasana hutan yang masih terlihat gelap semakin menambah keasriannya. Ketika tangga ke 200 dilewati, maka pengunjung akan disajikan oleh pemandangan hutan yang memiliki akar pohon berair. Artinya, dari akar pohon itulah sumber air yang akan jatuh menjadi air terjun wisata alam. Nah, sebelum mencapai tangga ketiga ratus, pengunjung akan kembali diperlihatkan oleh mesin pompa air buatan Belanda. Bentuknya yang unik dengan suara yang dihasilkan sangat meyakinkan para pengunjung untuk melihatnya.

Sebelum meninggalkan tangga-tangga ini, seharusnya pengunjung akan merasa kelelahan. Namun tidak pada akhirnya karena percikan air terjun menghilangkan rasa lelah dan membasahi kerongkongan yang kian terasa kering. Sesampainya di dasar, pengunjung akan menikmati suara jatuhnya air terjun dan kesegaran alam yang begitu luar biasa sensasinya.

Di depan air terjun terdapat pula sungai yang sangat jernih dan bersih hasil terusan mata air dari tempat tinggi sebelum daerah Bah ini. Banyak kebiasaan yang dilakukan para pengunjung maupun warga di tempat ini. Saya melihat ada banyak pondok yang didirikan tepat 25 meter dari depan air terjun. Pengunjung dapat menikmati pemandangan alam yang menyegarkan sambil bersantai ria di pondok milik warga. Harganya yang terjangkau dan makanan khas yang disajikan pun semakin mendukung jiwa travel yang meronta-ronta.

“Saya kagum dengan buatan Tuhan di tempat ini. Budaya yang berbeda-beda menjadi tim pengelola kebersihan, perancang, dan penjamin protokol kesehatan. Kekerabatan dan Kerjasama serta gotong royong masih sangat kental,” gumamku.

Sebagai warga yang berada di domisili sekitar destinasi ini, saya merasa bangga dengan sikap masyarakat yang sangat membudaya. Para warga yang sering melihat pengunjung dengan berbagai budaya tidak menjadi fanatik atau terkontaminasi. Salah satu teman saya yang turut mengambil bagian sebagai tim gugus COVID-19 mengarahkan saya untuk naik ke atas lewati tangga gelap. Ternyata ada jalan pintas yang bisa sampai ketempat yang dituju melalui melalui tangga gelap.

“Dekat sih, tapi gelap. Nggak ada yang bisa dilihat-lihat. Pantas saja warga sini berprinsip baik buruk itu selalu berdampingan,” ucap ku padanya.

Tangga gelap memberi pengajaran kepada siapa saja manusia yang mau berjuang dalam mencapai sesuatu. Saya menemukan dari tangga yang belum beraturan banyak tenaga yang harus terkuras. Namun untuk mendapatkan keinginan hati dan penyegaran jiwa, saya dan teman-teman  memilih untuk terus mendaki maupun menuruni tangga ini.

Air Terjun Bah Biak ini juga dikelilingi perkebunan teh milik perusahaan negara. Wisata ini ditutupi oleh bukit-bukit perkebunan sehingga menambah kesejukan alam yang masih sangat alami. Setiap pengunjung yang berasal dari berbagai daerah pasti akan mendapatkan sajian instan untuk menyegarkan pandangan. Bisa juga dikatakan sebagai “obat refreshing.”

Terdapat tim yang akan menyambut para pengunjung. Pengunjung akan membayar Rp10.000 untuk masuk ke daerah destinasi melalui tangga gelap. Alasannya untuk pembangunan tangga yang masih tanah dan akan licin jika hujan datang. Jadi dana yang diberikan pengunjung kepada pihak pemandu wisata sudah dialokasikan kepada pembangunan. Sebenarnya wisata ini sudah lama ingin dibuka hanya karena sebelumnya daerah ini dikelilingi lahan kopi masyarakat, sehingga masyarakat tidak akan mengira daerah ini dapat dijadikan tempat pencaharian.

Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, banyak orang yang memiliki gawai melihat perkembangan wisata dan hal inilah yang menjadi pemicu masyarakat dan kepala daerah untuk memulai membuka dan mengembangkan tempat wisata walaupun di daerah terpencil. Menjadi kecil di tempat yang besar tidak masalah, asal tetap berusaha menyalakan pelita di tempat yang gelap dan cahaya itu sendiri yang akan memperkenalkan keistimewaannya. Demikianlah prinsip yang terus digunakan dalam budaya di daerah ini yang terdiri dari beberapa suku dan agama.

Jika hal kecil mampu memberikan peluang untuk menjadi sesuatu yang besar sekali pun proses yang dilakukan akan kontinu, mengapa kita harus memikirkan hal yang terlalu besar dengan proses yang belum kita ketahui bagaimana. Jika destinasi alam yang sederhana dapat menjadi sesuatu yang menghasilkan pembaharuan secara ekonomi, mengapa kita tidak terbuka untuk menjadi salah satu orang yang terlibat di dalamnya?

Wisata Bah di Bah-Biak memberikan tantangan kepada anak-anak muda untuk memikirkan hal-hal baru yang sederhana namun memberikan dampak yang besar bagi siapa saja yang menikmatinya. Salam kreatif anak muda yang senang mengembangkan ilmu dan wawasan dalam dirinya untuk negeri.

Tinggalkan Komentar