Ujung canthing, sejumput lilin, dan sebongkah kayu menjadi kalimat doa bagi sebagian warga Bobung. Dengan topeng batik mereka berdialog dengan Sang Mahakuasa.
Sepertinya kita semua setuju bahwa Indonesia adalah sebuah negara yang dianugerahi begitu banyak keindahan alam dan budaya. Sampai saat ini lebih dari 30 budaya asli Indonesia baik yang berwujud benda maupun nonbenda tercatat di UNESCO. Dalam tahun-tahun mendatang daftar ini dipastikan akan terus bertambah mengingat Indonesia sendiri mempunyai 1.300 lebih suku asli dengan beragam kebudayaannya.
Menuliskan budaya Indonesia tentu saja tak lengkap tanpa menceritakan daerah istimewa, Yogyakarta. Sejarah panjang sejak abad ke-18 telah mengokohkan Yogyakarta sebagai salah satu kiblat kebudayaan Indonesia.
Salah satu peran Yogyakarta dalam memperkaya kebudayaan Indonesia adalah batik, yang telah diresmikan oleh UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi pada tahun 2009. Secara lateral, batik dalam bahasa Jawa berasal dari kata “tik” yang bermakna halus, lembut, dan detail. Secara linier, “tik” adalah sebutan proses menitikkan lilin pada selembar kain menggunakan alat yang disebut “canthing”. Dalam perkembangannya teknik membatik semakin meluas sehingga sampai saat ini kita kenal teknik cap, jumput, celup, contel, dan cetak. Media yang digunakan semakin beragam, sebut saja kayu, logam, kertas, bahkan sampah yang telah didaur ulang.
Selama ini mungkin kita hanya mengenal Giriloyo, Manding, Ngasem, dan Mangunan sebagai pionir kampung batik yang ada di Yogyakarta. Tetapi sejak tahun tahun 2001 Pemerintah Kabupaten Gunungkidul memberikan alternatif bagi wisatawan dengan meresmikan Bobung sebagai desa wisata topeng batik. Desa Wisata Bobung terletak di Desa Putat, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Letaknya sekitar 10 km menuju arah barat kota Wonosari atau sekitar 30 km menuju timur Kota Yogyakarta. Desa Wisata Bobung memiliki lebih dari 300 orang pengrajin yang tergabung dalam berbagai UKM yang siap menjamu wisatawan yang ingin melihat lebih dekat proses pembuatan kerajian topeng batik dengan motif khas Yogyakarta.
Sejarah pembuatan topeng kayu di sini dimulai dari kebiasaan masyarakat Bobung yang setiap musim panen tiba menggelar pentas seni tari yang konon ciptaan Sunan Kalijaga, yaitu tarian topeng pandji. Alkisah cerita pandji berasal dari kata siji (satu atau pertama) dan mapan sing siji (percaya kepada Yang Satu). Jadi bisa dimaklumi mengapa tari topeng panji gerakannya begitu halus, persis seperti hubungan kita dengan Tuhan yang berlangsung amat pribadi.
Awalnya topeng kayu hanya diproduksi untuk keperluan pentas tari saja. Namun ketika banyak wisatawan yang menyukai topeng pandji sebagai suvenir, kerajinan ini pun berkembang. Saat ini kerajinan kayu Desa Wisata Bobung berkembang tidak hanya berbentuk topeng saja. Berbagai kerajinan batik kayu seperti nampan, gantungan kunci, hiasan meja, wayang, dan bentuk-bentuk lainnya mampu mendongkrak ekonomi masyarakat Bobung.
Bahan baku topeng batik Bobung sendiri banyak menggunakan kayu sengon, albasia, dan pulen (pulai) yang secara alami tumbuh subur di daerah Gunungkidul. Sebelum dijadikan bahan baku batik kayu, pohon tersebut adalah keanekaragaman hayati asli yang dimiliki oleh Bobung. Maka saat ini setiap pengrajin di Bobung diwajibkan untuk menanam kembali pohon tersebut, sebagai bentuk rasa syukur mereka terhadap alam yang telah memberi manfaat.
Proses pembuatan topeng batik mulai dari pemotongan, pemolesan, pemahatan, dan pembatikan adalah menu utama salah satu desa wisata unggulan Kabupaten Gunungkidul ini. Bentuk topeng Bobung cenderung mengambil geometri dari wayang purwa dengan motif batik klasik khas Yogyakarta. Warna dominan yang digunakan pun adalah warna alam, seperti cokelat, merah tua, dan hitam. Selayaknya kain, penggunaan warna alam untuk topeng pun bukan tanpa alasan. Sekali lagi, warna ini adalah simbolisasi rasa syukur manusia terhadap pencipta-Nya.
Dalam prosesnya, saat ini motif-motif topeng batik berani keluar dari gaya klasik dan menjadi lebih kontemporer. Silang-budaya dengan daerah-daerah sekitar serta kebudayaan lain yang ada di penjuru Indonesia turut menjadikan topeng khas Bobung semakin menarik dan beragam. Jalan panjang topeng batik Bobung sendiri adalah bagian dari olah rasa, kelembutan, dan kesabaran. Mereka sadar bahwa kerajinan topeng yang sekarang sudah mendunia adalah secuil dari narasi besar warisan leluhur, karena topeng Bobung tidak hanya soal pemanfaatan hasil alam secara ekonomi, melainkan juga tentang estetika dan spiritualitas.
Sebagai manusia modern yang dituntut bergerak cepat, mungkin kita bisa sedikit belajar dari para pengrajin Bobung, bahwa kita butuh melambat, bahkan berhenti sejenak, untuk lebih lembut menikmati filosofi goresan batik semesta sebagai doa, harapan, dan rasa syukur terhadap Sang Mahakuasa.
Foto: Arif Tedja