Semenjak cukai rokok mengalami kenaikan beberapa tahun belakangan ini, industri tembakau rumahan kembali menggeliat. Masyarakat pun mulai melirik tembakau-tembakau daerah untuk kebutuhan isap. Tentu saja, selain nuansa tradisionalnya, tingwe dapat memangkas kocek untuk membeli rokok keluaran pabrik—yang saat ini harganya terus meroket seperti bahan-bahan kebutuhan pokok.
Tren tersebut membawa berkah yang baik, lantaran para petani tembakau sempat mengalami kesulitan bersaing dengan industri rokok besar. Meskipun pemerintah kerap mensosialisasikan naiknya cukai rokok dengan harapan kesejahteraan petani meningkat, nyatanya hingga kini mereka masih menjadi golongan rentan yang mendapatkan tekanan dari pabrik rokok besar demi menjaga surplus produksi.
Selain itu, banyak para petani tembakau mengalami kesulitan saat menjual komoditasnya lantaran tidak bertemu dengan pasar yang tepat. Alhasil, tidak ada jalan bagi mereka selain menyalurkannya ke pabrik. Maka kembali hidupnya tren tingwe, sejatinya menjadi angin segar bagi para petani tembakau.
Beberapa waktu lalu, saya melakukan pencatatan jenis-jenis tembakau yang saya temui selama menelusuri Jawa Tengah. Misi yang bawa sangat sederhana, supaya para petani tembakau dapat membuka pasarnya secara langsung kepada para konsumen.
1. Tembakau Kedu
Jika berkunjung ke daerah Temanggung, sempatkan mampir ke Kedu. Daerah ini merupakan lokasi terbaik untuk mencari tembakau berkualitas di kota yang mendapat julukan sebagai Kota Tembakau ini. Selain bisa singgah dari satu petani ke petani lain, kamu bisa menelusuri Pasar Parakan yang menjadi gudang berbagai macam komoditas tembakau dari para petani di Kedu.
Tembakau Kedu merupakan jenis tembakau yang tumbuh di daerah sawahan atau tegalan. Jenis tanah dan asupan matahari yang tempatnya tumbuh mempengaruhi kualitasnya secara umum. Oleh karenanya, hasil tembakaunya berkualitas. Tidak main-main.
Dalam segi bentuk, tembakau Kedu cenderung kuning keemasan karena terpapar langsung dengan matahari. Menurut para petani, warna daun tembakau memperlihatkan kualitasnya. Semakin cerah warna keemasannya, maka semakin mahal juga harga jualnya.
Meskipun demikian, tembakau ini cenderung “keras” alias nyegrak. Bagi orang yang tidak begitu menyukai nyegrak-nya tembakau dapat menambahkan bumbu seperti cengkeh atau kemenyan dalam lintingannya. Selain cocok dengan jenis tembakau Kedu, kedua rempah tersebut dinilai cukup ampuh untuk menghasilkan rasa isapan yang lebih halus.
2. Tembakau Boyolali
Jika tidak begitu menyukai tembakau dengan aroma dan rasa yang nyegrak, tembakau khas Boyolali bisa menjadi alternatif. Jenis tembakau Boyolali akan tetap nikmat diisap meski tanpa bumbu tambahan. Bahkan kepulan asapnya sudah cukup kuat di mulut.
Akan tetapi, banyak penikmat tembakau kelas kakap yang tidak begitu tertarik dengan tembakau halusan seperti ini. Alasannya sederhana, ketika diisap cenderung tidak menghasilkan rasa apapun.
Ada beberapa hal yang saya soroti dari jenis tembakau Boyolali. Tembakau ini tumbuh pada struktur tanah yang cukup tinggi sehingga menghasilkan tekstur lembab serta warnanya hitam pekat.
Alhasil, teksturnya lembab tersebut membuat tembakau ini menjadi sulit terbakar, bahkan rentan berjamur. Meskipun demikian, kamu dapat menikmati tembakau Boyolali secara praktis karena tidak membutuhkan proses pelintingan yang rumit serta tambahan bumbu rokok lain. Namun risikonya, korek saya menjadi lebih mudah habis karena kelembabannya membuat saya mesti memantikkan api berulang-ulang.
3. Tembakau Karanggayam
Bila membandingkannya dengan tembakau Kedu, tembakau Karanggayam memiliki tingkat nyegrak lebih tinggi. Maka dari itu, bagi orang yang tidak doyan dengan tembakau Kedu sudah pasti akan menolak icip-icop tembakau Karanggayam.
Saya menjumpainya di Desa Karanggayaman, tepatnya di daerah pinggiran Kebumen. Aromanya cenderung seperti bangkai (bukan merendahkan, ya). Namun, justru hal ini membuat saya selalu ingat dengan lanskap geografis dari desa tersebut.
Bagi sebagian masyarakat Karanggayam, menambahkan kelembak menyan menjadikan rasa dan aromanya makin nikmat. Cara tersebut terbukti ampuh membuatnya menjadi lebih ringan untuk diisap, rasanya pun menjadi jadi lebih mudah “keluar”.
Tembakau Karanggayam mempunyai tekstur yang tidak terlalu kering namun cenderung lembab. Meskipun demikian, proses pembakaran tembakau ini jauh lebih mudah ketimbang tembakau asal Boyolali.
4. Tembakau Garangan
Sekilas, namanya tampak menyeramkan. Bila mencium dan mengamatinya dengan seksama, wujudnya seperti tanah. Bukan tanpa sebab, hal ini karena tembakau garangan tumbuh pada dataran tinggi yang bersuhu rendah seperti Wonosobo.
Berbeda dengan jenis tembakau lainnya, tembakau garangan tidak banyak mendapatkan asupan matahari karena letak geografis yang tidak memungkinkan. Alhasil melalui pengetahuan lokal, tembakau ini dikeringkan dengan cara membakarnya di atas tungku api besar.
Setelah dibakar, tembakau garangan diinjak sampai gepeng menggunakan kayu dan alas kaki khusus hingga bentuk dan warnanya sangat hitam, bahkan hampir menyerupai tanah.
Tembakau garangan tergolong jenis tembakau yang sangat sulit untuk dilinting. Perlu usaha ekstra untuk meraciknya. Sebelum meraciknya di atas papir, tembakau perlu dihancurkan sampai hingga menyerupai serbuk. Rasanya nyegrak, bahkan lebih nyegrak bila dibandingkan dengan jenis tembakau lainnya. Oleh karena itu, kemenyan menjadi teman racikan yang pas.
Selain itu, teksturnya yang lembab membuat tembakau garangan sulit untuk dibakar. Bahkan lebih sulit bila dibandingkan dengan tembakau dari Boyolali. Saya sendiri hampir kehabisan korek api gara-gara menikmati tembakau ini.
Tanpa bermaksud membandingkan dan bila diperkenankan untuk memilih tembakau yang paling sesuai dengan karakter saya, pilihan jatuh pada tembakau garangan. Saya menyukainya karena rasanya yang menyerupai tanah nampak sulit ditawar dengan jenis tembakau lainnya, bahkan rokok bungkusan sekalipun.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.