Bila membandingkan dengan jenis tembakau di daerah lainnya, tembakau garangan dari Wonosobo cenderung memiliki bentuk dan aroma yang unik. Bentuk kotak, hitam, padat, dan aroma yang lebih menyerupai tanah ketimbang daun membuat saya cukup heran dengan jenis tembakau satu ini.
Rasanya yang berat serta aromanya yang tajam, membuat saya mengira bahwa tembakau ini lebih berguna sebagai sisipan atau tambahan dari jenis tembakau lainnya. Toh tidak mungkin jika ada seseorang yang mampu mengisapnya secara utuh tanpa tambahan dari tembakau lainnya. Jika ada sudah pasti tenggorokannya akan rusak.
Namun, anggapan tersebut segera runtuh ketika saya mengunjungi langsung ke daerah asalnya. Saya malah menjumpai banyak dari masyarakat sekitar yang menggunakannya sebagai tembakau utama. Alih-alih tersedak, mereka justru tampak begitu khidmat menikmatinya.
Toko Tembakau Pak Tanir
Tembakau ini merupakan komoditas pertanian yang berasal dari Wonosobo, Jawa Tengah. Penduduk setempat kerap menyebutnya dengan nama garangan. Tembakau ini akan mudah dijumpai bila berkunjung ke pasar. Adapun proses penanaman kerap dilakukan oleh masyarakat di sekitar Dieng maupun lereng Gunung Sumbing.
Keunikan bentuk dan aroma yang unik tidak lepas dari proses penanaman dan pengolahannya yang juga tak kalah uniknya. Lanskap Wonosobo yang terkepung oleh gunung membuat petani mesti menanam tembakau ini di dataran tinggi.
Bahkan setelah musim panen tiba, asupan matahari yang minim membuat tembakau garangan mesti dipanggang di atas tungku api besar, alih-alih menjemurnya di luar teras. Setelah beres memanggang, petani akan menata tembakau ini ke dalam kotak kayu lalu menginjaknya dengan kaki sampai benar-benar gepeng.
Proses tersebut dilakukan guna menjaga kondisi tembakau bisa bertahan lama dan tidak kemasukan angin, meskipun berada di situasi yang lembap. Tak heran bila bentuknya jadi kotak dan aromanya seperti berbau tanah.
Melihat keunikan itu, saya memutuskan untuk mampir ke sebuah toko tembakau milik Pak Tanir. Letaknya berada di sebelah barat Pasar Induk Wonosobo. Pak Tanir merupakan sosok kondang jika berbicara mengenai tembakau garangan. Saya mendapatkan informasi ini dari seseorang yang saya temui di warung kopi, yang kebetulan sedang mengisap garangan.
Tanpa kesulitan, saya pun berhasil menjumpai toko Pak Tanir. Di depan tokonya terpampang puluhan jenis tembakau garangan. Berserakan di atas meja. Tak lupa rentengan kemenyan bergelantungan di atas toko.
Melalui guratan tangannya, secara perlahan Pak Tanir sedang mengiris helai demi helai sebongkah tembakau yang hendak dibeli seseorang. Menariknya, jenis pisau yang ia gunakan pun memiliki bentuk khusus dan unik.
Cara Melinting Tembakau Garangan
Pak Tanir merupakan sosok yang cukup ramah. Dia bersedia memberi arahan kepada saya, yang tidak mengetahui jenis tembakau yang akan saya pilih. Beliau mempersilakan saya untuk mencicipinya terlebih dahulu. Jika sudah cocok dengan selera, maka saya diperbolehkan untuk membawanya pulang.
Saya cukup awam kalau berurusan dengan jenis tembakau yang satu ini. Bentuknya yang lumayan padat membuat saya kebingungan untuk melinting dengan menggunakan kertas.
Berdasarkan pengetahuan Pak Tanir, proses pelintingan tembakau garangan tidak bisa dilakukan sembarangan. Beliau mengarahkan saya untuk menghancurkannya terlebih dahulu sampai bentuknya lebih menyerupai bubuk. Tembakau yang saya pilih adalah garangan dari lereng Gunung Sumbing.
Ketika tembakau sudah hancur, selanjutnya mesti menaburi kemenyan di bagian atasnya agar rasa lebih halus di tenggorokan. Kemenyan merupakan bumbu rokok yang paling tepat untuk jenis tembakau garangan. Berbeda dengan cengkih atau bumbu rokok lain yang malah membuat rasanya aneh. Pak Tanir juga menambahkan, proses penaburan tembakau dan kemenyan harus merata di setiap ujung dan pangkalnya, serta berbentuk lancip ke bawah.
Setelah urusan meracik beres, selanjutnya melakukan proses pelintingan. Bagian inilah yang membuat saya cukup gusar. Ketika tembakau ini saya linting kemudian menggulung bagian pangkalnya, bentuknya malah rontok tak keruan. Alhasil tembakau dan kemenyan yang sudah saya tata rapi malah berhamburan ke mana-mana.
Menurut Pak Tanir, tembakau garangan merupakan jenis tembakau yang sulit untuk dilinting orang awam. Butuh waktu dan kebiasaan agar dapat menikmatinya. Saya pun meminta Pak Tanir melintingkan satu saja untuk saya. Hasilnya begitu menakjubkan. Bentuk lintingan Pak Tanir sangat rapi dan tertata dari pangkal sampai ujung.
Tidak seperti prasangka yang saya bayangkan, rasa dan kepulan asapnya membuat saya takjub. Rasanya cenderung ramah di tenggorokan. Mungkin karena efek kemenyan di dalamnya, walaupun kepulan asapnya membuat saya sedikit pusing. Adapun tentang rasa, saya masih sulit mendeskripsikan. Yang jelas, membuat tembakau garangan tidak bisa tergantikan dengan jenis tembakau di daerah lainnya.
Saya pun meminta Pak Tanir membungkuskan lima helai untuk saya bawa pulang. Harga per helainya mulai Rp5.000 sampai dengan Rp50.000. Tergantung kualitas dan lamanya tahun panen. Makin lama menyimpan tembakau garangan, maka makin mahal pula harganya.
Saya membeli yang seharga Rp35.000 per helai. Jenis tembakau keluaran tahun 1998-an, lebih tua dari usia saya sendiri. Meskipun saya belum benar-benar mahir melinting tembakau garangan, saya merasa telah membeli pengetahuan yang ada di balik sehelai tembakau tersebut.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Kerap dipanggil sebagai Suden, kini tinggal di Yoyakarta dan sedang menempuh pendidikan panjangnya di menfess Twitter.