Rental komik ini benar-benar seperti bunglon. Apabila tak memicingkan mata lekat-lekat, niscaya orang yang berlalu lalang di jalan raya takkan pernah tahu, jika ruangan berukuran 6×3 meter itu adalah penyewaan komik terakhir di Jember. Satu-satunya tanda hanya kalimat “OCE, Taman Baca” yang tertempel di dinding. Itupun tak seberapa mencolok.
Ketika saya berkunjung ke sana, tampak seorang lelaki paruh baya duduk di kursi. Jemari kanannya tengah menjepit rokok. Suasana tampak sepi. Namun di luar ruangan, keramaian tak terhindari. Lokasi tempat sewa komik ini berada di tengah kota. Letaknya berdekatan dengan Polres Jember.
Oce diambil dari nama lelaki itu. Sebetulnya, namanya Tosan Mangudi, tapi ia lebih dikenal sebagai Uce. Konon, ia memiliki garis keturunan Belanda, Cina dan Jawa. Pak Uce mendirikan taman baca sejak tahun 1995. Bermula dari ruangan berukuran 2×2 meter di depan rumahnya, ia memulai menyewakan buku koleksi pribadi.
“Awalnya saya tidak percaya diri karena di sebelah juga ada rental komik yang koleksinya sudah ribuan. Tapi untungnya, saya bergaul dengan orang yang lebih tua yang sudah kaya pengalaman.”
Akhirnya, ia tak jadi tutup usaha. Pak Uce terus menyisihkan uang guna menambah koleksi komik dan novel. Setahun kemudian, ia mulai merasakan keuntungan. Apalagi, tempat sewa komik di sebelah hendak tutup dan dan si pemilik meminta Pak Uce membeli koleksi komik dan novel di sana.
Usahanya berjalan pesat ketika memasuki tahun 2000. Novel Harry Potter diburu banyak orang. Begitupula dengan komik Detective Conan, Captain Tsubasa, Doraemon atau One Piece. Selaku pemilik rental, Pak Uce tak diam saja. Ia membaca semua koleksi buku-buku dan itu mempermudah tugasnya saat menjelaskan kepada pembaca terkait komik atau novel apa yang hendak mereka cari.
Lelaki kelahiran 1968 ini juga tak lupa diri. Ia sisihkan uang untuk menabung. Sampai akhirnya, ia dikejutkan dengan jumlah tabungan. Hasilnya cukup membeli mobil. Ia pun memutuskan memiliki kendaraan itu dan kembali menabung dari hasil sewa komik. Selang beberapa tahun kemudian, ia lagi-lagi tercengang melihat hasil tabungannya. Kali ini, ia mampu membeli tanah dan membangun rumah.
“Yang terpenting, kita harus bisa mengerem. Tidak boleh boros, tapi juga tidak boleh pelit,” tuturnya sambil sesekali menghisap rokok.
Saat ditanya soal koleksi komiknya itu, Pak Uce bercerita kalau komik dan novel di ruangannya berjumlah 25.000 eksemplar. Bahkan ia yakin, sebetulnya lebih dari itu apabila tidak dicuri.
Pak Uce kerap mendapati orang-orang yang sengaja mengambil komik atau novel miliknya. Bila ketahuan, ia tak pernah membawa si pencuri ke polisi melainkan memintanya mengembalikan atau mengganti apabila hilang.
Sebagaimana di tempat lain, rental komik sempat menjadi primadona, terutama era tahun 2000-2010. Entah anak-anak, remaja bahkan dewasa, rasa-rasanya mereka berburu komik dan novel. Selain milik Pak Uce, di Jember juga terdapat rental komik TOP yang berada di dekat kampus Unej. Namun seiring waktu, ketika internet mulai memenuhi riak kehidupan, keberadaan rental komik satu per satu mulai menutup diri termasuk rental komik TOP.
Arus modernisasi tak lagi bisa dibendung. Para pembaca banyak beralih ke warnet dan gawai. Pak Uce menyadari hal ini. Namun, dia tetap memilih bertahan di tengah gempuran media sosial dan kemudahan menemukan bahan bacaan.
“Saya tidak yakin kalau minat baca masyarakat itu rendah,” katanya. “Saya kira karena mereka sudah punya gawai dan sering bermain game dan berselancar di media sosial yang menyebabkan mereka jarang membaca.”
Yang membuat saya terpaku, Pak Uce tidak berniat menutup rental komiknya ini. Malahan ia terus memperbaharui koleksi komik dan novel. Seperti novel Dilan karya Pidie Baiq atau novel karya Tere Liye. Sebulan sekali ia ke Surabaya menaiki sepeda motor guna membeli komik atau novel terbaru.
“Mungkin saya idealis. Tapi saya terlanjur cinta dan saya sangat mencintai pekerjaan ini.”
“Sekalipun zaman terus berkembang, Pak?” tanya saya.
“Ya, saya tidak akan menutup rental ini atau menjual komik dan novel saya. Terutama komik pertama yang menemani saya dari nol. Itu adalah jimat buat saya,” pungkasnya.
Saya tersenyum tepat saat gerimis pertama jatuh ke pangkuan bumi. Bagi sebagian orang barangkali langkah Pak Uce dinilai pragmatis. Tak mau berkembang mengikuti zaman sebab pemilik rental komik yang lain telah beralih ke bisnis berbeda. Namun bagi Pak Uce, kebahagiaan batin adalah yang terpenting.
Terbukti, rental komiknya ini masih didatangi pengunjung tiap hari. Bahkan saat saya keluar hendak pulang, terdapat seorang lelaki menepikan sepeda. Saya kira, sebentar lagi lelaki itu memilih komik atau novel yang hendak dibaca, menyerahkan KTP sebagai jaminan lantas membayar uang sewa.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Nurillah Achmad. Seusai menyantri di TMI Putri Al-Amien Prenduan Sumenep, ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Jember. Pada tahun 2019, terpilih sebagai Emerging Writer of Ubud Writers & Readers Festival. Novel terbarunya berjudul Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu? (Elex Media Komputindo, 2023). Saat ini tinggal di Jember dan aktif di komunitas Puan Menulis.