Seperti biasa, saya masih mengemban amanah sebagai Pengader Jang Oetama, mengelola agenda-agenda yayasan, terutama Pendidikan Dasar Nasional (DIKSARNAS) yang diadakan bisa 3-4 kali dalam satu tahun. Bulan April kemarin, DIKSARNAS kebagian dilaksanakan di Pulau Sumbawa.

Jika dilihat dari ketertinggalan Pulau Sumbawa pada sektor pendidikan, Sumbawa sangat cocok menyelenggarakan acara ini. Tidak hanya itu, dengan produksi sumber daya alam seperti jagung dan sapi terbaik serta dengan adanya proyek keummatan yaitu pembangunan Masjid Kampus Urup dan pusat pembelajaran gratis, menjadikan Sumbawa semakin berpotensi untuk mengglobal.

Lalu, jika dilihat dari kualitas sumber daya manusia di Sumbawa, harapannya terjadi perbaikan kualitas pendidikan, bisa melahirkan generasi penerus tokoh-tokoh sebelumnya, misalnya tokoh nasional seperti Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI 2014-2019), bahkan Tokoh Internasional seperti Prof Din Syamsuddin (Ketum PP Muhammadiyah), pun seperti Dr Zulkiflimansyah yang sekarang menjadi Gubernur NTB; semua tokoh ini berasal dari Sumbawa.

Harapan ini menjadi salah satu topik diskusi dalam perjalanan ke Sumbawa, mengendarai motor Supra X 125 yang sepertinya tak layak pakai untuk perjalanan jauh.

Ketika sampai Pelabuhan Kayangan sore hari, saya berhenti untuk berfoto sebentar. Maklum, ini kali pertama kami ke Sumbawa, termasuk ke Pelabuhan Kayangan. Menjelang magrib kami langsung menyebrang menuju Sumbawa, tidak sampai 2 jam berada di atas kapal. Sore itu, ombak lumayan kencang hingga membuat sedikit pusing.

Pelabuhan Kayangan Lombok/Atmaja Wijaya

Kapal yang kami gunakan pun bersandar di Pelabuhan Poto Tano Sumbawa, tepat ketika hari sudah gelap, dan langit-langit sudah tak lagi dihiasi warna merah  bekas sinar matahari. Perjalanan terus dilanjutkan karena kami harus sampai di lokasi DIKSARNAS yang berjarak sekitar 130 km lebih dari pelabuhan. Dengan penerang lampu motor seadanya, kami menelusuri jalan menggunakan petunjuk Google Maps. Saya tidak biasa mengendarai motor dengan pelan, tapi kali itu terpaksa melakukannya karena keadaan.

Pertama, tentu karena tidak hafal jalan, sebab pertama kali ke Sumbawa. Kadang kaget dengan tanjakan tiba-tiba yang lengkap dengan tikungan. Kedua, sepanjang jalan, sepi luar biasa dan lampu penerang jalan yang sangat langka.

Sepanjang jalan saya berdiskusi dengan kawan yang saya bonceng di belakang sembari menghibur diri untuk mengusir rasa takut.. Diskusi kami soal kondisi Sumbawa yang ternyata jauh dari kemajuan. Bayangkan saja, sepanjang 130-an km lebih perjalanan, setelah melihat pada Google Maps, kamu baru tahu bahwa yang kami menelusuri jalan yang disebelah kirinya pantai dan di sebelah kanannya hutan belantara. Jalan ini menjadi satu-satunya jalan utama menuju Sumbawa Besar yang menjadi pusat kotanya.

Keragaman Destinasi Wisata

Selama hampir satu pekan di Sumbawa, saya banyak meresapi potensi besar pulau ini. Dari sejak menginjakkan kaki pertama hingga kapal kembali berlayar pergi. Salah satu potensi besar yang ada di Sumbawa adalah keragaman destinasi wisatanya.

Alamnya yang masih asri, banyak makam para wali yang bisa menjadi wisata religi, hingga situs bersejarah seperti Istana Dalam Loka, dibawah pimpinan Kesultanan Sumbawa pada masanya.

Lalu, inilah di antara beberapa tempat wisata yang berkesempatan saya kunjungi selama di Sumbawa.

Istana Dalam Loka/Atmaja Wijaya

Istana Dalam Loka

Istana ini berada di Pusat Kota Sumbawa Besar, dibangun pada Tahun 1885. Letaknya persis di sebelah Masjid Agung Nurul Huda. Penjaga Istana Dalam Loka ini menceritakan kepada kami bahwa, istana ini dibangun oleh masyarakat Sumbawa sebagai hadiah untuk Sultan Muhammad Jaluddin Syah III, Sultan Sumbawa pada waktu itu.

Istana ini dibangun dengan nilai-nilai Islam yang kental, tercermin dalam simbol serta punya landasan filosofis yang kuat. Ini bisa kita temukan dari jumlah tiang penyangga istana dalam bentuk panggung, dengan jumlah tiang 99 yang melambangkan nama-nama Allah SWT (Asma’ul Husna). 

Taman Wisata Liang Bukal/Atmaja Wijaya

Taman Wisata Liang Bukal

Taman Wisata Liang Bukal menjadi tempat dilaksanakannya DIKSARNAS Sumbawa, tempat yang menurut saya sangat strategis. Meski sinyal datang pergi, tetapi fasilitas yang nyaman membuat kami betah bermalam di sana.

Ada vila-vila kecil yang di sampingnya terdapat sebuah air terjun serta aliran sungai, pas menjadi tempat refreshing. Udara segar hutan tropis membuatnya menjadi sejuk, penuh keheningan dan ketenangan.

Taman ini dinamakan Liang Bukal yang berarti gua kelelawar, di belakang taman terdapat sebuah gua yang dihuni sang pemangsa malam yaitu kelelawar. Taman ini berlokasi di Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu Kab, Sumbawa Besar. Jarak dari Kota Sumbawa sekitar 29 km.

Makam Dea Syeikh

Wisata religi yang sempat kami kunjungi salah satunya ialah Makam Dea Syeikh. Salah satu mubaligh penyebar Islam pertama di Sumbawa. Makamnya tidak jauh dari lokasi Taman Wisata Liang Bukal, sekira 1 km sebelum sampai Liang Bukal. Di sini terdapat plang yang memberi petunjuk ke arah makam yang berada 100 m lebih dari tepi jalan. 

Pantai Gelora/Atmaja Wijaya

Pantai Gelora 

Selesai acara DIKSARNAS, kami berangkat menuju Pelabuhan Poto Tano untuk menyebrang ke Lombok. Dalam perjalanan pulang, kami singgah ke Pantai Gelora untuk sekedar jalan-jalan, menyempatkan sholat Ashar terlebih dahulu, lalu menikmati kelapa muda dengan cukup membayar Rp10 ribu.

Suasana pantai tenang, bersih, cocok untuk untuk beriang-gembira. Dengan ombak yang pas-pas untuk anak-anak bermain air dan pasir pantai. Pantai Gelora baru diresmikan akhir tahun kemarin, oleh Ketua Umum Partai Gelora yaitu Anis Matta.

Setelah sekitar 30 menit menikmati suasana pantai, kami melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Poto Tano untuk menyebrang ke Lombok. Bagaimanapun juga, satu pekan di Sumbawa tetap memberikan kerinduan pada kampung halaman.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

1 komentar

Titi Nur alawiyah 14 Agustus 2021 - 09:55

MashaAllah luar biasa✴️

Reply

Tinggalkan Komentar