Sudiroprajan dan Arti ‘Sesrawungan’

Siang di akhir tahun 2022, saya masih disibukkan dengan beberapa agenda perkuliahan. Tepatnya mengurus administrasi yang belum juga terselesaikan. Cukup membuat sedikit nggliyeng, karena overthinking perkara KHS yang semoga saja tidak merah. Melihat keadaan ini, dengan sigap tangan seorang kawan menyeret saya keluar area kampus. 

Ayo refreshing, sajak mumet ngono!” (Ayo refreshing, seperti pusing begitu!), ajak kawan saya yang belum jelas ke mana tujuannya. Saya kena gendam dengan ucapnya yang bagi saya bak sabda yang harus ditaati. 

Aja adoh-adoh, selak kelangan jejak Pak Wakil Dekan.” (Jangan jauh-jauh, keburu kehilangan jejak Pak Wakil Dekan), sahut saya. Meski secara lisan saya agak mengelak, namun raga saya manut dengan perintahnya.  

Sesaat setelah itu, kami pun mencegat  BST (Batik Solo Trans) di halte dekat gerbang fakultas. “Nyang Sar Gedhe!” (Ke Pasar Gede). Rupanya ia mengajak saya jajan dan kulineran. 

Lampion Terpasang, Tanda Imlek akan Datang

Tiba di Pasar Gede, nampak lampion-lampion sudah terpasang di sisi barat pasar, berjajar rapi dan indah dipandang. Mata saya sedikit melirik keheranan. Tak lama kemudian, seorang pedagang di Pasar Gede bercerita, seolah telah mengetahui kecurigaan apa yang hinggap di kepala saya. Kabarnya, perhelatan akbar tahunan agar kembali digelar Sudiroprajan.

Iya, Sudiroprajan. Kawasan yang biasa kami sebut kampung pecinan di Kota Solo. 

Dahulu, Belanda mengelompokkan permukiman berdasarkan etnis untuk  melancarkan taktik devide et impera. Di Kota Solo, Sudiroprajan dijadikan sebagai rumah orang-orang Cina. Sedangkan di sebelah selatannya, yaitu Pasar Kliwon sebagai permukiman orang Arab. Melansir informasi dari Pemkot Solo, memang hampir setengah penduduk Kelurahan Sudiroprajan merupakan masyarakat keturunan Tionghoa.

  • Lampion Pasar Gede Solo
  • Lampion Pasar Gede Solo
  • Lampion Pasar Gede Solo

Pedagang yang kami temui tersebut juga banyak bercerita mengenai Sudiroprajan dari waktu ke waktu. Katanya, rumah-rumah penduduk zaman sekarang bukan lagi seperti bangunan Cina. Sudah tak banyak warga yang mempertahankan bentuk aslinya. Seperti penduduknya yang kini adalah peranakan Cina, bukan Tionghoa asli. “Pancene trah wong Cina, ananging awakedewe ki ya wong Jawa, Wong Solo” (Memang keturunan orang Cina, tetapi kita ini ya orang Jawa, orang Solo), sahut seorang warga keturunan Tionghoa yang berada di dekat kami.

Terlebih sebagai tempat tinggal tentu harus mengalami renovasi, apalagi bangunan asli zaman dulu sudah  keropos termakan usia. Mengingat, deretan rumah di Sudiroprajan dahulu didominasi dengan kayu. Walau begitu, Gen Z seperti saya masih bisa melihat bangunan Cina yang nampak seperti aslinya dulu. Tepatnya di Klenteng Tien Kok Sie, yang arsitekturnya belum banyak berubah. Setiap sisinya masih mempertahankan konstruksi asli.

“Aja lali ya Nduk, suk nonton lampion!” (Jangan lupa ya Nak, besok nonton lampion!), akhir  percakapan kami siang itu.

Grebeg Sudiro Cermin Semarak Kebhinekaan 

Awal tahun 2023 tiba, gawai saya berdering pertanda ada pesan masuk “Grebeg Sudiro wis wiwitan.” (Grebeg Sudiro dah mulai.) Pesan itu mengingatkan agar saya tidak melewatkannya. 

Sudiroprajan  kali ini mengusung tema “Merajut Harmoni dalam Kebhinekaan”. Benar saja, kelurahan dengan luas wilayah 23 ha ini kembali berhasil mengajarkan saya mengenai sesrawungan.  Meski helatan ini dalam rangka memperingati Tahun Baru Imlek, bukan hanya masyarakat keturunan Tionghoa yang memeriahkan event ini.  Sebagian besar pengunjung adalah “orang Jawa tulen” dan bahkan pengunjung yang datang tidak hanya dari Solo saja.  

Dari Grebeg Sudiro saya juga dapat melihat perpaduan apik akulturasi seni serta budaya Jawa dan Tionghoa. Selaras dengan tujuannya untuk merefleksi Kawasan Sudiroprajan sebagai Kampung Pembaruan.

Melalui media sosial Grebeg Sudiro, ada beberapa event yang digelar. Yang pertama yakni Wisata Perahu Hias. Kerlap-kerlip lampu pada perahu hias akan mewarnai Kali Pepe di Kawasan Pasar Gede dari tanggal 10 hingga 30 Januari 2023. Dengan harga tiket Rp10.000 per orang, pengunjung dapat menikmati terang ribuan lampion di tengah gelapnya malam Kota Solo. 

Selain itu, adapula Bazar Potensi yang juga digelar dari tanggal 10 sampai 30 Januari 2023. Agenda ini  menyedot banyak perhatian warga terutama di malam hari. Lewat bazar dengan HTM Rp0 ini, pengunjung bisa jajan aneka panganan, dari yang tradisional seperti gethuk, sate kere, atau kudapan mancanegara seperti takoyaki hingga dimsum. Di sini, pengunjung juga bisa mencicipi jajanan akulturasi Cina—Jawa yang mentereng di Pasar Gede. Kerajinan “awet” seperti patung barongsai, balon berbentuk kelinci, hingga lato-lato yang sedang viral pun ada di sini.

Selain itu, masyarakat yang mengunjungi Bazar Potensi di Grebeg Sudiro ini juga bisa berswafoto dengan segala macam demit jadi-jadian seperti sundel bolong, pocongan, kuntilanak, falak, hingga vampir dan makhluk biru Avatar. Seperti tahun lalu, warga Sudiroprajan juga memasang ikon tahun baru yakni patung kelinci sebagai salah satu spot foto. Letaknya di sebelah selatan Pasar Gede.   Mengiringi suasana di Pasar Gede, kulintang juga kethek ogleng bisa dengan mudah kita temukan di sini. Di sisi barat area bazar, masyarakat dapat nongkrong di halaman balai kota sembari bersantai.

  • Lampion Pasar Gede Solo
  • Solo Sudiroprajan Imlek
  • Solo Sudiroprajan Imlek

Sementara itu, pada tanggal 12 Januari 2023 juga terselenggara acara Umbul Mantram, serta Karnaval Budaya pada 15 Januari 2023 yang tayang secara langsung di kanal YouTube Gibran TV.

Puncaknya pada pergantian tanggal 21 ke 22 Januari 2023. Di kawasan Pasar Gede diadakan Panggung Pentas Harmoni Sudiro dengan menampilkan TK Warga, Sanggar Tari Bale Rakyat, Ikamala, Dragon Taiji Fight, dan beberapa grup band lokal seperti Teori, Fisip Meraung, dan D’Diamondz. Yang mana acara ini berlangsung dari pukul 18.00. Pesta kembang api pun menjadi pamungkas, menutup seluruh rangkaian acara ini.

Bisa dibilang Grebeg Sudiro tahun ini lebih meriah dibanding tahu lalu. 

Dari seluruh kemeriahan ini, ada hal yang membuat saya tercengang. Yakni, es teh jumbo yang saya bayar dengan harga Rp5.000.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar