Kompleks makam keluarga FO. Marshall di Sapiyan

Selidik Kerkop Sapiyan, Pusara Keluarga Pengawas Perkebunan di Boyolali

by Ibnu Rustamadji

Tempo hari, setelah saya kembali ke Boyolali, tiba-tiba seorang rekan mengirim pesan singkat. Isinya tentang keberadaan kerkop tersembunyi di sebelah utara jalan tol Trans Jawa ruas Semarang-Solo. Tepatnya di Dukuh Sapiyan, Desa Metuk, Boyolali.

Tanpa pikir panjang saya langsung menuju lokasi untuk memastikan keberadaan kerkop. Saya membalas pesannya, “Lokasinya di sisi timur makam warga dukuh, Bro!”

Dua hari kemudian, saya kembali ke kerkop Sapiyan untuk menelusuri cerita di baliknya. Meski berada di tengah permukiman, tetapi tidak banyak warga yang beraktivitas di sekitar makam.

Saat kali pertama menginjakkan kaki di sana, tembok setinggi dua meter yang mengelilingi kawasan makam menyambut saya. Setibanya di dalam, mata saya langsung tertuju pada dua cungkup besi dengan hiasan bulan sabit di bagian atap. Cungkup itu menjulang tepat di tengah halaman makam. Saya mendekat dan menyelidik nisan di bawahnya. 

Cungkup kerkop Sapiyan
Cungkup kerkop Sapiyan dari pintu gerbang/Ibnu Rustamadji

“Cungkup rangka besi cor, dengan ulir di beberapa sisi. Lebih tinggi dari tanah. Epic!” gumamku.

Saya lalu menengok ke dalam dua cungkup yang menaungi sekitar tujuh makam. Namun, hanya dua makam yang memiliki epitaf. Salah satu di antaranya berhias nisan dengan epitaf bahasa Arab pada bagian atas. Menurut saya ini tidak lazim untuk nisan kerkop, tetapi faktanya inilah yang ada di sana. 

Saya lekas mengirim informasi detail kondisi kerkop kepada rekan, “Satu makam dengan dua nisan epitaf bahasa Belanda dan Arab. Asli, epic!”

Ia pun mengingatkan saya untuk mengirim informasi tersebut kepada Hans Boers—seorang rekan pemerhati makam Belanda di Indonesia.

Masa Lalu Keluarga Francis Ord Marshall

Selang sehari setelah saya menghubungi Hans Boers, ia membalas pesan saya dengan rangkaian cerita mengenai kerkop Sapiyan.

Menyadur informasi dari Hans Boers, kerkop Sapiyan adalah milik istri dan anak kedua Francis Ord Marshall, seorang pengawas perkebunan sekaligus pedagang serat dari Brajan, Boyolali. Ia lahir di Boyolali pada 31 Oktober 1860. Ada dugaan Francis Ord Marshall merupakan putra ketiga pasangan Theodor Marshall dan Luci Marshall.

Hans Boers menambahkan, “Informasi mengenai istrinya tidak banyak. Ada dugaan ia juga memiliki hubungan dengan perempuan Tionghoa bernama Teh Ing Nio.”

“Tetapi kalau melihat epitaf bahasa Arab pada makamnya, jelas ada keluarga muslim di kehidupannya,” balas saya.

Epitaf tersebut kurang lebih tertulis “Assalamu’alaikum. Darolkaumal Mukminin. Subhanakhallah Walhamdulillah, Walaillahailallah, Waallahu Akbar. Walakhaula Walakuwata Ilabilahil ‘Aliziladim. Inalillahi Wainailaihi Roji’un. Walahu ‘Alam.”

“Banyak yang mengira epitaf Arab Pegon, tetapi ternyata bukan. Ini bahasa Arab modern dan ayat tersebut sering dilantunkan sebagai puji-pujian sebelum memasuki waktu salat. Namun, tidak ada nama siapa pun,” jelasku. 

Begitu juga nisan dengan epitaf berbahasa Belanda di salah satu makam:
“Hier Rust. De Geliefde Moeder van Mijne Kinderen Overleden te Bradjan 17 Juli 1905. F.O. Marshall. En Mijn Tweede Lieve Dochter Marietje Overleden 1 Jan 1922. Bradjan 31 October 1906”.

Terjemahannya kurang lebih adalah: “Di sini Beristirahat Ibu Tercinta dari Anak Saya F.O. Marshall, Meninggal di Bradjan 17 Juli 1905, dan Putri Manis Kedua Kami, Marietje Meninggal di Bradjan 1 Januari 1922”. 

Batu nisan milik mendiang istri FO. Marshall dan anak kedua mereka di kerkop Sapiyan, Boyolali
Batu nisan milik mendiang istri F.O. Marshall dan anak kedua mereka, Marietje. Terlihat pula simbol bintang dan bulan sabit terukir berdekatan/Ibnu Rustamadji

Informasi menarik dari epitaf tersebut adalah salah satu putra memiliki nama seperti sang ayah, Francis Ord Marshall. Sementara tidak ada satu pun penjelasan yang menyebutkan nama sang istri.

Hans Boers menambahkan, “Francis Ord Marshall, di pertengahan tahun 1900, mengawali karir sebagai Chef de Exploitatie Tram atau Pejabat Kepala Operasional Trem di Bayudono, Boyolali.”

Ada isu berkembang semasa ia bekerja. Awal tahun 1901, dia menghadapi masalah operasional trem yang melukai seorang anak. Menurut surat kabar De Locomotief tertanggal 25 Januari 1901, seorang anak jatuh dari mobilnya karena tersenggol trem yang melaju kencang.

“Faktanya tidak seperti itu cerita hubungan kecelakaan trem dengannya di Bayudono,” jelas Hans. “Anak yang dikabarkan adalah pegawai Francis Ord Marshall. Dia salah meletakan tas di pinggir rel kereta, dan tidak sengaja terbentur spencer trem hingga melukai kakinya.”

Tiga tahun menjabat sebagai kepala operasional, Francis Ord Marshall memilih pindah bekerja sebagai pengawas perkebunan Bradjan di Boyolali. Sekitar tiga kilometer ke arah timur kerkop Sapiyan.

“Francis Ord Marshall, bekerja di perkebunan Bradjan hingga tahun 1910. Setelahnya, Francis membeli perkebunan hingga berakhir 1 September 1924,” tambah Hans, “Perkebunan Bradjan tahun 1924 resmi dijual kepada Japansch Engelsch Cultuur-concer seharga 6.000 gulden.”

Pusara Agustina Marshall, anak angkat FO. Marshall
Batu nisan milik mendiang Agustina Marshall/Ibnu Rustamadji

Sangat disayangkan memang. Pasca perkebunan dijual, Francis Ord Marshall bekerja sebagai direktur perusahaan perkebunan “Soekoredjo”, yang berfokus pada produksi kopi dan teh.

Selama bekerja di sana, F.O. Marshall dianggap berperilaku baik hingga pensiun. Kemungkinan ini karena pengalamannya sebagai kepala operasional hingga pemilik perkebunan komoditas ekspor. 

Dalam catatan Hans, “F.O. Marshall menjelang pensiun diketahui sebagai pedagang serat dan tinggal di Sapiyan hingga wafat tahun 1935. Saudaranya bekerja sebagai pengawas perkebunan di Boyolali dan Klaten.”

Benar dugaan saya. Saya pun membalas pesan Hans, “Perkebunan dan pabrik serat tempat F.O. Marshall mendapat benih ada di Desa Tlatar, utara kerkop Sapiyan.”

Saya sempat bergumam, jika F.O. Marshall wafat di Sapiyan, jelas ada di salah satu dari lima nisan tanpa nama di sini. Namun, tidak jelas yang mana.

Semasa hidupnya, ia sempat mengadopsi beberapa anak, antara lain bernama Agustina Marshall. Pengangkatan anak oleh F.O. Marshall disaksikan oleh Gustav A.W. Wermuth dan Emil C. Wermuth di Semarang. Makam sang anak angkat juga berada di kerkop Sapiyan. 

Jejak Lain Kerkop Sapiyan yang Perlu Ditelusuri Lebih Lanjut

Selain epitaf dua bahasa, sisi lain yang menarik dari makam keluarga F.O. Marshall adalah simbol-simbol di atas nisan. 

Pertama, untaian dua batang bunga mawar. Artinya kematian dini seseorang bagaikan kelopak bunga mawar yang tengah berkembang.

Kedua, simbol bintang bulan sabit berdampingan atau crescent star. Maknanya kehidupan akan terus berjalan, walaupun kematian memisahkan. 

Mungkin sebagian orang agak sulit mengerti, tetapi sejatinya meninggalkan pesan mendalam bagi kita yang masih bernapas. Luar biasa kerkop Dukuh Sapiyan di Desa Metuk ini. Selain kaya nilai budaya, juga menjadi monumen hidup akulturasi budaya yang selayaknya harus mendapat apresiasi. 

Sayang, hanya dua nisan yang masih bisa dibaca sejauh ini. Bukan karena nisan makam lainnya rusak, melainkan memang tidak tertulis nama satu pun. Kalaupun ada pasti kami akan mendapatkan cerita lebih dari ini.

Pusara tanpa nama di kerkop Sapiyan
Dua makam tanpa nama di samping pusara mendiang Agustina Marshall/Ibnu Rustamadji

Puas berkutat dengan epitaf dua bahasa dan mencari tahu sejarah F.O. Marshall, Marietje, dan Agustina Marshall, saya putuskan untuk mencari lokasi bekas perkebunan Brajan.

Ternyata tempatnya tidak jauh. Namun, kini sebagian berubah menjadi permukiman dan jalan tol Trans Jawa. Alhasil tidak banyak yang bisa saya dokumentasikan di Brajan. Bahkan cukup sulit menemukan lokasi persis perkebunan milik F.O. Marshall. Bagi saya, semua ini pada akhirnya sepadan dengan informasi yang Hans Boers berikan.

Saya rasa Hans dan rekan saya juga cukup senang meskipun tidak mendapatkan banyak informasi. Mereka berharap masih ada keluarga atau keturunan F.O. Marshall yang menziarahi kerkop Sapiyan. 

Semoga saja.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Ibnu Rustamaji

Biasa dipanggil Benu. Asli anak gunung Merapi Merbabu. Sering nulis, lebih banyak jalan-jalannya. Mungkin pengin lebih tahu? Silakan kontak di Instagram saya @benu_fossil.

You may also like

Leave a Comment