Kolam retensi Andir
Kolam retensi Andir/Djoko Subinarto

Alunan ayat suci Al-Qur.’an terdengar nyaring dari pengeras suara masjid di seberang jalan saat saya melangkah masuk ke balik gerbang besi berwarna hitam, yang catnya terlihat masih baru, Minggu (12/3/2023).

Matahari, yang posisinya hampir tegak lurus dengan tubuh, menyorotkan sinarnya lumayan terik.

Gerbang besi beroda berwarna hitam itu menjadi akses utama ke kolam retensi Andir, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Beberapa hari sebelumnya, kolam itu baru saja diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.

Andir adalah nama kelurahan yang ada di kawasan Baleendah. Kawasan ini terdiri dari sejumlah kampung dengan permukiman yang cukup padat. 

Selama puluhan tahun, wilayah Baleendah menjadi langganan banjir tatkala Sungai Citarum meluap. Dan kawasan yang senantiasa dirundung banjir paling parah adalah Kelurahan Andir. 

Sebagai sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat—dengan panjang aliran sekitar tiga ratus kilometer—Citarum sejatinya memiliki nilai ekologis dan ekonomis.

Kolam retensi Andir
Banjir di Baleendah akibat Citarum meluap/Djoko Subinarto

Dari aspek ekologis, Citarum berfungsi antara lain sebagai penampung dan penyerap air hujan. Citarum menjadi salah satu lahan basah (wetlands) potensial untuk cadangan air.

Dari aspek ekonomi, Citarum adalah sumber air yang ikut menggerakkan roda industri pertanian dan perikanan. Selain itu, sekitar 25 juta warga Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta menggunakan air Citarum sebagai sumber air minum. Tak kalah pentingnya, Citarum juga sebagai sumber air bagi pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling. 

Ironinya, sungai ini malah sempat dinobatkan sebagai sungai ketiga paling polutif di dunia. Pasalnya, di samping menjadi tempat penampungan limbah cair kimia bahan beracun dan berbahaya yang berasal dari ratusan pabrik, Citarum juga menjadi tempat penampungan limbah rumah tangga yang berasal dari jutaan penduduk yang bermukim di sepanjang alirannya. 

Tidak itu saja. Citarum menjadi sebuah tong sampah raksasa yang menampung sekitar sepuluh ton sampah per hari. Buntutnya, tatakala musim penghujan, Citarum selalu meluap. Airnya membanjiri sebagian kawasan yang menjadi daerah alirannya.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah pun tak tinggal diam. Program Citarum Harum pun digulirkan. Sasaran utamanya yaitu percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran sungai Citarum yang mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 15/Tahun 2018.

Kolam retensi Andir
Warga berolahraga di pinggir kolam retensi Andir/Djoko Subinarto

Pada saat yang bersamaan, untuk pengendalian banjir Citarum, sejumlah kolam retensi pun dibangun. Salah satunya yakni kolam retensi Andir. Ini adalah kolam retensi kedua di kawasan Baleendah. Sebelumnya, pemerintah juga telah membangun kolam retensi Cieunteung, yang lokasinya tak begitu jauh dari kolam retensi Andir.

Lokasi persis kolam retensi Andir berada di Kampung Ciputat, Andir, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung. Luasnya sekitar 4,5 hektare, lebih kecil dibanding kolam retensi Cieunteung yang memiliki luas 7 hektare. Total biaya yang dihabiskan untuk pembangunan kolam retensi Andir yaitu sebesar Rp 141 miliar.

Luas daerah tangkapan air kolam ini sekitar 148,78 hektare dan volume tampungan airnya hingga 160.000 m3. Kolam retensi Andir dilengkapi dengan tiga pompa berkapasitas 500 liter/detik.

Berdasarkan perhitungan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citarum, kolam retensi Andir dapat melindungi genangan untuk 5.192 kepala keluarga, yang setara dengan 15.973 jiwa. Selain itu, juga menjaga jalan kabupaten dan provinsi dari kemungkinan risiko banjir tahunan Citarum.

Kolam retensi Andir
Berlatih sepatu roda/Djoko Subinarto

Melengkapi keberadaan kolam retensi Andir ini, dibagun pula beberapa polder yakni polder Cipalasari, polder Cijambe Barat, polder Cijambe Timur, serta polder Cisangkuy. 

Dengan telah selesainya pembangunan kolam retensi Andir, tentu saja ada setangkup asa dari warga Andir bahwa mereka bakal benar-benar terbebas dari petaka banjir tahunan Citarum.

Seperti disebutkan di muka, kawasan Andir merupakan daerah rawan banjir. Saat curah hujan berintensitas tinggi dan kemudian membuat Citarum meluap, sejumlah perkampungan di kawasan Andir langsung disergap banjir dengan ketinggian hingga dua meter lebih.

Seperti juga kolam retensi Cieunteung, kolam retensi Andir dilengkapi dengan area jogging. Mereka yang hendak jogging ringan atau sekedar jalan kaki perlahan bisa melakukannya dengan mengelilingi atau mengitari kolam retensi.

Saat saya menyambangi kolam retensi ini, beberapa orangtua tampak tengah mengajak jalan-jalan anak-anak mereka. Terlihat ada seorang bapak yang sedang mengajari anaknya melaju menggunakan sepatu roda. Sejumlah pesepeda menyengaja mengelilingi kolam retensi ini untuk gowes santuy beberapa kali putaran. 

Kolam retensi Andir
Kolam retensi Andir/Djoko Subinarto

Di area bawah, yang dekat dengan badan air, beberapa pemancing terlihat anteng memancing ikan kolam, di tengah sengatan terik matahari. Suasana di sekitar kolam retensi siang itu terasa demikian gerah. Pohon-pohon yang ditanam di sekeliling kolam retensi masih belum berdaun rimbun sehingga sama sekali belum dapat memberikan keteduhan.

Pantulan panas sinar matahari dari badan air dan beton yang mengelilingi kolam membuat temperatur di sekitar kolam retensi sangat tinggi. Setidaknya hal itu saya ketahui pada saat saya membidikkan kamera ponsel ke arah kolam. Layar ponsel mengeluarkan notifikasi yang menginformasikan bahwa temperatur objek foto yang dibidik sangat tinggi. “The temperature is too high,” demikian bunyi notifikasi yang muncul di layar ponsel saya.

Semakin beranjak siang, kondisi semakin gerah. Orang-orang mulai meninggalkan kolam retensi. Tapi tidak para pemancing. Mereka masih terus khusyu memancing. Kemungkinan mereka baru  meninggalkan kolam menjelang sang Surya tenggelam di ufuk barat.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar