Sedap bawang menguar di udara. Seperti biasanya, ibu memesan nasi goreng, sedangkan saya, lagi-lagi menjatuhkan pilihan pada seporsi sego godog. Salah satu menu khas Bantul yang enak dan kemepyar di lidah saya, meski acap kali konsepnya dipertanyakan oleh beberapa teman dekat saya.
Seperti seorang kawan yang menikahi orang Bantul. Ia mengomentari status Whatsapp saya, yang baru saja menghabiskan seporsi sego godog di Warung Bakmi Gilang. “Aku sampai sekarang nggak habis pikir dengan konsep sego godog ini. Tapi suamiku doyan.”
Saya hanya tertawa membaca pesannya malam itu. Ia merasa aneh dengan menu sedap khas Bantul yang satu ini. Bukan cuma dia. Ada beberapa kawan yang mempertanyakan hal senada pada asal usul menu yang “mengawinkan” nasi dengan mi tersebut.
Perkenalan Pertama dengan Sego Godog
Sego godog merupakan menu yang dibuat dari kombinasi nasi dan mi, yang dibumbui layaknya bakmi rebus (godok atau godog). Porsi nasi yang digunakan lebih dominan. Di sekitaran Jogja, menu sego godog bisa ditemukan di berbagai warung bakmi jawa.
Bagi sebagian orang, sego godog mungkin terlihat agak aneh. Selain perkara nasi yang umumnya dimasak liwet atau bubur saja, sekilas sego godog terdengar seperti menu yang kurang sehat karena menggabungkan dua jenis karbohidrat dalam satu masakan.
Padahal konsep menu dengan dobel karbo macam itu banyak kita temukan di pasaran. Mulai dari magelangan, jenang-jenangan yang bercita rasa manis, hingga camilan tradisional macam klepon cenil ataupun gatot tiwul yang sering disajikan bersamaan dalam satu porsi.
Walaupun dikenal sebagai salah satu kuliner khas Bantul, tapi sego godog pertama yang saya coba bukan berlokasi di Bantul. Melainkan di kedai mi yang berada sisi timur Terminal Jombor, Sleman. Sayang saya lupa nama warungnya. Saking enaknya menu ini, kalau sedang berada di sekitar Jombor, saya rela buat mampir lagi untuk sekadar mencicipi sego godog-nya saja.
Sego Godog ala Bakmi Gilang, Kedai Bakmi Legendaris di Bantul
Setelah jarang main ke kota, akhirnya saya menemukan lagi menu sego godog di Warung Bakmi Gilang. Itu pun tidak sengaja. Jadi, setiap bulannya saya ada jadwal mengantar simbah kontrol ke salah satu rumah sakit di ujung selatan Bantul. Karena jadwal kontrolnya selalu malam hari, otomatis menu yang tersedia di jalan pun cukup terbatas. Kebanyakan, ya, cuma warung mi atau bakso saja.
Awalnya kami sering mampir di Warung Bakmi Gilang yang berada di Jalan Bantul. Menu yang selalu saya pesan bukan sego godog, melainkan capcai rebus. Kebetulan kalau sudah malam saya lebih suka makan yang ringan di pencernaan. Saat Warung Bakmi Gilang langganan cabang Jalan Bantul itu berkali-kali tutup, saya beralih ke Warung Bakmi Gilang yang berada di Jalan Parangtritis. Lokasinya tidak jauh dari perempatan Manding, berhadap-hadapan dengan gudang JNE.
Ternyata, Warung Bakmi Gilang merupakan salah satu warung bakmi legendaris di Bantul. Warung yang sudah ada sejak zaman simbah saya kini membuka beberapa cabang, salah satunya di kawasan Manding yang jadi favorit saya. Setelah beberapa kali mencoba, saya memerhatikan satu perbedaan yang terlihat dalam penyajian menu ini. Kedai mi di Jombor memberi tambahan mi kuning bertekstur besar, sedangkan sego godog versi orisinal di Warung Bakmi Gilang menggunakan mi putih atau bihun.
Namun, pernah suatu malam saya penasaran. Apakah sego godog di Warung Bakmi Gilang ini bisa ditambahi dengan mi lethek saja? Ternyata, bisa-bisa saja. Bahannya memang ada, karena mi lethek juga termasuk salah satu menu yang tersedia di warung ini.
Setelah dicicipi berulang kali, ternyata sego godog bihun putih versus sego godog mi lethek itu sebenarnya sama-sama enak. Bedanya hanya terletak di tekstur mi lethek-nya saja. Karena dibuat dari campuran tepung gaplek dan tepung tapioka, sifat mi lethek jadi mudah menyerap air. Seiring berjalannya waktu, tekstur mi lethek jadi lembek dan berukuran besar. Padahal sego godog itu enak dinikmati pelan-pelan saja.
Maka kalau ditanya, sego godog mana yang cita rasanya lebih cocok di lidah? Saya lebih memilih sego godog versi orisinal, yang dimasak dengan tambahan bihun. Di mana pun kedainya, kemungkinan besar saya akan memilih tambahan mi putih itu saja. Plus tanpa kecap. Bagi lidah saya, tambahan kecap malah merusak cita rasa gurih dari kaldu ayam kampung yang digunakan dalam sego godog.
Perbandingan sego godog bihun putih tanpa kecap (kiri) dan sego godog mi lethek dengan kecap (kanan)/Retno Septyorini
Cara Pas Menikmati Sego Godog
Menurut saya pribadi, sego godog merupakan menu andalan buat mengusir meriang. Konon sego godog dibuat memang untuk mengusir masuk angin. Cocok pula dinikmati di tengah musim bediding yang biasanya berlangsung sampai September. Pertama, tentu karena cita rasanya yang nikmat sehingga dapat meningkatkan nafsu makan. Seperti halnya memasak bakmi jawa, umumnya sego godog juga dimasak menggunakan kaldu ayam kampung. Ibarat kata, baru nyeruput kuahnya saja sudah enak.
Kedua, tambahan bumbu bawang, suwir ayam kampung, dan telur bebek semakin menambah kelezatan dan nilai gizinya. Rasa-rasanya durasi panasnya sego godog juga terasa lebih lama dari berbagai menu lain yang ditawarkan. Rasa kemepyar-nya juga tahan lama.
Dalam penyajiannya, sego godog di Warung Bakmi Gilang diberi tambahan berupa kacang tanah goreng, bawang goreng, seledri, irisan kol dan timun. Terakhir saya mencoba, seporsi sego godog di sini dibanderol dengan harga Rp18.000. Harga yang sama untuk menu lainnya. Beberapa menu yang pernah saya coba, seperti nasi goreng dan mi lethek rebus maupun goreng, rasanya tidak ada yang gagal.
Di warung ini, kalau pesan teh panas sepaket dengan jogjogan-nya. Artinya, pesan minuman teh akan dapat dua gelas sekaligus. Yang saya ingat, minuman jeruk panasnya juga enak. Sungguh-sungguh panas dan rasa asam jeruknya pas.
Jadi, kalau berkesempatan jalan-jalan ke Bantul, teman-teman wajib mampir ke warung bakmi lawas yang satu ini.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Penulis dari Bantul. Hobi jalan dan kulineran.