Itinerary

Sanghyang Kenit, Gua Karst Purba di Aliran Sungai Citarum

Kenit, lurus!
Kenit, lurus!
Kenit, lurus!

Demikian berulang-ulang terucap lantang dari seorang pemuda berkaos oblong merah darah. Pagi itu, Kamis (1/6/2023), ia tengah berjaga di persimpangan Jalan Cisameng, Rajamandala Kulon, Cipatat, Bandung Barat, Jawa Barat

“Kenit” yang dimaksud oleh pemuda itu adalah Sanghyang Kenit. Gua purba yang sebagian aliran Sungai Citarum menerobos dan melewati celah-celah tumpukan batu-batu gamping raksasa di bentangan karst Rajamandala.

Secara administratif, Desa Rajamandala Kulon masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat. Luas Rajamandala Kulon sekitar 1.527 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk sekitar 18.326 jiwa. Rajamandala Kulon termasuk salah satu daerah yang dilewati oleh aliran air Sungai Citarum. Sebelum mengalir ke wilayah Cianjur, air Sungai Citarum lebih dahulu harus melintasi kawasan Rajamandala Kulon.

“Sudah dekat. Lurus saja. Itu yang ada plang. Belok kiri tiga ratus meteran, nanti ada loket,” pemuda berkaos oblong merah itu memberi petunjuk.

Saya ikuti arahan pemuda tersebut. Benar saja, beberapa ratus meter berjalan, saya kemudian melihat loket sederhana yang dijaga oleh seorang perempuan.

“Delapan ribu,” penjaga loket itu menyebutkan harga tiket masuk ke lokasi.

Saya memberikan selembar Rp10.000. Dengan segera ia menyodorkan dua ribu rupiah sebagai uang kembalian.

Sanghyang Kenit, Gua Karst Purba di Aliran Sungai Citarum
Loket tiket sederhana memasuki kawasan wisata Sanghyang Kenit/Djoko Subinarto

Suasana Wisata di sekitar Sanghyang Kenit

Menuju lokasi Sanghyang Kenit jalan sedikit menanjak, tetapi tidak curam. Kerikil gamping mendominasi jalanan. Pohon-pohon talok (Muntingia calabura) yang mulai beranjak dewasa menghiasi lokasi masuk hingga pelataran Sanghyang Kenit. Beberapa talok berwarna merah, yang menandakan buah itu telah masak, terlihat berserakan di atas tanah. Buah-buah talok itu kemungkinan berguguran karena tertiup angin.

Gelondongan-gelondongan kayu yang rapi ditempatkan di bawah sejumlah pohon talok yang rindang. Gelondongan kayu itu berfungsi sebagai tempat duduk para pengunjung melepas lelah, sembari melihat ke arah aliran Sungai Citarum.

“Di sini mah airnya masih jernih. Bersih. Airnya murni berasal dari sejumlah mata air di sekitar sini. Belum bercampur dengan air dari anak-anak sungai lainnya,” kata seorang pria pemandu sekaligus penjaga sungai yang sedang bertugas pagi itu. Ia bersama beberapa pria lainnya bertugas memandu dan mengawasi para pengunjung yang datang ke Sanghyang Kenit.

“Kalau mau foto-foto, ke bawah saja,” katanya ramah. Ia menambahkan bahwa para pengunjung juga bisa berwisata naik perahu, berarung jeram, atau melakukan susur gua.

“Untuk arung jeram, ada dua paket. Paket pendek, jaraknya empat kilometer. Paket panjang, delapan kilometer. Satu perahu, bisa untuk enam orang. Kalau mau camping juga bisa, kami sediakan perlengkapannya,” jelasnya. 

Sanghyang Kenit, Gua Karst Purba di Aliran Sungai Citarum
Wisatawan mengamati pemandangan dari pinggir aliran Sungai Citarum/Djoko Subinarto

Tentang Sanghyang Kenit

“Kenit” sendiri merujuk pada sejenis domba berwarna hitam dan mempunyai sabuk warna putih yang melingkar di perutnya. Asal usul nama Sanghyang Kenit, konon karena di masa lalu para sesepuh kampung melakukan ritual memotong domba kenit secara berkala di tempat ini.

“Itu cerita asal usul yang saya dengar dan terima dari para sesepuh,” tutur pria pemandu itu sewaktu saya tanya ihwal sejarah nama Sanghyang Kenit.

Jika melihat dari lokasi dan struktur gua, Sanghyang Kenit tampaknya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Danau Bandung Purba. Mulut gua ini menghadap langsung ke aliran Sungai Citarum. Gua ini tidak buntu, melainkan terkoneksi dengan beberapa gua di kompleks karst Rajamandala. Dengan demikian, Sanghyang Kenit bukan satu-satunya gua yang ada di kawasan ini. Masih ada beberapa gua lainnya, yaitu Sanghyang Poek, Sanghyang Tikoro, dan Sanghyang Heuleut. 

Sanghyang Kenit baru terbuka untuk para wisatawan pada tahun 2021. Menurut petugas, kalau kita masuk dan menelusuri sejumlah lorong di dalam Sanghyang Kenit, kita bisa keluar di gua Sanghyang Tikoro. 

“Kurang lebih jaraknya sekitar 400 meteran. Untuk masuk dan melakukan susur gua, pasti kami dampingi,” terangnya.

  • Sanghyang Kenit, Gua Karst Purba di Aliran Sungai Citarum
  • Sanghyang Kenit, Gua Karst Purba di Aliran Sungai Citarum

Cara Menuju Sanghyang Kenit

Lokasi Sanghyang Kenit termasuk dalam wilayah Indonesia Power Plant PLTA Saguling. Dari Pasar Rajamandala, yang berada di Jalan Raya Bandung–Cianjur, jaraknya sekitar enam kilometer. Tak jauh dari Pasar Rajamandala, terbentang jalan ke arah selatan menuju PLTA tersebut. Tinggal ikuti saja jalan tersebut. 

Jalur Pasar Rajamandala–Sanghyang Kenit tidak dilayani rute angkutan umum. Jadi, bagi mereka yang tidak membawa kendaraan pribadi mesti mencarter angkutan kota (angkot) dari Pasar Rajamandala atau naik ojek pangkalan.

Kondisi jalan menuju lokasi cenderung turun-naik dan berkelok menembus sebagian hutan karet. Di beberapa titik, lapisan aspal dan beton jalan sudah tidak utuh akibat berkali-kali tergerus hujan. Hal ini menjadikan permukaan jalan di sebagian titik tidak rata. 

Patokan untuk sampai ke lokasi Sanghyang Kenit adalah pertigaan Cisameng. Dari pertigaan ambil arah kanan, kemudian terus lurus hingga nanti bertemu perempatan. Selanjutnya tetap lurus saja hingga nanti melihat sebuah plang petunjuk di sebelah kiri jalan.

Mereka yang doyan aktivitas susur sungai, arung jeram, maupun susur gua, dan kebetulan belum pernah ke Sanghyang Kenit, tak ada salahnya memasukkan gua karst purba ini ke dalam daftar destinasi berikutnya yang mesti dikunjungi.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

Penulis lepas dan blogger yang gemar bersepeda.

3 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Bis Surat Usang dari Tahun 1915