TRAVELOG

Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan

Masih gelap subuh saat saya dan Hanif keluar tenda, menuju pinggiran danau Segara Anak. Ada sungai kecil di situ, kami menyeberanginya. Meniti bebatuan agar kaki tak tercebur ke air sedalam lutut.

“Tungguin, Pak!” kata Hanif menahan langkah saya. Penerangan memang terbatas. Kami hanya mengandalkan satu headlamp di kepala saya. Jalan setapak kemudian menanjak, melipir pinggiran sungai, lantas naik ke sisian bukit. Setelah itu mengarah turun ke tanah lapang yang terdapat plang: Aik Kalak Hot Spring. Waktunya berendam di kolam air panas alami Gunung Rinjani. Saya dan Hanif ingin merelaksasi tubuh, sebelum nanti meneruskan perjalanan melintasi lembah Torean.

Rinjani via Torean: Menakjubkan dan Mendebarkan
Tenda pendaki di sekitar Segara Anak/Mochamad Rona Anggie

Para pendaki selesai berkemas pukul 09.30 WITA. Pagi itu kami turun gunung. Meninggalkan Gunung Barujari, berjalan membelakangi Segara Anak, kembali menyusuri jalan setapak yang sebelumnya dilalui untuk sampai ke danau dari Plawangan Sembalun.

Kalau tak ada pemandu dan porter, kami bakal kebingungan. Banyak jalur dan percabangan di seputaran Segara Anak. Mau ke mana, lewat mana, jangan sampai salah. Tujuan kami ke arah Torean. Seratus meter melewati area rerumputan berpinus, terlihat jalur terbelah. Lurus terus balik lagi ke Sembalun, serong ke kiri menuju Torean. Tidak ada penanda arah yang spesifik.

Rencana awal pendakian, kami akan menghabiskan empat hari tiga malam di Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Nusa Tenggara Barat. Perjalanan turun via Torean merupakan etape ketiga. Sejak langkah pertama menapaki tubuh Rinjani, saya dan rekan lainnya antusias bertualang di kawasan yang semakin dikenal dunia setelah ditetapkan menjadi Unesco Global Geopark pada 2018.

Kami ingin melihat langsung apa yang selama ini ada di layar gawai dan menjadi bunga tidur. Hari-hari terlewati penuh kegembiraan. Bermalam di Plawangan Sembalun, menggapai puncak, berkemah di area danau, dan kini menyongsong jalan setapak yang oleh kreator media sosial dipromosikan sebagai lembah “Jurassic Park”. Sisian tebing Gunung Sangkareang yang menjulang di sebelah kiri jalur, perbukitan Gunung Rinjani di sebelah kanan, dan Sungai Kokok Putih di kedalaman jurang, menjadi bentang alam yang seolah pernah ditinggali T-Rex dan kawan-kawannya dahulu kala. Begitu kiranya imajinasi di kepala para penghuni dunia maya. 

  • Rinjani via Torean: Menakjubkan dan Mendebarkan
  • Rinjani via Torean: Menakjubkan dan Mendebarkan

Melipir Tebing, Turun ke Sungai

Jalur Torean sudah lama digunakan warga lokal untuk ke Segara Anak dan mengakses sumber air panas alami Gunung Rinjani. Mereka meyakini dengan berendam di sana, akan menghilangkan penyakit di tubuh. Laporan majalah Tempo: 100 Surga Indonesia edisi 18-24 November 2013 menyebutkan, lokasi air panas alami itu ada di dekat Gua Taman dan Susu. Reporter Nurdin Kalim bersama fotografer Tony Hartawan menjajal Torean pada pertengahan Oktober 2013, lalu mengisahkannya dalam tulisan berjudul “Pendakian Jalur Suci”.

Baru tahun 2021, TNGR membuka Torean sebagai pintu resmi menuju puncak Rinjani, selain Sembalun dan Senaru. Sementara saya bareng 20 rekan pendaki asal Maluku, Kalimantan, Makassar, Tangerang, Jakarta, dan Cirebon menikmati panorama alam Torean pada 3-4 Juni 2024. 

Menjauh sekitar 45 menit dari danau ke arah timur laut, kami melintasi dua kolam bundar dengan titik aik kalak (bahasa Sasak: air mendidih) yang memancar di tengahnya. Saya sempatkan membasuh tangan, dan memang terasa panas. Kami terus berjalan naik-turun menembus hutan pinus, hingga menemui turunan curam yang di pinggirannya sudah terpasang tali pengaman. Memudahkan pendaki agar tak jatuh merosot, untuk mencapai Sungai Kokok Putih. Matahari tepat di atas kepala, saat saya dan tiga pendaki terdepan menyeberangi sungai, lantas segera mencari tepian teduh di bawah naungan pepohonan pinus.

Air Sungai Kokok Putih bisa untuk wudu (kiri). Jembatan kayu penghubung sisi utara dan selatan lembah Torean/ Mochamad Rona Anggie

Saya melepas sepatu, tak sabar ingin menceburkan kaki ke sungai, kemudian berwudu. Airnya jernih di antara bebatuan yang menguning imbas belerang, memunculkan gradasi warna putih susu-kehijauan, jika dilihat dari ketinggian. Saya sempatkan salat berjemaah dengan Dio, lajang 24 tahun yang berdinas di Pelabuhan Ambon. Tak ada jadwal makan siang. Sambil menunggu semua anggota tim kumpul, kami ngemil kurma dan cokelat.

Perjalanan turun ini tidak langsung ke titik akhir Dusun Torean, yang terletak di Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Lombok Utara. Kami akan bermalam dulu di Pos Kebun Jeruk. Durasinya lima jam dari Segara Anak. Kalau mau terus sampai dusun, total sembilan jam jalan kaki. Dari tempat kami beristirahat di pinggir sungai, masih tiga jam lagi ke Kebun Jeruk.

Menyeberang ke selatan, balik ke utara. Ini jalur yang ditempuh ketika melewati Sungai Kokok Putih. Kami melalui jembatan kayu ikonis yang sering nongol di media sosial pendaki Rinjani via Torean. Bukan musim hujan, jadi aliran sungai tidak deras. Sementara jembatan kayu itu belum diperbaiki. Masih teronggok, amblas ke air. Kami melompati bebatuan di sekitarnya.

Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan
Tangga besi memudahkan pendaki memanjat tebing/Mochamad Rona Anggie

Naik Tangga Besi Vertikal

Jalur menanjak mengadang di depan sana. Susah payah kami melipir pinggiran tebing, terkadang langkah tersangkut rimbun rerumputan. Sesekali kabut melintas di udara. Langit masih tampak biru. Sampai kemudian di ujung tanjakan, jalur terhenti di depan sebuah tebing. Pengelola TNGR sudah menyiapkan tangga besi vertikal setinggi tujuh meteran untuk dilewati pendaki. Ada satu, dua, hingga lima tangga! Menantang sekali. Usai ketinggian bertambah, sejauh mata memandang adalah perbukitan hijau dan tebing raksasa yang menawan. 

Menjelang sore, kabut makin sering seliweran. Tubuh mulai lelah, tapi semangat masih menyala hingga tiba di sebuah mata air yang keluar dari sela bebatuan, yang tersambung dengan sejengkal pipa. Beberapa teman mengisi ulang botol minum dari sumber air yang diberi nama Kahuripan itu. Bahkan rekan dari Kalimantan bertekad membawanya pulang ke rumah. “Biar terkenang terus pendakian ke Rinjani ini,” katanya.  

Jalan setapak lantas mengantarkan kami ke sisian tebing. Jalur lalu mengarah turun dengan sangat curam. Bersyukur sudah ada tali pengaman. Titik ini salah satu medan paling menguji adrenalin sepanjang jalur Torean. Para pendaki turun bergantian. Memegang erat tali pengaman. “Rapatkan tubuh ke tebing!” perintah pemandu.

Carrier di punggung jelas menambah beban ke belakang. Namun, kami harus bisa membuat badan condong ke depan. Hanya turun lima meteran, namun jantung berdebar kencang. Jurang menganga di bawahnya, sejauh seratus meter dengan dasar Sungai Kokok Putih. Ngeri!

Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan
Majalah Tempo edisi 18-24 November 2013 mengisahkan pendakian Rinjani via Torean (kiri) dan jalur yang sama saya lewati tahun 2024/Mochamad Rona Anggie

Lega bisa melewatinya. Namun, beda lagi dengan para porter. Walau memikul keranjang penuh muatan, mereka tampak santai. Beberapa bahkan tak pegangan tali. Cukup menguatkan pijakan sendal jepitnya di sisian tebing, menyeimbangkan pikulan di pundak, lantas hap, hap, hap—hanya tiga gerakan—melompat cepat bak kijang, menjejak kembali jalan setapak. 

Tak lama kemudian kami sampai di Pos Kebun Jeruk jelang pukul empat sore. Sebelum gelap datang, saya sempatkan mandi di sungai. Para porter membangun tenda dan bersiap memasak. Camp area ini bisa memuat sepuluh tenda dome. Tempatnya berupa tanah lapang dinaungi pepohonan hutan hujan tropis. “Dari sini sudah tidak lewat tebing atau perbukitan lagi. Full hutan,” kata pemandu kami Agung Kurniawan. Pemuda asal Malang itu bersama Popo dan Rahman Saleh Tutupoho (asli Pulau Seram), mendampingi perjalanan kami lintas Sembalun–Torean.

Kenapa jalur Torean langsung populer begitu gunting pita? Agung menjelaskan karena menawarkan pemandangan berbeda dengan rute Sembalun atau Senaru. Termasuk medan turunnya cenderung landai, tak bertemu banyak punggungan bukit. “(Torean) View-nya memang keren banget. Jalur turunnya juga, enggak ada menanjak terjal lagi semisal lewat Senaru atau Sembalun,” paparnya. 

Malamnya, api unggun berkobar menghangatkan suasana. Kopi susu terhidang. Kudapan yang belum dibuka selama pendakian, disantap bersama. Lhotse, panggilan Rahman, menghibur kami dengan logat beta-nya yang kental. Dia bercerita saat menemani pendaki wanita mendekati puncak Rinjani, eh, di tengah jalur berpasir mendadak ia kebelet buang air besar. Tidak bisa ditahan. “Akhirnya saya arahkan ke satu tepian, lalu saya menjauh. Jangan sampai melihatnya, kan itu medan terbuka,” katanya disambut gelak tawa. 

  • Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan
  • Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan

Melintasi Hutan Lebat

Besok paginya, jalur memasuki hutan berkanopi rapat dan lembap. Target kami dua jam ke depan adalah Birisan Nangka; pos pemeriksaan check in/out pendaki yang menempuh rute Torean.

Di tengah perjalanan, kami sampai di satu sudut terbuka dengan panorama Air Terjun Penimbungan. Airnya yang deras jatuh dari ketinggian seratus meter ke dasar lembah. Tebing berbatu diselimuti pepohonan hijau, menambah daya pikat untuk pendaki berswafoto di atas batu datar yang bersisian dengan jurang. “Hati-hati, jangan terlalu mundur!” teriak pemandu.

  • Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan
  • Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan
  • Rinjani via Torean: Menakjubkan sekaligus Mendebarkan

Sampai Birisan Nangka pukul 10.00. Kami menunggu proses check out daring beres, sambil menikmati suasana hutan dengan kicau burung yang semarak.  Kami melanjutkan perjalanan turun hingga melihat beruga (tempat tiduran santai) khas Lombok. Pertanda perkampungan sudah dekat. Di ujung tanjakan, sebuah warung menyajikan kelapa muda dan potongan semangka segar di atas meja. Beberapa teman mampir, saya yang mandi keringat terus melangkah dan tiba di pos ojek.

Saya sudah janjian dengan Dio, Yoke, dan Teguh untuk jalan kaki sampai dusun. Tinggal setengah jam lagi. Banyak yang meneruskan naik ojek—lebih cepat 20 menit—dengan membayar Rp50.000. Masjid berkubah keemasan dekat gerbang Dusun Torean menjadi titik finis petualangan di Gunung Rinjani. Senang rasanya bisa menapaki langsung rute Torean yang menakjubkan sekaligus mendebarkan.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Mochamad Rona Anggie

Mochamad Rona Anggie tinggal di Kota Cirebon. Mendaki gunung sejak 2001. Tak bosan memanggul carrier. Ayah anak kembar dan tiga adiknya.

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *