Tidak boleh salah lagi. Masyarakat sudah harus paham arti angka 400 yang menjadi nama perpustakaan daerah di Sunyaragi, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon. Bukan jumlah koleksi bukunya, melainkan berasal dari Batalyon 400 Tentara Pelajar Brigade XVII Siliwangi.
Generasi keturunan pejuang Batalyon 400, hingga kini masih mengikatkan diri kuat-kuat pada Perpustakaan 400 sebagai peninggalan orang tua mereka. Mereka juga menghimpun silaturahmi lewat Ikatan Keluarga (Ikkel) 400, yang terbentuk sejak 24 Desember 1961. Anggotanya tersebar di banyak tempat dengan aktivitas beragam.
Salah satunya tinggal di Cirebon. Dita Hudayani S.H. mengungkapkan, basis perjuangan orang tua mereka dulu adalah Cirebon dan Kuningan. Bertempur melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan 1945.
“Di dua wilayah ini, Batalyon 400 Tentara Pelajar meninggalkan jejak perjuangannya,” ujar putri mendiang H. Emon Sulaeman Reksa Legora (wafat 1996) dan Saomiyanah. Keduanya sahabat mendiang Salamun AT dan RE Sulaeman.
Suara Bulat Membangun Monumen Hidup lewat Buku
Dita mengisahkan, usai peperangan menjaga kedaulatan Republik Indonesia, anggota Batalyon 400 memilih jalur pengabdian selanjutnya masing-masing. Ada yang meneruskan karir menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tidak sedikit pula yang menekuni dunia bisnis.
“Ayah saya termasuk yang pilih jadi pengusaha,” bebernya saat berbincang di Jalan Pemuda, Cirebon, beberapa waktu lalu.
Sementara eks Batalyon 400 yang memantapkan langkah di kemiliteran antara lain Letnan Jenderal TNI (Purn) Raden Mohammad Yogie Suardi Memet. Yogie, yang tergabung dalam pasukan inti Kelana Sakti, kemudian menjadi Panglima Kodam VI Siliwangi (1978–1983), Gubernur Jawa Barat (1985–1993), dan Menteri Dalam Negeri (1993–1998). Ada pula Wakil Presiden ke-4 RI, Jenderal TNI (Purn) Umar Wirahadikusumah, yang semasa berpangkat kapten turut berjuang bersama Tentara Pelajar Yon 400 di kawasan Sagarahiang, Kuningan, Jawa Barat.
Tidak lupa, Marsekal TNI (Purn) Mohamad Saleh Basarah Suradiningrat, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) ke-6 periode 1973–1977, yang wafat 11 Maret 2010. Ia sempat keluar masuk hutan bersama Batalyon 400 di pedalaman Kuningan.
Dita, yang pernah menjadi anggota KPU Kota Cirebon dua periode (2008–2018), menyebut pilihan mendirikan perpustakaan menjadi suara bulat eks kombatan Tentara Pelajar. Sebagai wujud pencerahan terhadap masyarakat luas.
Ia mengenang cerita dari ayahnya terkait rencana pembangunan sebuah peninggalan, yang akan menjadi kenangan perjuangan Batalyon 400 Brigade XVII di wilayah Cirebon. Ada beberapa pilihan, termasuk monumen. Namun, “ketuk palu” jatuh ke perpustakaan. Masak monumen, kalau monumen enggaklah, ucap Dita menirukan sang ayah tercinta. Akhirnya, semua sepakat membangun perpustakaan.
Pemikiran veteran Tentara Pelajar masa itu, lanjut Dita, sederhana saja. Buku adalah jendela dunia. Kehadiran sebuah perpustakaan akan sangat berguna bagi generasi bangsa. “Perpustakaan ini monumen hidup. Jendela dunia,” tegas wanita 64 tahun itu bangga.
Cirebon menjadi lokasi pembangunan perpustakaan, karena wilayah ini terhubung erat dengan daerah Kuningan, palagan pertempuran Tentara Pelajar melawan Belanda. Energi kepahlawanan dalam kobaran semboyan “merdeka atau mati”, dipekikkan para pelajar usia 17–20 tahun, demi harga diri ibu pertiwi.
Dita menambahkan, di Jakarta berdiri pula sekolah Bakti Mulya 400 Pondok Indah. Di bawah naungan Yayasan Keluarga 400 dan Yayasan Pondok Mulya. “Jadi, selain Perpustakaan 400, kami juga fokus di pendidikan lewat sekolah Bakti Mulya 400,” tuturnya.
Saliranti (54), putri bungsu Salamun AT, mengungkapkan hal senada. Dari cerita ayahnya, eks pejuang Batalyon 400 Tentara Pelajar ingin membangun sebuah perpustakaan karena pengalaman sulit pada zaman penjajahan.
“Masa itu buku susah,” ujar Sali mengenang ucapan Salamun AT.
Veteran Tentara Pelajar ingin anak Indonesia pintar. “Kita dijajah lama, loh. Ayah saya dan rekan-rekannya tidak mau melihat generasi muda tanah air mengalami kesulitan seperti ketika mereka dahulu, yang sulit belajar dan mendapatkan buku.”
Maka tercetuslah ide mendirikan perpustakaan. Kemudian menyediakan fasilitas pendidikan yang bermutu dan bisa diakses semua kalangan. Karena itu, Ikkel 400 juga mendirikan sekolah Bakti Mulya 400 di Jakarta.
“Tujuannya agar anak Indonesia pintar,” kata wanita kelahiran Jakarta itu.
Awal Pendirian dan Hubungan Mesra dengan Pemerintah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat turut berperan membidani kelahiran Perpustakaan 400. Lewat Mayjen TNI (Purn) Aang Kunaefi, Gubernur Jawa Barat periode 1975–1985, pemerintah menyilakan sebuah lahan di pinggir jalan utama lintas provinsi untuk dibangun perpustakaan.
“Waktu itu sebenarnya [tanah] mau dibeli saja,” ujar Dita. Namun, kas keuangan veteran Batalyon 400 belum mencukupi. Hanya bisa sampai tahap membangun gedung. Beruntung, Pemprov Jabar memberi perhatian, sehingga tanah yang menjadi lokasi Perpustakaan 400 sekarang boleh digunakan.
Seiring waktu, sambung Dita, ada pembagian wilayah administratif di Indonesia. Peralihan pengelolaan Perpustakaan 400 otomatis beralih dari tingkat provinsi ke kotamadya.
“Kalaupun niat membeli tanah saat itu jadi, pada akhirnya tanah dan gedungnya memang akan diserahkan pula ke pemerintah daerah,” beber alumni Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu.
Kini, generasi penerus Tentara Pelajar Batalyon 400 sangat berbahagia. Perpustakaan 400, yang dibangun orang tua mereka pada Oktober 1983, masih eksis. Gedungnya megah. Baru saja renovasi. Pembaruan fasilitas senantiasa berlangsung. Hubungan Pemkot Cirebon dan Ikkel 400 terjalin mesra.
“Komunikasi kami intensif,” kata Dita menggambarkan keharmonisan antara generasi penerus Batalyon 400 dengan Pemkot Cirebon.
Menurut Dita, pihaknya sangat menghargai kehadiran Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Cirebon yang proaktif. Semisal, Drs. H. Mohamad Korneli M.Si. yang memimpin tahun 2016–2019. Pun pejabat penerusnya saat ini, Gunawan ATD DEA.
“Kalau Pak Korneli, jelas punya ikatan kuat karena orang tuanya anggota Batalyon 400,” ujarnya.
Menurut Dita, perhatian Ikkel 400 dan kesungguhan Pemkot Cirebon mengelola Perpustakaan 400 jadi modal penting terhadap keberlangsungan perpustakaan dengan koleksi 48.551 eksemplar buku dan 8.928 anggota (per 2023) itu. Tujuannya tak lain agar relasi anggota Ikkel 400 dan warisan peninggalan orang tua mereka tetap terhubung. Lebih dari itu, masyarakat pencinta minat baca di wilayah Cirebon juga terfasilitasi dengan baik.
Dita tak menutupi bantuan finansial yang sampai sekarang masih dikucurkan ke Perpustakaan 400. Baik atas pengajuan kepala dinas, atau yang berkala disalurkan langsung oleh pengurus Ikkel di Jakarta.
“Bantuan melimpah datang dari Jakarta. Maklum saja, di sana yang banyak uangnya,” seloroh Dita. Ia menggambarkan keseriusan pengurus, “Butuh pendingin ruangan, kami beri. Ingin punya koleksi buku kedokteran, kami kirim.”
Itu semua menunjukkan semangat warisan orang tua mereka dulu. Sebagai generasi penerus, Dita dan anggota Ikkel 400 lainnya berupaya menjaga. Agar cerita orang tua mereka tidak lenyap digulung zaman. Dari keterangan Dita, diketahui saban setahun sekali anggota Ikkel 400 rutin kumpul di ibu kota.
Tahun 2022, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI mengganjar perpustakaan umum daerah Kota Cirebon itu dengan sertifikat akreditasi A. Sebuah capaian yang membuat Perpustakaan 400 lebih bergengsi. Menjadi rujukan bagi perpustakaan umum daerah lainnya yang ingin studi banding. Belum lagi, prioritas bantuan dari pemerintah pusat akan mengalir lebih mudah.
“Selain aktivitas baca-pinjam buku, kami rutin menggelar literasi kreatif. Ada kegiatan storytelling atau mendongeng untuk anak. Pelatihan Bahasa Inggris, Prancis, dan Arab. Boleh jadi ini yang membuat Perpusnas RI mantap memberi penghargaan akreditasi A pada kami,” papar Kepala Dispusip Kota Cirebon Gunawan ATD DEA.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.