Karena tujuanku adalah Situ Ciburuy di Kabupaten Bandung Barat, aku mesti melewati tiga kota/kabupaten, yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung Barat. Sepanjang perjalanan, banyak hal menarik yang kulihat, termasuk kemacetan yang tentu saja tak bisa dihindari.
Sejak awal, tak banyak penumpang di bus yang kunaiki. Jika dihitung-hitung, barangkali hanya sekitar lima belas orang, yang naik-turun bergantian sepanjang trayek bus itu. Kulihat ada beberapa penumpang yang tak tahu soal daerah yang mereka tuju dan kemudian bertanya ke penumpang lain. Ada pula penumpang yang gengsi bertanya, yang ujung-ujungnya turun jauh dari tujuan dengan wajah kusam penuh kekecewaan.
Dua kilometer setelah melaju, bus tiba di perbatasan Kota Bandung dan Kota Cimahi. Di sebelah utara sana adalah Kota Bandung, sementara di selatan Kota Cimahi. Lalu kami dibawa sang supir melintasi Jalan Layang Cimindi, flyover tertua yang menghubungkan Kota Bandung dan Cimahi.
Dari sana kami terus ke Cicendo. Roda bus pun terus bergulir dan tanpa terasa kami semakin dekat ke pusat Kota Cimahi. Lalu lintas ramai, sebab ini akhir pekan. Tapi, sebenarnya di hari-hari biasa pun jalan ini tak bisa dibilang sepi, selalu dipadati pengendara roda dua yang pulang kerja.
Memasuki pusat Kota Cimahi, dari bus aku bisa melihat Taman Alun-alun dan Masjid Agung Kota Cimahi. Di sebelah masjid ada sebuah jalan bernama Kolonel Masturi. Jika ditelusuri, jalan ke utara itu akan sampai ke Lembang. Tapi bus yang aku tumpangi tidak berbelok ke jalan itu.
Aku dibawa terus ke barat, ke jalan menuju Situ Cuburuy yang jika diteruskan juga bisa membawa saya ke Stone Garden bahkan Cianjur.
Tak terasa bus sudah mencapai ujung Kota Cimahi. Di sebelah sana sudah Kabupaten Bandung Barat. Dari dalam bus aku bisa melihat proyek Kereta Cepat Indonesia-Cina (KCIC) yang masih terhenti. Tiang-tiang penyangga rel dan derek (crane) tampak berdiri kokoh. Nantinya jalur KCIC ini akan melintasi Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, dan Kabupaten Bandung, dengan titik akhir Tegalluar.
Bus pun memasuki Kabupaten Bandung Barat. Kawasan Cimareme, jalur penyangga ke Ibu Kota Kabupaten Bandung Barat, lebih ramai dari ruas jalan sebelumnya. Kemacetan pun mulai terjadi, memaksa bus untuk berjalan lambat. Maklum, selain jadi jalur menuju ibu kota kabupaten, jalan ini juga bisa membawa kita ke Pusdiklatpassus Batujajar dan Gerbang Tol Padalarang. Jadi, saingan kami adalah angkutan umum, mobil kecil, bus, truk, dan kontainer. Sekitar setengah jam aku dan para penumpang lain mesti bersabar menghadapi kemacetan. Tak terbayangkan bagaimana perasaan supir bus yang tiap hari melewati jalan ini. Aku sendiri sebenarnya asyik-asyik saja dengan kemacetan ini, sebab aku masih bisa mengambil foto dari balik jendela bus.
Memasuki Kota Baru Parahyangan, mobil dan motor bukannya berkurang melainkan bertambah. Bus lalu mengitari kompleks perumahan itu. Aku bisa melihat Gedung Puspa Iptek. Lepas dari kompleks, lalu lintas sedikit longgar. Namun, di pertigaan arah Cianjur dan Purwakarta, kemacetan kembali terjadi.
Setelah menembus kemacetan demi kemacetan, akhirnya bus mencapai Ciburuy. Di pinggir jalan, sebelah kanan, aku melihat plang “Situ Ciburuy”. Sebenarnya aku bisa turun di sana. Tapi, agar bisa turun dengan nyaman dan tak tergesa-gesa, aku ikut bus itu ke pulnya.
Rupanya, jarak pul bus itu ke Situ Ciburuy hampir satu kilometer. Terpaksalah seturun bus aku berjalan sekitar seribu meter.