TRAVELOG

Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah

Mendung sore itu tak menyurutkan langkah saya untuk menyaksikan pentas wayang botol. Wayang botol atau biasa disebut watol adalah wayang yang dibuat dari bahan dasar botol plastik bekas. Pembuatan watol merupakan hasil kreasi dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS).

Pentas Wayang botol pada Ramadan lalu terasa begitu istimewa karena berlangsung di Lapas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Tahun ini SPWS genap berusia 10 tahun atau satu dekade. 

Berangkat dari Mataram, perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam lebih untuk sampai tujuan. Di perjalanan kami mendapati kemacetan dan pengalihan arus lalu lintas karena ada parade ogoh-ogoh menjelang Hari Raya Nyepi oleh umat Hindu di kota itu. Namun, hal ini tidak sedikit pun menurunkan semangat saya untuk menonton pentas watol. Sebab, sudah hampir tiga tahun saya tidak dapat menyaksikan pertunjukannya. 

Setibanya di sana saya merasa takjub. Terdapat 42 anak laki-laki binaan LPKA mengenakan kaus berwarna hitam bertuliskan “Man Jadda Wa Jada“ (Siapa bersungguh-sungguh, maka akan berhasil), tengah duduk rapi menyaksikan salah seorang temannya menyanyikan sebuah lagu reggae Lombok I love You dari Amtenar Band.

Dari sinilah saya baru tahu. Hari itu di lapangan lapas yang terletak di Desa Selebung, Kecamatan Batukliang, sedang berlangsung program Ramadan Budaya.

Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
Seorang warga binaan sedang bercerita di atas panggung hiburan dalam acara Ramadan Budaya/Nirma Sulpiani

Ramadan Budaya di Lapas Anak

Ramadan Budaya merupakan program yang digagas oleh Komunitas BERBAGI, berkolaborasi dengan sejumlah komunitas, seperti Sekolah Pedalangan Wayang Sasak (SPWS), AKSI NTB, dan komunitas lainnya. Ramadan Budaya kali ini mengangkat tema “Di Balik Topeng Masa Depan”. Selaras dengan tema yang diusung, semua orang yang terlibat dalam acara ini diminta menggunakan topeng untuk menyamarkan identitas para warga binaan. Topeng yang tersedia pun beragam karakter, mulai dari sejumlah tokoh pahlawan Indonesia, Wali Songo, hingga sosok pahlawan super (superhero).

Gelak tawa dan riuh tepuk tangan semakin keras terdengar saat pemandu acara membawakan dua tokoh wayang botol untuk memimpin jalannya acara. Sampai menjelang berbuka puasa, kehangatan warga binaan kian terasa saat Kepala LPKA Lombok Tengah Mulyadi Gani menyampaikan sambutan di hadapan warga binaan. 

“Saya tidak menyangka, kegiatan akan semeriah ini. Ini energi yang positif buat kami. Saya yakin ini bisa memberikan trigger untuk anak-anak binaan dalam melaksanakan dan  menjalani kegiatan pembinaan,” ungkap Mulyadi, Jumat (28/3/2025).

Mulyadi berharap, warga binaan yang berada di LPKA tidak merasa seperti di dalam penjara. Namun, menjadikan LPKA sebagai rumah kedua untuk menerima pendidikan dan pembinaan lainnya.

Begitu juga yang saya rasakan saat memasuki LPKA. Berada di sana seperti sedang berada di “pondok”. Terdapat bangunan atau kamar warga binaan yang berisi ruang tamu, dapur, dan kamar mandi dalam. Halaman tertata rapi dan bersih, tak ada satu pun sampah yang terlihat. Pepohonan, bunga, dan rerumputan yang tumbuh di halaman pekarangan LPKA tampak subur dan terawat. Tak ada jeruji ataupun suara peluit yang terdengar seperti yang sering digambarkan di film-film.

Usai berbuka puasa, dengan sigap anak-anak binaan LPKA mengambil plastik sampah dan mengumpulkannya. Setelah itu, satu per satu warga binaan mengambil air wudu untuk melaksanakan salat Magrib berjemaah. Kemudian iktikaf di musala sembari menunggu azan Isya untuk menunaikan salat Isya dan tarawih berjemaah. 

  • Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
  • Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah

Edukasi melalui Pentas Wayang

Acara dilanjutkan kembali sekitar pukul 21.00 WITA dengan pentas musik dan penampilan wayang botol. Ceritanya tentang tokoh wayang botol yang ingin mengubah hidupnya meski pernah melakukan banyak kesalahan.

Penanggung jawab acara Ramadan Budaya, Hendri Andriawan mengungkapkan, kegiatan ini dihajatkan bagi anak-anak yang jarang mendapatkan akses hiburan. “Kegiatan ini bertujuan tidak lain untuk menghibur adik-adik yang jauh dari keluarga. Misalnya, di lapas ini, kita memberikan berbagai macam hiburan, seperti live music, pementasan wayang, dan lainnya,” ungkap Hendri. 

Ramadan Budaya di LPKA merupakan kegiatan keempat setelah berkeliling menghadirkan hiburan di pelosok-pelosok desa. Hendri berharap, kehadiran berbagai
komunitas yang hadir di LPKA Lombok Tengah dapat memberikan motivasi warga binaan untuk memperbaiki diri ketika sudah bisa menjalankan kehidupan di luar nantinya.

“Jadi, tema kali ini ‘Di Balik Topeng Masa Depan’. Tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri kita, selama ada kemauan pasti ada jalan. Man jadda wa jada,” lanjut Hendri.

Pentas Wayang Botol di Lapas Anak Lombok Tengah
Foto bersama warga binaan serta penjaga lapas dan tim Ramadan Budaya/Nirma Sulpiani

Pentas wayang botol yang kerap ditampilkan merupakan salah satu cara SPWS untuk tetap memberikan edukasi dan hiburan kepada masyarakat. Adapun tema-tema yang diangkat mulai dari fenomena sosial maupun lingkungan yang berkembang di masyarakat. Beberapa di antaranya yang sempat saya saksikan, “Go Green”, “Pernikahan Dini”, “Putri Mandalika”, dan yang terbaru “Di Balik Topeng Masa Depan”. 

SPWS tidak hanya mementaskan wayang botol saja, tetapi juga melangsungkan pentas wayang kulit. Lakon wayang kulit biasanya dibawa dengan alur cerita masuknya Islam dan perkembangan agama Islam di bumi Lombok.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Ibu rumah tangga yang menyukai perjalanan dan isu-isu kebudayaan.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *