Langit sore kota Solo tampak mendung ketika saya bersama teman saya yang bernama Nanda tiba di stasiun Solo Balapan yang menjadi titik kumpul dari kegiatan Consina Responsible Tracker 2021 (Selasa, 26/10/2021). Cerita ini terjadi hampir setahun lalu, tepatnya saat mendaki ke Gunung Lawu Oktober 2021. Meski telah berlalu, namun kurang rasanya jika saya tidak menuliskannya menjadi sebuah cerita.
Berbeda dari pendakian-pendakian sebelumnya yang hanya bersama teman-teman dekat, pendakian kali ini terasa istimewa karena menjadi pengalaman pertama bagi saya untuk mengikuti ajang pendakian bersama yang dihadiri oleh para pendaki dari berbagai wilayah. Ketika pertama kali saya mendapat informasi pendakian ini melalui akun media sosial, tanpa berpikir panjang saya langsung menghubungi kontak tertera dan mendaftar untuk turut berpartisipasi. Sembari mengajak juga salah satu kawan agar saya ada teman perjalanan dari Yogyakarta.
Dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda 2021, para pendaki yang tergabung dalam kegiatan pendakian bersama bertajuk Consina Responsible Tracker Gunung Lawu 2021 melaksanakan pendakian di Gunung Merbabu via Candi Ceto, Karanganyar, Jawa Tengah. Kegiatan ini diinisiasi dan difasilitasi oleh Consina, salah satu brand kegiatan outdoor di Indonesia. Stasiun Solo Balapan dipilih sebagai meeting poin karena letaknya yang cukup strategis dan mempunyai akses langsung ke Basecamp Candi Cetho di Kabupaten Karanganyar.
Malam pun hadir beriringan dengan hujan yang sangat deras hingga memaksa rombongan pendaki dan tim pelaksana untuk segera bergeser meninggalkan Kota Solo menuju basecamp. Perjalanan dari Kota Solo menuju Basecamp Candi Cetho di Karanganyar memakan waktu kurang lebih dua jam perjalanan darat.
Setibanya di basecamp pada malam hari sebelum memulai pendakian, para rombongan pendaki bersama panitia pelaksana dari pihak Consina melakukan briefing terlebih dahulu demi kelancaran dan kesuksesan agenda acara keesokan harinya. Selepas briefing, beberapa rombongan lanjut bercengkerama agar saling mengenal satu sama lain. Namun ada pula beberapa rombongan yang memilih untuk langsung beristirahat dan mempersiapkan tenaga untuk memulai pendakian esok hari.
Di pagi hari waktu pendakian (Rabu, 27/10/2021), sehabis sarapan, briefing terakhir, dan doa bersama, rombongan memulai pendakian tepat pada pukul 08.00 WIB. Cuaca cerah dan sejuk ala pegunungan menemani pendakian kami yang keseluruhan rombongan berjumlah 25 orang. Waktu pendakian yang bertepatan dengan musim peralihan dari penghujan ke kemarau membuat jalur masih sedikit becek. Namun kondisi seperti ini masih cukup bersahabat bagi kami jika dibandingkan kondisi trek berdebu yang sangat mengganggu pernafasan.
Hujan sempat mengguyur deras ketika rombongan telah berada di Pos 3 yang terdapat mata air. Perundingan sempat berlangsung antara peserta dengan panitia penyelenggara terkait kelanjutan perjalanan apakah akan tetap mendirikan tenda di Pos 5 atau cukup di Pos 3 demi keselamatan bersama. Beruntung tidak lama kemudian hujan perlahan mereda dan perjalanan dapat dilanjutkan. Perlahan kabut datang menggantikan air hujan yang menandakan hari telah sore dan akan segera berganti malam. Otomatis langkah harus dipercepat agar rombongan tiba di camp area sebelum malam.
Sempat dibuat khawatir akan kemalaman tiba di camp area, ternyata rombongan kami berhasil tiba di Pos 5 Bulak Peperangan sesaat sebelum malam tiba. Tampak di camp area tidak terlalu banyak tenda yang berdiri. Selain tenda-tenda dari rombongan pendakian kami dan porter, hanya ada 3 tenda lain yang didirikan di pos ini.
Dinamakan Bulak Peperangan karena konon di lokasi inilah pernah terjadi perang pada zaman Majapahit. Kesaksian dari cerita para pendaki yang mendirikan tenda di pos ini, tidak sedikit yang pernah mendengar suara iring-iringan pada malam hari bahkan ada juga yang pernah mendengar keriuhan suara perang di pos ini. Percaya atau tidak, itu semua kembali ke kepercayaan masing-masing.
Setelah mendirikan tenda dan makan bersama, tanpa banyak basa basi, beberapa anggota rombongan memilih untuk langsung beristirahat untuk selanjutnya melanjutkan perjalan keesokan harinya.
Waktu menunjukkan pukul 06.00 WIB pagi (Kamis, 28/10/2021) ketika rombongan memulai summit attack melanjutkan perjalan dari camp area menuju puncak Gunung Lawu. Memang sudah terlambat jika ingin mengejar sunrise, tapi bukan itu tujuan dari pendakian ini dilaksanakan. Mengingat setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda, maka rombongan pendakian juga telah merencanakan untuk melakukan upacara bendera dan pembacaan teks sumpah pemuda di puncak nantinya.
Cuaca pagi ini sangat cerah, jauh lebih baik dari cuaca kemarin yang sempat hujan dan lebih banyak berkabut. Kita pun dapat menikmati keindahan sabana Gunung Lawu di sepanjang perjalanan dari Pos 5 hingga puncak. Di Pulau Jawa, gunung dengan hamparan sabana yang cantik salah satunya bisa kita temukan di Gunung Lawu ini. Bila beruntung, kita bahkan dapat melihat langsung gerombolan rusa yang minum di area Gupak Menjangan, tidak jauh dari Pos 5 tempat rombongan mendirikan tenda.
Setelah sempat beristirahat dan mengganjal perut di warung legendaris Mbok Yem, warung legendaris yang dinobatkan sebagai warung tertinggi di Indonesia, rombongan pun kembali melanjutkan pendakian menuju puncak yang tinggal sedikit lagi dari lokasi warung Mbok Yem. Meski matahari telah meninggi dan waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi, cuaca masih sangat cerah ketika kami telah tiba di Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu di ketinggian 3265 mdpl.
Kami cukup beruntung ketika sampai di puncak. Selain cuaca cerah yang membuat kita dapat menikmati 360 derajat pemandangan Gunung Lawu, waktu pendakian weekday juga membuat situasi puncak tidak terlalu ramai sehingga kita dapat leluasa mengabadikan momen tanpa harus mengantre dan berebutan plakat.
Kembali ke agenda awal tadi, dikarenakan hari ini bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, rombongan pun melaksanakan upacara di puncak dengan mengibarkan bendera Merah Putih sembari menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu dilanjutkan dengan pembacaan Sumpah Pemuda.
Suasana khidmat tentu tidak bisa dihindari. Berhasil mencapai puncak lalu kemudian menyanyikan lagu kebangsaan di hari besar nasional jelas merupakan momen yang langka. Menjadi suatu kenangan tersendiri bagi kami semua yang terlibat di dalamnya.
Sumpah Pemuda dan Tanggung Jawab Sosial Kaum Muda
Sehabis mendokumentasikan acara seremonial peringatan Hari Sumpah Pemuda, rombongan akhirnya turun dan kembali ke tenda masing-masing di Pos 5 untuk bersiap-siap pulang. Tapi rangkaian acara tidak berhenti sampai di sini saja.
Rombongan tidak langsung turun ketika semua tenda telah dibongkar dan mengemasi barang-barang. Masih dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda, rombongan pendaki yang kesemuanya adalah kaum muda melanjutkan kegiatan dengan bersih-bersih gunung. Rombongan memunguti sampah-sampah anorganik yang ditinggalkan pendaki lain di sekitaran Pos 5, lalu membawanya turun. Sesuai dengan nama kegiatannya yaitu Consina Responsible Tracker yang secara bahasa berarti pendaki yang bertanggung jawab.
Kita sepakat bahwa bukan pendakian namanya jika tidak berkesan. Maka kesan yang didapatkan dari pendakian gunung kali ini yaitu tentang tanggung jawab sosial pemuda. Kilas balik sejarah perjuangan bangsa ini yang banyak dimotori oleh golongan muda, maka sudah seharusnya golongan muda saat ini senantiasa merefleksikan perjuangan tersebut dalam konteks masa kini. Tidak harus dalam skala besar, memulainya dari hal-hal kecil seperti memunguti sampah di gunung adalah salah bukti nyatanya.
Begitupun dengan solidaritas yang ditunjukkan selama pendakian berlangsung. Saling bantu ketika melewati jalur dan tidak saling meninggalkan rombongan menjadi catatan penting yang harus diterapkan di setiap pendakiannya. Apresiasi tinggi juga pantas ditujukan kepada panitia penyelenggara yang selama kegiatan berlangsung tiada henti saling berkoordinasi dan benar-benar bertanggung jawab penuh atas keselamatan semua peserta.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan TikTok kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.