Sebelum Era Penjelajahan Samudera (The Age of Exploration) yang ditandai oleh tibanya Christopher Columbus di Benua Amerika, orang-orang Eropa tidak terlalu peduli sama negeri-negeri di timur. Untuk mempertahankan harga, para pedagang menutup-nutupi sumber rempah dengan cerita-cerita berbalut mitos sehingga orang-orang takut untuk ke timur.
Tapi akhirnya harga rempah yang tinggi membuat bangsa Eropa memutar otak untuk mencari sendiri sumber rempah. Maka, sekitar abad ke-16 dan ke-17 orang Eropa dan kapal-kapalnya mulai berdatangan ke Nusantara dan singgah di pelabuhan-pelabuhan untuk mencari rempah-rempah. Sampai sekarang, beberapa pelabuhan yang pernah (lama) menjalin kontak dengan orang-orang Eropa itu masih ada—meskipun sudah berubah bentuk. Penasaran? Ini dia 7 pelabuhan tua di Indonesia yang kamu mesti tahu:
1. Pelabuhan Sunda Kelapa
Sebelum VOC bikin benteng di dekat Sunda Kelapa, mereka berdagang di Banten. Tapi lama-lama masalah berdatangan; mereka mesti pindah. Mereka beneran pindah. Tapi nggak jauh-jauh banget, cuma sedikit ke timur di pesisir utara Pulau Jawa.
Di tempat baru itu, di Sunda Kelapa yang dahulu adalah pelabuhan Kerajaan Pajajaran, mereka bikin benteng sebagai pusat komando usaha VOC di Hindia Timur. Di kota baru yang diberi nama Batavia itu, barang-barang dagangan dikumpulkan sebelum dikirim ke Eropa. Sunda Kelapa jadi pelabuhan utama Batavia sampai akhir abad ke-19 sebelum dipindah ke Tanjung Priok. Sampai sekarang, Pelabuhan Sunda Kelapa masih ada. Kalau kamu pengen lihat kapal-kapal kayu unik, pergi aja ke sana.
2. Pulau Onrust
Sejak Batavia dibangun pada 1610, Pulau Onrust yang sekarang sepi sudah dijadikan sebagai pangkalan Angkatan Laut (AL). Namanya pangkalan AL, pasti banyak dong kapal yang lalu-lalang di sini. Saking banyaknya kapal yang berkeliaran di perairan Pulau Onrust, penduduk lokal yang tinggal di sekitar sini menyebutnya sebagai Pulau Kapal.
Tahun 1615 VOC bikin dok kapal di sini. Tapi galangan itu porak poranda diserang Inggris sekitar 1800. Kemudian, Onrust dibangun ulang dan difungsikan lagi sebagai galangan kapal. Puncaknya, antara tahun 1911-1933, Pulau Onrust jadi lokasi karantina jamaah haji yang pulang dari Mekah. Nah, sampai sekarang sisa-sisa cerita sejarah itu masih tersimpan di reruntuhan-reruntuhan bangunan tua di Pulau Onrust. Tapi, sayang sekali. Pelabuhan Pulau Onrust sudah porak poranda dimakan zaman.
3. Pelabuhan Paotere
Kalau belum pernah dengar, Pelabuhan Paotere terpaut 5 km dari pusat kota Makassar, Sulawesi Selatan. Pelabuhan Paotere beda, ya, sama Pelabuhan Soekarno-Hatta tempat kapal-kapal penumpang seperti Pelni berlabuh. Di Paotere, kamu bisa lihat banyak kapal tradisional seperti pinisi dan sandeq tertambat. Keren, ‘kan?
Pelabuhan Paotere adalah peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo dari abad ke-14. Konon, nama “Paotere” berasal dari kata pa’ yang berarti seseorang dan otere yang berarti tali. Para nelayan Mandar yang biasa menjual ikan di sini, lama-lama juga sekalian memperbaiki peralatan tambaknya di sini, termasuk tali. Nama Paotere bertahan karena orang-orang di sekitar pelabuhan itu dikenal sebagai perajut tali yang handal.
4. Pelabuhan Buleleng
Siapa sangka jika dulu, di masa awal kemerdekaan Indonesia, Ibukota Provinsi Sunda Kecil (sekarang menjadi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur) adalah Singaraja. Bisa dibayangkan betapa ramainya Pelabuhan Buleleng yang terletak sekitar 2,5 km ke utara Singaraja itu. Di masa penjajahan Belanda, Pelabuhan Buleleng jadi lokasi bongkar muat kapal barang dan tempat kapal pesiar asing lempar sauh.
Namun sejak ibukota dipindahkan ke selatan, Denpasar, sekitar 1950, Pelabuhan Buleleng berangsur-angsur menjadi sepi. Apalagi di masa kini hampir setiap pulau di Kepulauan Sunda Kecil punya dermaganya sendiri-sendiri. Sekarang, yang tersisa hanya eks Pelabuhan Buleleng. Di sekitar Pelabuhan Buleleng, beberapa peninggalan Zaman Kolonial masih tersisa, seperti Gedung Societeit dan jembatan penghubung Buleleng Timur dan Kota Singaraja.
5. Pelabuhan Ampenan
Sebelum Pelabuhan Lembar ada, pintu masuk menuju Lombok adalah Pelabuhan Ampenan yang letaknya agak ke utara. Masa-masa paling aktif Pelabuhan Ampenan adalah sekitar tahun 1948-1950. Sekarang, yang tersisa dari Kota Ampenan yang dulu pernah ramai adalah gedung-gedung tua dan kapal-kapal kecil yang bersandar di pelabuhan.
Sekitar tahun 1880, Pelabuhan Ampenan jadi salah satu pelabuhan penting pada rute perdagangan dalam dan luar negeri. Kapal-kapal dari Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, Singapura, Tiongkok, India, Kepulauan Mauritius, dan Australia menjadikan Pelabuhan Ampenan sebagai salah satu titik persinggahan.
6. Pelabuhan Belawan
Sebelum Pelabuhan Belawan ada, kapal-kapal yang singgah di wilayah Sumatera Utara berlabuh di Labuhan Deli yang dimiliki oleh salah satu kerajaan terbesar di Sumatera Timur, yakni Kerajaan Deli. Namun lama-lama Sungai Deli, tempat Labuhan Deli berada, semakin dangkal dan pelabuhan pun digeser ke tempat lain, yakni ke tepi Sungai Belawan.
Pemindahan itu terjadi tahun 1915. Kemudian, Dermaga Belawan Lama direhab oleh Belanda hingga panjangnya mencapai 602 meter dengan lebar 9-20 meter. Tahun 1938 Pelabuhan Belawan pun jadi pelabuhan terbesar di Hindia Belanda.
7. Pelabuhan Teluk Bayur
Pelabuhan ini dahulunya bernama Emmahaven. Dibangun antara 1888-1893, setelah selesai dibangun, Emmahaven yang namanya berasal dari Ratu Emma itu pun menjadi salah satu pelabuhan tersibuk di Hindia Timur. Konon, hingga Perang Dunia II, Teluk Bayur menjadi salah satu dari lima pelabuhan tersibuk di Indonesia.
Teluk Bayur yang letaknya sekitar 14 km dari pusat kota Padang itu sampai sekarang masih beroperasi, meskipun tidak seramai masa-masa jayanya dulu. Teluk Bayur paling pas disambangi sore-sore menjelang matahari terbenam. Pelabuhan ini punya tempat tersendiri di hati para perantau Minang. (Dahulu para perantau meninggalkan Ranah Minang dari Pelabuhan Teluk Bayur.) Sampai-sampai dibuatkan satu lagu khusus buat pelabuhan itu, yakni Teluk Bayur yang dinyanyikan Ernie Djohan.
Penasaran buat ke tujuh pelabuhan bersejarah di Indonesia itu?
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.