Minggu ini saya habiskan untuk mampir ke atraksi wisata rakyat Setren Opak. Lokasinya di Dusun Karangploso, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta.
Kebetulan saat saya main ke sana Setren Opak sedang merayakan hari jadi pertamanya. Ulang tahun pertama Setren Opak itu dimeriahkan dengan berbagai pementasan budaya tradisional dan modern. Suasana makin semarak oleh berbagai stan makanan kreasi masyarakat sekitar.
Tanpa ada perayaan ulang tahun pun Setren Opak nyatanya selalu ramai di hari-hari libur. Para pedagang tak pernah absen, termasuk mereka yang tergabung dalam Pasar Kesot Minggu Legian. Pasar ini unik karena, sekurang-kurangnya, dua sebab. Pertama, alat transaksinya adalah bilah-bilah bambu. Kedua, biaya sewa stan adalah seikhlasnya. Konsep “ikhlas” diusung oleh pengelola sebab mereka yakin bahwa keikhlasan akan membuat pariwisata jadi lebih menyatu dengan alam—dan menjauh dari nilai-nilai kapitalistik.
Nama “Setren Opak” sendiri diambil dari bentuk geografis tempat wisata penuh tanaman bambu itu. Setren berarti tanjung atau daratan yang menjorok ke sungai (atau laut), sementara Opak adalah nama sungai itu sendiri.
Dua tahun lalu, wilayah ini hanya hutan bambu dengan tutupan lumayan lebat. Masyarakat setempat mulanya hanya membiarkan tempat itu seperti apa adanya, sebab ada keyakinan bahwa lokasi itu angker. Seiring berjalannya waktu, pemuda setempat menyulap tempat tersebut menjadi tempat layak-kunjung yang asri dan ramah di kantong. Penataan itu pun tidak banyak mengubah tutupan bambu, hanya sekadar pembersihan sampah melibatkan pemuda dusun dan masyarakat sekitar.
Yang luar biasa, Dusun Karangploso sendiri [sekarang] telah memiliki depot pemilahan sampah yang dikelola oleh kelompok Sido Resik. Sampah yang dihasilkan Setren Opak dipilah di Depot Sido Resik kemudian dikonversi menjadi rupiah (untuk sampah plastik) dan penyubur tanah (sampah organik).
Hal lain yang saya lihat ketika di sana adalah banyaknya pendatang yang meramaikan lapisan sosial dan dinamika perkembangan budaya Islam di Desa Sitimulyo justru membuat Setren Opak menonjolkan unsur toleransi budaya yang tinggi. Pentas seni budaya Jawa seperti jatilan, dolanan, dan tarian tradisional hingga modern terfasilitasi dengan baik.
Konsep ekonomi-sosial berkelanjutan
Saat ini bermunculan banyak sekali desa wisata yang digawangi organisasi pemerintahan desa dan bernaung di bawah Bumdes. Teknologi industri 4.0 juga mulai diaplikasikan dalam pengembangan wisata desa. Namun, banyak juga di antara desa-desa wisata tersebut yang harus “pensiun dini” karena tingkat kunjungan wisatawan yang menurun.
Sebagian besar desa wisata tersebut sekadar mengandalkan spot berfoto atau swafoto. Padahal masih ada alternatif-alternatif lain untuk menarik wisatawan. Alternatif-alternatif itu saya temukan di Setren Opak.
Di antara banyak desa wisata yang pernah saya datangi, Setren Opak adalah satu-satunya yang tidak memberi tarif pada setiap wahana wisata. Meskipun demikian, tempat ini tetap dikelola secara profesional. Setren Opak berjalan beriringan dengan kelestarian lingkungan. Tanpa mengubah lanskap, atraksi wisata ini memanfaatkan teduhnya pepohonan dan kearifan lokal di bantaran Sungai Opak. Pesan-pesan tersebut juga diserukan kepada para wisatawan yang datang.
Konsep yang diusung tempat ini, meskipun cenderung “dalam” dan “filosofis,” ternyata mampu bertahan lama dan berkembang secara ekonomi. Penjual, yang memberikan uang sewa kios seikhlasnya pada pengelola, tergantung penghasilan hari itu, tidak merasa terberatkan. Di sisi lain para pengunjung pun juga merasa tidak terbebani, sebab selain bisa membeli makanan dengan harga murah meriah, mereka juga bisa menyaksikan beragam hiburan. Pengalaman-pengalaman mengesankan di Setren Opak pada akhirnya membuat mereka “ikhlas” pula mengisi kotak parkir dan kotak wahana demi mengapresiasi pengelolaan atraksi wisata itu.
Barangkali konsep Setren Opak ini baik untuk diadopsi; desa jadi berdaya dan warisan nenek moyang tetap terjaga.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
1 komentar
Terima kasih reviewnya kak Annise Rohman, semoga bisa mengajak serta pembaca tuk #nyetrenkantitumekninah