Nutrihiking: Camilan Karbohidrat Sederhana saat Trekking

Dalam tulisan sebelumnya, “Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap,” sudah disinggung soal bahan-bahan karbohidrat kompleks yang kompatibel untuk diajak mendaki. Nah, kali ini kita akan bicara soal karbohidrat sederhana.

Sebagaimana kita tahu, karbohidrat adalah bahan bakar utama yang menyuplai energi bagi tubuh. Karbohidrat akan diolah oleh tubuh menjadi glukosa yang nantinya jadi penyuplai energi utama untuk bergerak. Sayangnya, tak semua bahan-bahan karbohidrat tinggi dapat diolah menjadi glukosa secara cepat dalam tubuh. Bahan-bahan itulah yang disebut karbohidrat kompleks. Tapi, ada karbohidrat tinggi jenis lain dengan struktur kimia yang lebih simpel sehingga cepat diolah oleh tubuh, yakni karbohidrat sederhana.

Trekking dalam waktu yang lama tentu bikin tubuh perlu banyak energi pula. Pada pertengahan pendakian, ketika terlalu tanggung rasanya untuk membuka kompor dan memasak, para pendaki akan mengalami keletihan. Di saat-saat genting inilah karbohidrat sederhana bisa memainkan peran sebagai penyuplai energi. Di antara banyak bahan karbohidrat sederhana, berikut saya berikan beberapa rekomendasi camilan berenergi yang kompatibel untuk dikonsumsi saat mendaki:

Puluhan gula kelapa (gula Jawa) yang telah selesai dibuat di UKM Ngudi Lestari, Desa Kalisalak, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat, 24 Juli 2015 via TEMPO/Budi Purwanto

1. Gula merah (gula Jawa)

Membawa gula merah (gula Jawa) saat mendaki adalah kebiasaan yang sudah diwariskan turun-temurun dari satu generasi pendaki ke generasi berikutnya. Ringkas dan mudah dicari menjadi alasan mengapa camilan ini tetap eksis meskipun makanan berenergi lain semakin banyak bermunculan.

Gula merah bisa langsung dimakan atau diseduh terlebih dahulu dengan air panas. Beberapa pendaki saya lihat bahkan menambahkan santan di rebusan gula merah agar rasanya tidak terlalu getir. Sekitar 10 g gula merah dapat menyuplai energi sebanyak 50 Kal.

Sebotol madu via pexels.com/Agustin Garagorry

2. Madu

Bahan makanan ini cukup banyak dijual dalam bentuk bungkusan. Madu dengan perasa kini jadi primadona di kalangan pendaki. Sebagai sumber energi, satu sendok makan madu dapat menyuplai energi sebesar 50 Kal.

Selain untuk dikonsumsi, madu juga dapat jadi salah satu bahan survival kit. Salah satu fungsinya adalah sebagai obat luar. Saat kulit sobek, misalnya, madu dapat menghambat perkembangan bakteri pada kulit yang terbuka. Madu juga bisa jadi solusi dari bibir kering, baik karena suhu dingin ataupun karena dehidrasi kala trekking. Untuk kamu yang serius memerhatikan penampilan, kamu juga bisa maskeran dengan madu sebelum muncak.

Potongan cokelat via pexels.com/Kaboompics

3. Cokelat

Siapa, sih, yang tak suka cokelat? Mungkin ada, tapi tampaknya hanya segelintir saja. Dan agaknya bahan karbohidrat sederhana ini juga masih jadi salah satu primadona kalangan pendaki. Kenapa saya bisa menyebut bahan ini primadona? Karena, menurut pengamatan saya kala mendaki, sampah bungkus cokelat masih menduduki peringkat atas di jalur pendakian, bersaing dengan bungkus madu.

Terlepas dari semua itu, cokelat memang menawarkan energi yang besar. Dalam 50 g cokelat tersimpan potensi energi cukup padat, yakni sebesar 275 Kal. Selain energi yang dijanjikan, bentuk fisik cokelat yang kompak pun pas sekali rasanya dijadikan partner trekking.

Sekaleng biskuit via pexels.com/Izabella Bedő

4. Biskuit

Biskuit cocok sekali sebagai camilan saat istirahat dalam pendakian yang cukup panjang. Bisa disandingkan dengan kopi atauu susu yang kamu seduh saat mendaki.

Tapi, tak semua biskuit padat energi. Jika ingin membawa biskuit sebagai camilan pendakian, bawalah biskuit gabin atau biskuit bayi. Dua keping biskuit jenis tersebut bisa menyuplai sekitar 90-100 Kal. Jadi, makan lima keping, kalorinya bisa sudah setara dengan kalori makan pagi, tapi tak bikin begah dan membuat kamu mager.

Tiga buah apel hijau via pexels.com/Suzy Hazelwood

5. Buah-buahan

Buah-buahan adalah camilan pendakian favorit saya pribadi. Selain karena rasanya yang manis, buah-buahan juga menghasilkan sampah organik yang tentunya dapat terurai dengan baik oleh tanah.

Hanya saja, energi dari buah memang tidak sepadat empat bahan yang sudah diulas sebelumnya di atas. Namun, mengonsumsi buah-buahan bukan cuma perkara mengekstraksi energi, tapi juga menambah semangat (sebagai mood booster).

Berikut daftar buah-buahan serta ukuran rumah tangga (URT) yang kompatibel untuk dibawa trekking. Semuanya mengandung energi sebesar 50 Kal.

BuahURT
Anggur20 buah sedang
Apel1 buah
Jeruk2 buah
Kurma3 buah
Duku9 buah
Pir1 buah
Pisang1 buah
Jambu air2 buah besar
Jambu biji1 buah besar
Salak2 buah sedang
Rambutan8 buah
Daftar buah-buahan berikut ukuran rumah tangga (URT) yang kompatibel untuk dibawa trekking (50 Kal)/Muhammad Husen S.

Akhirnya kita sampai di ujung tulisan. Saya menulis ini agar para pendaki bisa mendapat gambaran lain soal camilan untuk dibawa mendaki, sebab selama ini banyak yang hanya membawa “chiki-chikian” yang cenderung asin, memperberat kerja ginjal, dan membuat tubuh mudah mengalami dehidrasi. Satu-dua “chiki-chikian” tak apa-apa dibawa, asal jangan jadi camilan utama.

Untuk menutup seri ini, saya berharap agar tulisan-tulisan Nutrihiking dapat jadi panduan bagi teman-teman sekalian dalam menyusun itinerary makan. Kamu dapat melihat kembali jumlah energi tiap bahan makanan dan URT-nya untuk menghitung berapa banyak bahan makanan yang akan dibawa, baik untuk mendaki sendirian maupun berkelompok. Jangan lupa: good food is good mood.


Seri Nutrihiking:

  1. Nutrihiking: Rahasia Memilih Bekal Makanan Naik Gunung
  2. Nutrihiking: Karbohidrat Tepat agar Pendakian Makin Mantap
  3. Nutrihiking: Pangan Hewani saat Mendaki
  4. Nutrihiking: Jenis-jenis Kompor Lapangan

Tinggalkan Komentar