TRAVELOG

Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek

Siang itu, Sabtu (19/04/2025), terik sinar matahari menyelimuti Kota Muntilan. Jalanan tidak terlalu ramai kendati saat itu akhir pekan. Hal itu tidak mengherankan karena Muntilan hanya sebuah kota kecamatan kecil di antara Jogja dan Magelang.

Konon kata Muntilan berasal dari kata “Mount Land”, yang berarti tanah di antara pegunungan. Nama ini disematkan Raffles kala Inggris menjajah Indonesia. Hal itu dikarenakan topografi kota ini yang terletak di antara Gunung Merapi–Merbabu, Sumbing, dan perbukitan Menoreh.

Kala itu kami tengah menyambangi Terminal Drs. Prajitno, atau lebih dikenal Terminal Muntilan. Suasana terlihat lengang dengan beberapa minibus yang lalu-lalang membawa penumpang. Saat itu tak tampak kendaraan besar yang akan pergi ataupun datang. Hanya beberapa kendaraan transportasi lokal yang siap mengangkut orang-orang pergi ke pasar. 

Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek
Pintu masuk Terminal Drs. Prajitno Muntilan yang tampak lengang siang itu/Rizqy Saiful Amar

Terminal yang Tidak Hanya Disinggahi Angkutan Umum

Terminal Muntilan cukup terkenal karena merupakan eks Stasiun Muntilan. Selain digunakan sebagai tempat transit transportasi umum, terminal ini juga merupakan pusat kegiatan ekonomi. Terdapat pasar loak, sayur, dan unggas-unggasan di sekelilingnya. Berbagai lapak dagangan digelar setiap Kliwon—hari dalam penanggalan Jawa—di ruas jalan terminal ini. Banyak pelapak yang menggelar dagangan berupa pakaian, obat-obatan, alat pertanian, dan semacamnya.

Kelik, pedagang pakaian bekas, dengan senyum ramahnya menyapa setiap orang yang lewat. Ia menawarkan pakaian yang ia gelar kepada siapa pun yang melintasi lapaknya.

Hanggeh, noko limang taun (Sudah jualan sekitar lima tahun),” ujarnya dengan bahasa Jawa medok.

Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek
Kelik dan Wahyuni tersenyum ramah sembari menawarkan dagangan pakaiannya/Rizqy Saiful Amar

Wajahnya penuh senyum dan tawa saat ia menjelaskan barang dagangannya satu per satu. Ia berusaha meyakinkan kepada siapa pun yang datang ke lapaknya bahwa pakaian yang ia jual masih layak pakai. Dengan menggunakan peci, kemeja hitam, dan jam tangan, menambah keyakinan bahwa dirinya pebisnis ulung.

Bersama Wahyuni, kolega bisnisnya, mereka menggelar berbagai jenis pakaian, mulai dari kemeja, jaket, dan celana jin di jalan keluar terminal. Wahyuni berteduh di bawah pohon hijau sembari menyapa orang yang lewat agar mampir ke lapaknya.

Nak niki sik paling terbesar, anuu… pasar sayur, terbesar, paling rame-paling gede teng mriki (di sini), pasar sayur. Wong Parakan, Wonosobo do ndene kabeh (ke sini semua),” jelas Kolis bercerita tentang geliat ekonomi di terminal dan sekitarnya.

“Kalau pasar seperti ini ramainya hanya pas [hari] Kliwon, kalau pakaian,” imbuhnya. Namun, kendati di pasaran Kliwon terjadi lonjakan pengunjung ke terminal, mereka merasa omzetnya tidak jauh berbeda. 

Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek
Ruas jalan di dalam kompleks terminal tempat melapak pedagang/Rizqy Saiful Amar

Saat bergeser ke sisi utara terminal, kami merasakan nuansa yang berbeda. Suara burung berjejalan di udara bercampur dengan kokok ayam. Pasar unggas terletak tak jauh dari terminal ini, berdekatan dengan pasar kayu. Banyak pedagang menjajakan berbagai jenis unggas, dari burung kicau hingga ayam kampung.

Dari kejauhan tampak Pak Landung tengah bercengkerama dengan calon pembeli. Mereka berdiskusi atas penawaran harga untuk ayam yang dijual Landung. Ia berujar saat Kliwon waktu lalu pengunjung penuh. Agaknya memang pasar unggas ini selalu diminati pengunjung yang datang saat pasaran Kliwon.

“Sudah dua puluh tahun jualan ayam dan marmut, wingi [Kliwon] fulll,” terang Landung. Ia sempat terlihat tidak puas dengan penawaran seorang pembeli, sehingga ayam Landung gagal terjual. Dengan raut kecewa sang pembeli meninggalkan lapak unggas itu diiringi kokok ayam seolah mengejek.

Di pasar unggas ini setiap Kliwon juga terdapat acara menarik. Para botoh, sebutan untuk pemain sabung ayam, berdatangan dari beberapa daerah di Magelang untuk mengadu ayam mereka. Kami sendiri pernah menyaksikan ajang sabung ayam tersebut. Suasana meriah dipenuhi pekik penonton yang saling menyemangati ayam jago kedua kubu petarung. Terlepas dari pro-kontra sabung ayam, apa yang terjadi di pasar ini telah menjadi tradisi yang dilakukan sejak dahulu.

Landung bersama ayam yang sudah ditawar (kiri) dan suasana para botoh menyaksikan tradisi adu ayam yang biasa diselenggarakan setiap Kliwon di Muntilan sejak dahulu/Rizqy Saiful Amar

Mesin Waktu di Pasar Kayu

Pembaca mungkin tahu serial Gadis Kretek yang tayang di Netflix November 2023 lalu. Serial itu merupakan adaptasi dari novel karya Ratih Kumala dengan judul serupa. 

Novel tersebut bercerita mengenai sejarah perjalanan rokok kretek dari masa lalu hingga kini. Berlatar ‘Kota M’ yang ternyata adalah Muntilan, serial tersebut menjelaskan dinamika bisnis tembakau sejak era tahun 1960-an. 

Percaya atau tidak, ternyata lokasi syuting yang diambil sebagai latar perintisan usaha tembakau oleh keluarga Jeng Yah, tokoh utama dalam film ini, adalah Pasar Kayu Muntilan. Bangunan di pasar ini masih berdinding kayu yang berjajar seperti pemukiman kuno, sehingga menjadi tempat yang tepat untuk menceritakan kilas balik industri kretek.

Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek
Nuansa kekunoan di Pasar Kayu Muntilan/Rizqy Saiful Amar

Ketika berjalan di sini rasanya seperti menyusuri lorong waktu. Kita seakan dibawa masuk ke dunia serial Gadis Kretek tersebut.

Bu Darminah, pemilik warung di Pasar Kayu, bercerita kepada kami bahwa setelah pasar tersebut dijadikan lokasi syuting, banyak pengunjung berdatangan. Kebanyakan dari mereka merupakan pelancong dari luar kota, bahkan beberapa ada yang dari luar Jawa.

“Banyak, dari Jakarta dan luar Jawa banyak. Anak sekolah juga banyak. Banyak berfoto buat sebelum ujian itu,” ujarnya.

  • Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek
  • Menyusuri Terminal Muntilan: Dari Pasar Loak hingga Gadis Kretek

Walaupun sudah tidak dapat berjalan dengan tegap, Bu Darminah tetap semangat menjaga usaha warungnya itu. Ia sendiri telah membuka warung di Pasar Kayu sejak tahun 1995 bersama suaminya, yang sudah meninggal. Rumahnya memang tidak jauh dari pasar, tetapi ia hanya sesekali pulang.

Saat proses produksi serial Gadis Kretek, warung Bu Darminah juga disewa. Warung itu diberi nama warung Yu Peni dalam serial tersebut. Sampai sekarang plang nama warung Yu Peni masih terpampang jelas di depan warung Bu Darminah.

Ia menjelaskan, dulunya pasar ini berada di sebelah timur sungai Keji, tetapi sekarang pasar telah berpindah ke barat sungai. Sudah sejak awal memang bangunan pasar ini seluruhnya berdinding kayu.

Sepeda ontel milik pekerja pasar bersandar di dinding, di atasnya terdapat plang bertuliskan Kretek Merah (kiri), dan plang bertuliskan Toko Widjaja yang digunakan sebagai properti saat pengambilan gambar di pasar kayu/Lutfiya Lamya

Beberapa ornamen yang digunakan sebagai properti syuting masih terpampang di beberapa bangunan pasar ini. Plang kedai kopi hingga merek rokok yang dihadirkan di serial Gadis Kretek masih menempel kukuh di dinding bangunan. 

Walaupun terkadang banyak pengunjung yang penasaran dengan lokasi syuting tersebut, pasar ini tetap beroperasi seperti sebagaimana mestinya. Akses menuju pasar ini pun tak terbatas asal tetap dalam jam kerja pasar.

Usai berbincang dengan Bu Darminah dan menandaskan es teh buatannya, kami kembali menyisiri pasar ini. Pasar Kayu Muntilan benar-benar merobek lorong waktu dengan pesonanya.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Rizqy Saiful Amar

Amar seorang remaja kabupaten Magelang. Suka menjelajah daerah pinggiran dan gang-gang sempit. Suka memancing wader dan kontemplasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Worth reading...
Saat Teh Tak Lagi Jadi Raja di Sukanagara