Sekitar tiga hari kembali ke aktivitas rutin di Jatinangor, Kak Bolang, salah satu guru TK di Sekolah Alam Ummasa mengundang saya dan Kak Sandra menghadiri penampilan anak-anak kebun di Institut Français Indonésie (IFI) Bandung. Setelah bekerja, di sore harinya saya dan Kak Sandra dari Jatinangor langsung menuju IFI yang terletak di kawasan Sumur Bandung.

Motor kami bergelak melambat bersama kendaraan lain yang terjebak macet begitu sampai di daerah Cileunyi. Kondisi lalu lintas sore yang cukup padat membuat kami terlambat nyaris setengah jam dan baru tiba sekitar pukul tujuh malam. 

Menikmati Sajian Musik di “Fete de la Musique 2024: Beyond Music”
Penampilan Nil Saujana dan Anak-Anak Kebun/Nawa Jamil

Pementasan Menggemaskan dari Nil Saujana dan Anak-Anak Kebun

Nil Saujana dan Anak-Anak Kebun sementara tampil saat kami tiba. Untungnya, masih tersisa beberapa bangku kosong di bagian belakang. Anak-anak bernyanyi dan bersenang-senang dengan gembira di atas panggung, menyanyikan lagu Main Hujan yang diiringi petikan gitar Kak Yudha.

Nil Saujana dan Anak-Anak Kebun merupakan proyek bersama yang digarap Kak Yudha, salah satu musisi Bandung yang tergabung di grup all-star Syarikat Idola Remaja. Main Hujan merupakan lagu pertama Kak Yudha yang  saya dengar. Mengingatkan saya akan suasana kampung dan saat-saat libur sewaktu sekolah dasar dulu.

Saya seperti menyaksikan pentas sekolah. Selain penampilan Anak-Anak Kebun yang riang dan menggemaskan, dengan suara anak-anak yang bebas dan gerakan-gerakan kecil yang tidak sama, energi dari para penonton—yang saya yakini sebagian besar orang tua mereka—pun menambah suasana pementasan. Para orang tua tampak bangga mengabadikan momen anak-anak mereka. Selain bernyanyi bersama, anak-anak juga bercerita tentang momen paling disukai selama belajar di Ummasa. 

Menikmati Sajian Musik di “Fete de la Musique 2024: Beyond Music”
Para orang tua menyemangati anak-anak yang tampil di panggung/Nawa Jamil

Seusai penampilan Nil Saujana dan Anak-Anak Kebun, rangkaian acara diistirahatkan sebentar sembari menyiapkan panggung untuk seniman selanjutnya. Saya dan Kak Sandra keluar sejenak, menjalankan misi berfoto bersama Bagus Dwi Danto (Sisir Tanah), suara di balik lagu Obituari Air Mata, Lagu Pejalan, Lagu Cinta, dan banyak lagu indah tentang manusia dan kehidupannya.

Kak Sandra adalah fans Pak Bagus sejak dulu. Sewaktu masih mengenyam pendidikan S-1 pada 2018 di Makassar lalu dan tergabung dalam kepanitiaan di kampus, ia mengundang Pak Bagus sebagai pengisi acara. Malam ini kami memiliki misi untuk membuat ulang foto yang sama dengan perbedaan waktu sekitar enam tahun. 

Beruntung Kak Bolang mempertemukan kami dengan Pak Bagus. Keduanya memang saling mengenal secara personal. Pertemuan fans-idola itu berlangsung cukup lama. Kak Sandra berbincang penuh semangat, sementara Pak Bagus menaruh perhatian penuh akan hal-hal yang terlontar dari mulut fansnya itu. Di akhir perbincangan, mereka berdua kembali berfoto dengan pose yang sama seperti tahun 2018 lalu. Saya “membantu” sebagai pemeran pengganti kawan Kak Sandra. 

Berswafoto dengan Sisir Tanah/Nawa Jamil

Penampilan Eksploratif dari RohElok dan Bottlesmoker

Penampilan selanjutnya diisi oleh RohElok, grup musik yang membawa cerita penelusuran di Pulau Kalimantan. Sebelum memulai, duo yang digagas oleh Baseput dan Deathlezz Ramps menayangkan rekaman video penelusuran Kak Reyhan dan pengalaman eksplorasi mereka selama di pedalaman Kalimantan. 

Setelah itu RohElok memainkan musik yang mengawinkan musik modern dan alat musik tradisional sape. Kak Reyhan melakukan modifikasi terhadap alat musik sape miliknya, seperti menambahkan input cable jack audio sehingga keluaran audionya tidak kalah nyaring dengan suara perangkat musik elektronik dengan banyak kabel yang tampak begitu rumit.

Sebagai seorang yang tidak begitu sering terpapar musik elektronik (EDM), jujur saya cukup menikmati musiknya secara umum. Gerak tubuh duo RohElok serta kemampuan mereka berinteraksi dengan penonton patut diacungi jempol. Di sepertiga akhir penampilannya, Kak Reyhan berbaur dengan penonton dan mempersilakan anak-anak mencoba memainkan sape miliknya. Tentu Anak-Anak Kebun sangat bersemangat dan berebut memetik senar sape tersebut. Sedikit ricuh, tetapi pada akhirnya penampilan tersebut berakhir dengan tepuk tangan yang begitu meriah. 

Menikmati Sajian Musik di “Fete de la Musique 2024: Beyond Music”
Alat musik khas Dayak, sape, dipadupadankan dengan alat musik modern/Nawa Jamil

Setelah penampilan RohElok, festival malam itu dilanjut ke penampil terakhir, Bottlesmoker, duo seniman yang artistik dan inovatif. Beberapa orang mungkin tidak asing dengan karyanya, seperti Boredom and Freedom, The Edge of Wonderland, serta beberapa karya musik lainnya. Salah satu eksperimen ter-gokil duo ini adalah sound of plant. Sangat unik menyaksikan penampilan mereka. Di panggung, terdapat deretan tanaman dalam pot. Eksplorasi musikal tersebut dinamai “Plantasia”, sebuah proyek musik yang menggabungkan unsur teknologi, alam, dan manusia.  

Bottlesmoker memulai sesi penutup dengan menceritakan proses di balik karya unik tersebut. Mereka memberikan demonstrasi bagaimana tiap tumbuhan memiliki gelombang yang jika ditransformasikan ke dalam suara memiliki gelombang yang berbeda-beda. Dari situs web IFI Bandung, Bottlesmoker menerjemahkan biodata tumbuhan menjadi suara yang diterima telinga manusia melalui perangkat komputasi dan alat musik, yaitu teknologi sensor biofeedback dalam generator tegangan acak empat kali lipat.

Selain Bandung, Fete de la Musique 2024 diselenggarakan di beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya selama pertengahan sampai akhir Juni lalu. Saya cukup beruntung bisa menyaksikan pertunjukan ini dan merasakan aura seniman-seniman Bandung. Termasuk bertemu dengan Pak Bagus Sisir Tanah dan seorang yang sempat menjadi seniman tamu pada event Makassar Biennale 2023, yaitu Kak Jim Allan Ebel atau akrab disapa Kak Jimbo.

Menikmati Sajian Musik di “Fete de la Musique 2024: Beyond Music”
Penampilan Bottlesmoker dengan eksplorasi musikal yang unik/Nawa Jamil

Perjalanan Pulang

Kami meninggalkan IFI Bandung sejam sebelum tengah malam. Kami berniat mencari makan malam tercepat dan termudah. Tatkala menyusuri Jalan Purnawarman, pilihan kami jatuh pada Waroeng Spesial Sambal ’SS’ di Jalan Bawean. Salah satu dari sedikit tempat kuliner yang masih buka saat itu. Kami menikmati sepiring nasi hangat dan sambal super pedas, ditemani dengan wedang uwuh yang sangat cocok dengan suasana dingin Bandung di malam hari.

Perjalanan singkat malam ini ditutup dengan bermotor dari pusat Kota Bandung ke Jatinangor. Suasana malam yang dingin dan jalanan sepi menjadi penutup sempurna kunjungan singkat menyaksikan penampilan aneka sajian musik Fete de la Musique 2024.


Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.

Tinggalkan Komentar