Museum dulunya identik dengan kata-kata “kuno”, “jadul”, dan “tua”. Memang benar museum mempunyai tugas menjaga dan merawat benda-benda yang mempunyai nilai sejarah. Namun, selain itu museum juga berfungsi sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan pariwisata. Oleh karenanya saat ini banyak museum yang berbenah mengikuti perkembangan zaman, termasuk Museum Benteng Vredeburg.
Museum Benteng Vredeburg tidak pernah sepi pengunjung karena terletak di lokasi yang strategis, tepatnya Jalan Margomulyo No. 6, Yogyakarta. Berada di kawasan Titik Nol Jogja. Untuk memberikan pelayanan terbaik, Museum Benteng Vredeburg melakukan beberapa perbaikan dalam infrastruktur dan pelayanannya. Kini Museum Benteng Vredeburg berada di bawah naungan Indonesian Heritage Agency (IHA), yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kemendikbudristek.
IHA mengelola 18 museum dan galeri, serta 34 cagar budaya yang ada di Indonesia. Agensi ini didirikan dengan tujuan mengimajinasikan ulang kekayaan sejarah dan budaya bangsa secara inklusif dan kolaboratif. IHA secara resmi diluncurkan ke publik pada Kamis, 16 Mei 2024. Acara tersebut berlokasi di Museum Benteng Vredeburg yang telah direnovasi, dengan dihadiri secara langsung oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid, dan beberapa figur publik nasional lainnya.
Sejarah Benteng Vredeburg Sebelum Menjadi Museum
Benteng ini menjadi saksi akan sejarah yang pernah terjadi di Yogyakarta. Pada awalnya benteng didirikan pada 1760 sebagai tempat istirahat para tentara kolonial dan pejabat kolonial beserta keluarga. Maka dahulu disebut sebagai Rustenburg yang berarti benteng peristirahatan. Lalu berubah nama menjadi Vredeburg yang berarti perdamaian, karena pihak kolonial bisa berdamai dengan Keraton Yogyakarta.
Niat awal pembangunan Benteng Vredeburg adalah untuk menjaga keamanan Keraton Yogyakarta. Namun, pada faktanya tujuan utamanya adalah untuk mengawasi pergerakan keraton dan menjadi benteng perlawanan terhadapnya. Peristiwa Geger Sepoy, Perang Jawa, dan konflik-konflik lainnya antara pihak kolonial dan Keraton Yogyakarta selalu melibatkan Benteng Vredeburg sebagai salah satu basis pertahanan pihak kolonial.
Ketika masa penjajahan Jepang, Benteng Vredeburg dijadikan markas Kempeitai (unit polisi Jepang), gudang mesiu, dan rumah tahanan bagi orang-orang Belanda dan Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang. Setelah kemerdekaan, benteng diambil alih oleh militer Republik Indonesia meski pada 1948 Belanda sempat menguasai lagi karena Agresi Militer Belanda II. Benteng Vredeburg baru dialihfungsikan sebagai sebuah museum setelah Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengizinkan pengadaan perubahan bangunan sesuai dengan kebutuhan.
Di tahun 1987, museum Benteng Vredeburg baru dibuka untuk umum dan berdasarkan SK Mendikbud No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, Museum Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional.
Koleksi-koleksi Museum Benteng Vredeburg
Sebagai salah satu cagar budaya di Indonesia, koleksi utama adalah bangunan Benteng Vredeburg itu sendiri. Tidak seperti Benteng Vastenburg yang ada di Surakarta, Benteng Vredeburg masih terawat baik dengan ruang-ruang yang ada di dalamnya. Di dalam benteng kita bisa melihat bekas parit, jembatan, pintu gerbang benteng. Di sana juga masih berdiri bangunan-bangunan bekas kantor, barak tentara, tempat tinggal perwira, gudang senjata, kamar untuk tamu, dapur, tempat pengadilan, penjara, dan klinik.
Bangunan tempat tinggal perwira sekarang dimanfaatkan sebagai Diorama I dan II. Diorama I berisi koleksi realia dan minirama yang mengisahkan perjuangan dari masa Perang Diponegoro sampai kolonialisme Jepang. Sementara Diorama II berisi koleksi-koleksi yang menjelaskan peristiwa perjuangan pasca kemerdekaan hingga Agresi Militer Belanda I.
Di sebelah utara Diorama II adalah Diorama III yang dahulu merupakan barak para tentara. Di dalam diorama tersebut kita akan melihat koleksi-koleksi yang mengisahkan peristiwa sejarah dari Perjanjian Renville hingga adanya pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS). Beralih ke sisi timur Diorama III, ada Diorama IV yang dulunya tempat dansa atau hiburan para perwira. Di sana kita akan disajikan koleksi-koleksi yang merepresentasikan peristiwa sejarah sejak terbentuknya NKRI hingga masa Orde Baru.
Apa yang Baru dari Museum Benteng Vredeburg?
Setelah direnovasi dan dipugar, banyak hal baru di Museum Benteng Vredeburg. Sekarang museum memiliki parkir motor dan mobil yang berada di sisi selatan benteng. Dengan adanya parkir ini, para pengunjung tidak perlu bingung lagi untuk mencari tempat parkir kendaraan. Sementara di sebelah selatan juga ada spot taman dengan tempat duduk yang mana bisa menikmati suasana benteng, mengunjungi Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, atau melihat gedung Bank Indonesia dan Kantor Pos Besar Yogyakarta.
Museum Benteng Vredeburg saat ini buka sampai malam. Hari Senin–Kamis buka dari pukul 08.00–20.00 WIB, lalu akhir pekan (Jumat, Sabtu, Minggu) museum buka sampai pukul 22.00 WIB. Pengunjung bisa masuk dengan mendapatkan tiket di loket lalu pindai barcode tiket untuk masuk ke lingkungan museum. Dari pintu masuk bagian barat kita bisa memilih untuk langsung ke dalam benteng atau minum cokelat dulu di Kafe Rustenburg.
Ada beberapa hal yang baru pascarenovasi museum. Pertama, ada Souvenir Shop yang menggantikan ruang Mini Studio yang digunakan untuk memutar film-film dokumenter atau profil museum. Di Souvenir Shop kita bisa membeli oleh-oleh, seperti kaus, mug, gantungan kunci, tote bag, dan stiker. Kedua, di dalam museum kini juga ada kantin (minimarket), sehingga pengunjung yang merasa lapar dan haus setelah menjelajah seluruh museum bisa membeli makanan ringan dan minuman di kantin tersebut. Lokasinya berada di sebelah utara Diorama II.
Pada Diorama I-IV kini menggunakan pintu masuk otomatis. Koleksi-koleksi di dalamnya diatur dan ditata ulang, serta dilengkapi dengan papan-papan interaktif yang modern dan lebih canggih. Lalu selain membuat taman patriot yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi, pihak museum juga merenovasi kids corner dan mengadakan dream corner untuk kebutuhan pengunjung dari kalangan anak-anak. Untuk hari Senin–Rabu, keduanya hanya dibuka sampai pukul 12.00 WIB.
Yang tak kalah seru, museum kini memiliki event pertunjukan Video Mapping dan Musikoloji. Keduanya hanya ada ketika hari Jumat, Sabtu, dan Minggu saja. Pengunjung dapat menikmati permainan musik-musik tradisional dan modern, serta dapat melihat metamorfosis perjalanan sejarah bangunan museum.
Bagi pengunjung Museum Benteng Vredeburg, jangan lupa untuk tetap mematuhi aturan-aturan yang ada seperti berikut:
- Anak di bawah 10 tahun harus dalam pendampingan orang dewasa;
- Dilarang membawa senjata api, senjata tajam, dan obat-obatan terlarang;
- Dilarang membawa hewan peliharaan;
- Dilarang merokok dalam jenis apa pun;
- Dilarang menyentuh dan bersandar pada benda koleksi dan vitrin kaca;
- Dilarang makan dan minum di dalam ruangan;
- Dilarang membawa tas ransel besar di dalam ruang pamer. Tas bisa dititipkan di pos keamanan;
- Dilarang membawa mainan di dalam ruang pamer;
- Dilarang berlarian di dalam ruang pamer;
- Dilarang berbicara keras di dalam ruang pamer; dan
- Dilarang membuang sampah sembarangan.
Bagaimana, tertarik untuk berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg?
* * *
Museum Benteng Vredeburg
Jl. Margo Mulyo No.6, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122
Instagram: @museum.benteng.vredeburg
Website: vredeburg.id
Jam operasional
Senin–Kamis: 08.00–20.00 WIB
Jumat–Minggu: 08.00–22.00 WIB
Harga tiket
Senin–Kamis (08.00–20.00 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp10.000
Dewasa: Rp15.000
Foreigner: Rp30.000
Jumat–Minggu (08.00–15.30 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp15.000
Dewasa: Rp20.000
Foreigner: Rp40.000
Jumat–Minggu (16.00–22.00 WIB)
Anak-anak (maksimal 12 tahun): Rp20.000
Dewasa: Rp25.000
Foreigner: Rp50.000
Foto sampul: Halaman Museum Benteng Vredeburg (virtualtourvredeburg.id)
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage kami.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Imam Basthomi tinggal di Nganjuk, ditengah kesibukannya menjadi mahasiswa di uinsuka, Basthomi menekuni sejarah, pariwisata, museum dan cagar budaya lainnya.