Setelah menembus lebatnya hutan Kalimantan, sekelompok ilmuwan tiba di Gua Tewet, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Di dinding gua itu mereka terpana melihat lukisan-lukisan yang mengabadikan jejak kehidupan prasejarah di Kalimantan, lukisan-lukisan yang mendukung sebuah tesis bahwa masyarakat Kalimantan serumpun dengan suku Aborigin di Australia.
Ditemukan oleh seorang pemburu sarang walet pada dekade ‘80-an, gua ini mendunia setelah riset panjang yang dilakukan antara 1988-1999 oleh sekelompok ilmuwan, antara lain Jean-Michel Chazine (etno-arkeolog), Luc-Henri Fage (speleolog cum jurnalis) sebagai ketua penelitian, dan Pindi Setiawan dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Chazine yang berasal dari CNRS (Centre National de la Recherche Scientifique) mengatakan bahwa lukisan di Gua Tewet menggambarkan hubungan antara dukun dengan alam roh. Gambar telapak tangan yang menghiasi dinding gua merepresentasikan sebuah ritual pengobatan tradisional di mana dukun menempelkan telapaknya pada tubuh pasien lalu menyemburkan ramuan mujarab dari mulutnya. Mereka memperkirakan bahwa lukisan gua ini berusia lebih dari 10.000 tahun.
Dalam buku yang berjudul “Borneo, Menyingkap Gua Prasejarah” diceritakan bahwa para ilmuwan tersebut menjelajah hutan belantara dan menyusuri sungai di Kalimantan. Ada enam gua yang menyimpan memori mengenai jejak-jejak manusia dari sepuluh milenium silam, di antaranya Gua Mardua, Gua Payau, Liang Sara, Gua Masri, Ilas Kenceng, dan Gua Tewet. Lebih dari 500 lukisan tersimpan rapi di sana. Mereka hampir setara dengan lukisan purba yang ditemukan di Benua Eropa.
Bukti zaman prasejarah ini hingga saat ini masih terpelihara karena lokasinya begitu terpencil dan terisolasi, sehingga untuk mencapainya dibutuhkan waktu dan tenaga yang tak sedikit.
Kenali Indonesiamu lebih dekat melalui Instagram dan Facebook Fanpage TelusuRI.
Tertarik buat berbagi cerita? Ayo kirim tulisanmu.
Kesini karena lagi ramai di Twitter, keren!